Hari ini adalah hari pertama seorang gadis mungil bernama Nadin Avera masuk kelas 10 setelah menjalani MOS. Dia diterima di salah satu sekolah favorit yang ada di kotanya.
Gadis mungil itu bergabung di kelas X MIPA 5. Sejak hari pertama MOS hingga sekarang, Nadin belum memiliki teman.
Nadin memasuki kelas barunya itu dan duduk di bangku paling belakang. Suasana kelas masih sepi. Hanya ada dia dan pesuruh sekolah yang sedang membersihkan koridor.
Nadin memilih untuk mengambil novel yang tadi ia bawa dengan earphone yang sengaja ditempelkan di telinganya. Gadis itu mulai memutar playlist lagu favoritnya sambil membaca setiap kata dari novel miliknya.
Tanpa disadari, para teman barunya mulai berdatangan masuk kelas. Beberapa dari mereka ternyata sudah saling mengenal. Mereka juga memilih teman sebangku.
Suasana kelas semakin riuh. Mereka berkenalan satu sama lain. Meminta nomor dan menyimpannya. Sementara Nadin hanya diam di bangku belakang. Sesekali ia menatap para teman kelasnya.
"Hai. Aku boleh duduk disini?" Pertanyaan itu tentu membuat Nadin terkejut. Gadis tersebut hanya mampu menganggukkan kepalanya dengan kaku. Dia bingung harus meresponnya seperti apa.
Melihat anggukan Nadin, gadis dengan name tag Lini itu duduk di kursi samping Nadin.
"Siapa nama mu?" Lagi lagi pertanyaan muncul dari mulut gadis bernama Lini tersebut.
"Nadin Avera," jawaban yang cukup singkat dari Nadin. Karena sungguh, gadis itu tidak mengerti harus berbuat apa.
Sementara Lini yang mendengar jawaban Nadin tersenyum lebar. "Halo, Nadin. Aku Lini. Semoga kits bisa berteman dengan baik!"
"Semoga."
Bel masuk sudah berbunyi. Para siswa dan siswi duduk di bangku mereka masing-masing. Wali kelas mulai memasuki kelas dan memperkenalkan dirinya. Selain itu, beliau juga menyuruh para anggota kelas untuk memperkenalkan diri di depan secara satu persatu.
Kini tiba pada giliran Nadin. Gadis itu berdiri dari bangkunya dan berjalan menuju depan kelas. Tangannya gemetar. Gadis itu sangat gugup. Dia menghadap kearah teman sekelasnya dan mulai menarik napas. "Perkenalkan namaku Nadin Avera. Kalian bisa memanggilku Nadin."
Setelah memperkenalkan diri, Nadin kembali menuju bangkunya. Gadis itu menghembuskan napas kasar. "Huhh... Akhirnya selesai."
Melihat hal itu, Lini mulai mengelus punggung Nadin. "Tenang. Semuanya baik-baik saja, Din."
Mendapat perlakuan seperti itu, Nadin perlahan tenang dan tidak lagi gemetar. Gadis itu memberikan senyum manisnya kepada Lini.
Setelah sesi memperkenalkan diri berakhir, wali kelas meninggalkan kelas. Hari pertama memang belum ada pelajaran. Nadin merasa bosan sehingga gadis itu memilih memainkan handphone nya.
"Nadin, ayo kantin," ajak Lini pada Nadin.
Sebenarnya Nadin ingin menolak. Namun melihat tatapan Lini, gadis itu akhirnya menganggukkan kepala dan berdiri dari bangkunya. "Ayo."
Kedua gadis itu kini sedang berada di kantin. Untungnya keadaan kantin saat ini sedang sepi. Jadi Nadin tidak perlu repot-repot membuang banyak energi.
Saat selesai, mereka kembali menuju kelas. Nadin yang pada dasarnya introvert ingin cepat-cepat sampai ke kelas.
***
Bel pulang sudah berbunyi. Para siswa-siswi mulai berhamburan menuju parkiran sekolah. Sementara Nadin hanya diam. Dia benci keramaian, jadi dia putuskan untuk menunggu sekolah sepi.
Sembari menunggu, gadis itu kembali melanjutkan membaca novel yang ia bawa. Lini sudah pulang sejak tadi. Teman sebangku nya itu memang sangat ekstrovert. Dia sudah memiliki banyak teman hari ini. Bahkan dia juga sudah dekat dengan teman-teman sekelasnya.
Saat sedang asik membaca, suara berat menyapanya. "Nadin, kamu belum pulang?" Pertanyaan itu tentu membuat Nadin sangat terkejut. Pasalnya yang bertanya adalah teman laki-laki di kelasnya.
Nadin hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dia meremas kuat novel yang berada di tangannya. Tentu gadis itu sangat kebingungan. Sebelumnya, dia tidak pernah ada di situasi seperti ini.
Laki-laki itu mendekat kearah Nadin dan berdiri tepat di depannya. "Pulang naik apa?"
Nadin sempat terpaku mendengar pertanyaan itu. Nadin melirik kearah name tag yang ada di seragam laki-laki tersebut. Rupanya laki-laki itu bernama Raditya Mahen.
Melihat Nadin yang hanya diam terpaku, Radit menepuk pundak gadis itu. "A-ah hum a-aku pulang naik angkutan umum." Nadin menjawab dengan susah payah.
"Ini sudah sore. Mau bareng ga? Tadi aku dengar, rumah mu ada di Jl. Mangkubumi. Kita searah."
Mendengar tawaran itu, Nadin kembali menggelengkan kepalanya. Ayolah, gadis itu sangat pemalu. Bagaimana mungkin dia bisa pulang berdua bersama teman kelas yang belum dia kenal. Terlebih temannya adalah laki-laki.
Melihat Nadin yang menggelengkan kepalanya, Radit berdecak kelas. "Ck, Ayo. Aku ga terima penolakan apapun," pemuda itu menggenggam pergelangan tangan Nadin dan menariknya keluar dari kelas.
Nadin yang ditarik hanya bisa diam. Gadis itu mencoba mencerna kejadian yang dialami nya.
Akhirnya mereka berdua sudah sampai di parkiran sekolah. Kini parkiran sudah sepi. Radit naik keatas motornya dan memakai helm. Sementara Nadin masih diam ditempatnya.
"Nadin, ayo naik," mendengar suara instruksi dari mulut Radit, Nadin dengan cepat naik keatas motor pemuda tersebut. Radit menyalakan motornya dan mulai membawa motor tersebut untuk keluar dari area sekolah.
Sepanjang perjalanan, hanya hening yang menyelimuti mereka berdua. Radit fokus dengan jalan sementara Nadin masih berkutat dengan pikirannya.
"Rumah kamu dimana?!" Radit bertanya kepada Nadin dengan nada yang sedikit keras.
Mendengar pertanyaan Radit, Nadin memberanikan diri untuk menjawab. "Dekat lampu merah. Rumah dengan pagar berwarna coklat."
Mengetahui jawaban Nadin, Radit hanya menganggukkan kepalanya. Pemuda itu lantas mencari rumah dengan pagar coklat yang dimaksut oleh Nadin.
Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di depan rumah Nadin. Gadis itu lalu turun dengan terburu-buru. "Terimakasih, Radit. Kamu mau mampir?"
"Engga deh. Sudah terlalu sore. Tapi lain kali aku pasti mampir," Radit menolak tawaran Nadin karena memang hari ini sudah sore. Radit harus cepat pulang.
"Hati-hati, ya. Terimakasih sekali lagi," Radit mengangguk mendengar perkataan Nadin. Pemuda itu mengemudikan motornya meninggalkan area rumah Nadin.
Melihat punggung Radit yang sudah tak terlihat, Nadin masuk ke dalam rumahnya. Hari ini sudah cukup. Energinya terkuras habis. Sepertinya gadis itu akan tidur untuk memulihkan kembali energi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadin
Teen FictionJangan membayangkan tokoh utama yang populer seperti pada cerita lain. Ini hanya kisah tentang seorang gadis mungil bernama Nadin Avera. Tidak populer, introvert, dan jarang sekali memiliki teman. Nadin Avera dengan segala kekurangan dan kelebihann...