4. Takan Mati

7K 486 48
                                    

Pada siang itu, terik matahari memancarkan kehangatan yang cukup menggigit, membuat langit terlihat cerah dan tak ada awan yang mengganggu dengan angin sepoi-sepoi yang mampu memberikan kesejukan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pada siang itu, terik matahari memancarkan kehangatan yang cukup menggigit, membuat langit terlihat cerah dan tak ada awan yang mengganggu dengan angin sepoi-sepoi yang mampu memberikan kesejukan.

"Lho? Bukannya Lo harus ke Bandung?" Ghali bertanya sambil mendekati Alan yang duduk di teras rumah.

"Gue batalin."

"Kenapa?" Ghali bertanya lebih lanjut, matanya mencerminkan rasa ingin tahu. Tidak ada kemarahan atau kekesalan di wajahnya, hanya keinginan untuk mengerti.

Dengan sedikit berat hati, Alan menoleh, kerutan halus muncul di dahinya seolah mencerminkan pertimbangan yang lebih dalam.

"Ya masa Juna baru bangun terus gue pergi gitu aja," jawabnya perlahan, suara hangatnya membaur dengan angin senja. "Jelas gue mau di rumah untuk beberapa hari."

Dua hari telah berlalu sejak Juna membuka mata dari koma, dan dalam jantung mereka, keinginan untuk pulang semakin menggelora. Setiap detik terasa berharga, seolah waktu berjalan lebih lambat saat mereka hendak menemui Juna.

Mungkin terdengar berlebihan, tetapi itulah realitas yang tak dapat dielakkan.

"Sekarang Juna masih lemah. Habis bangun lima menit, dia butuh waktu sepuluh menit atau lebih buat tidur lagi."

Setelah mendengar penjelasan dari Ghali tentang kondisi Juna, ekspresi Alan berubah menjadi penuh pengertian. Dia mengangguk perlahan sambil memandang ke arah tanah, seolah merenungkan apa yang baru saja didengarnya. Mata Alan memancarkan getaran perasaan campuran antara kekhawatiran dan rasa simpati terhadap Juna.

"Ini bukan yang pertama, Ghal. Bukan pertama kalinya Juna dinyatakan koma," kata Alan, suaranya melambung jauh ke masa lalu beberapa tahun yang lalu, di mana mereka juga harus berhadapan dengan situasi yang serupa.

Ghali mendengus pelan, matanya penuh harapan semoga kali ini akan menjadi yang terakhir bagi Juna.

*****

Di siang yang terik, Juna terlelap dalam tidurnya di kamar yang dihiasi sinar matahari yang hangat. Wajahnya tampak berkeringat ringan, menandakan dampak cuaca panas yang menerpa. Nafasnya naik turun dengan lembut, mencerminkan ketenangan dalam setiap gerakan tubuhnya. Infus yang terpasang dengan hati-hati dan selang oksigen yang membantunya tetap nyaman berada di sisinya.

Di sampingnya selalu ada Adrian yang menemani. Ayah tujuh anak itu terlihat fokus pada ponselnya. Rencananya hari ini Adrian akan membagi-bagikan sembako ke beberapa panti asuhan dan ke beberapa warga yang membutuhkan. Sebagai bentuk syukur karena Tuhan masih membiarkan Juna tetap disisinya.

Para Pejuang 2Where stories live. Discover now