2

3 0 0
                                    

Jam yang berdetak di tangan kirinya menunjukkan angka 10 tapi Hani masih duduk di sofa yang ada di lobi apartemen, dia sudah duduk di sana sejak jam 8 tadi, hanya duduk dan menatap ke depan menghadap persis ke pintu kaca dan kotak pos.

Entah sudah menghela napas berat ke berapa kalinya, Hani merasa lelah tapi masih percaya kalau dia akan bertemu dengan pengirimnya, kalau tidak dia tidak akan ke unitnya.
Matanya yang semakin berat meminta untuk segera diistirahatkan ternyata justru membuat tekad Hani hilang, dia menyerah hanya menatap ke arah luar selama 3 jam berturut-turut. Akhirnya Hani kembali ke unitnya tanpa hasil apa apa.

Mata yang tadinya lelah, kembali merasakan energinya saat melihat sepucuk surat yang selama tadi di lobi dia tunggu-tunggu. Amplop putihnya, gambar sketsa nya juga. Belum membukanya, Hani dengan terburu-buru menuju ke ruangan monitor kamera keamanan.

“Lorong lantai 8, tiga jam dari sekarang. Saya ingin lihat rekamannya.” Tanpa ketuk, tanpa sapaan Hani langsung menembak ke orang yang sedang mengawasi monitor.

Masih ingat dengan Hani, dan dia juga tahu kalau Hani adalah penghuni apartemen ini, karyawan itu tanpa bertanya apa-apa langsung menuruti apa kata Hani.
Hani menyimak video yang terputar di monitor dengan seksama, lorong yang kosong, tidak ada pergerakan.

“Bisa dipercepat, Pak?”

Video yang terputar dipercepat dua kali, tidak ada yang berubah sampai sepuluh menit setelahnya. Di jam ke 10 menit dua puluh empat lagi kamera terlihat seperti glitch, video terlihat memperlihatkan siluet seseorang, tapi sesekali orang itu menghilang justru yang terlihat hanya lorong kosong, lalu siluet itu muncul lagi tapi sudah berpindah tempat, menghilang lagi, begitu terus sampai orang yang ada di video itu terlihat sedang memasukkan sesuatu di celah pintu apartemen Hani, dan sekarang orang itu terlihat hanya berdiri di tengah-tengah lorong, mendongak ke arah kamera, menatap lurus, seperti sedang bertatapan langsung dengan dirinya. Hani seperti sedang terhipnotis, hingga pada akhirnya orang yang ada di video menghilang karena glitch yang terakhir.

Hani menghela napasnya berat. Merasa kecolongan untuk kali ini. Sekali lagi Hani melirik amplop surat yang ada di genggamannya. Sketsa berbentuk popcorn dan clapper board. Apa ini ada hubungannya dengan besok?

“Makasih, Pak.” Hani memutuskan untuk kembali ke unitnya.

***

Pengumuman bahwa studio 3 akan dibuka sudah terdengar, Rena yang mengajak Hani dan satu rekan kerja mereka, Tyas untuk nonton film terlihat yang paling antusias diantara mereka.

‘Kau akan menikmati film besok, film besok akan sangat membekas. Juga kau akan bertemu dengan Julian, tiba-tiba.’

Kata-kata di surat yang dia baca semalam masih terngiang di kepalanya. Surat yang memprediksi hal-hal akan datang di kehidupan Hani belakangan ini. Surat yang Hani sendiri tidak tahu siapa pengirimnya. Hani hanya bisa meyakinkan diri kalau stalker, pengirim surat, atau apa pun itu sebutannya adalah seorang wanita.

“Hani, ayo!” Lamunannya terhenti saat dia baru menyadari Rena dan Tyas yang sudah berdiri dari duduknya.

Tapi, Hani tidak bisa menyangkal bahwa yang dikatakan surat itu memang benar, Hani bahkan sempat melupakan tentang surat itu selama di studio karena sangking menikmati film yang dipilihkan langsung oleh Rena.

“Benar, ‘kan apa kata gue kalau filmnya bagus.” Rena yang merekomendasi film itu sangat puas dengan pilihannya.

“Makan, yuk. Laper juga.”

“Huu, padahal tadi sudah ngemil popcorn sendirian, masih kurang?”

Hani hanya mengekor dari belakang saat Rena dan Tyas yang berjalan berdampingan, berdebat akan berhenti untuk makan dimana. Saat sedang duduk menunggu pesanan, Hani menangkap sosok yang dia kenal sekali.

The Letter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang