dan menjadi teman

8 3 0
                                    


Mina mengetukkan jemarinya ke meja. Bola matanya tak henti bergulir ke kanan dan ke kiri, hanya untuk mendapati ruang baca perpustakaan yang mulai lengang. Itu karena sebentar lagi jam istirahat dan ruang baca akan ditutup untuk sementara.

Mina menghela napas. Mengapa kegiatan menanti Minhyung selalu membuatnya resah tak karuan? 

Meskipun begitu, Mina tak pernah bosan dibuat menunggu.

Menit-menit terakhir sebelum tanda jam istirahat berbunyi, batang hidung Minhyung tampak di pintu kaca. Dengan senyum lebar dan peluh samar tercetak di dahinya, Minhyung melambaikan tangannya.

Minhyung tak sempat masuk, Mina keburu datang menghampiri.

"Kamu telat."

Minhyung menggaruk tengkuknya, "Maaf, ya. Aku ada urusan."

Melihat wajah Mina yang tampak tidak puas dengan jawabannya, Minhyung segera beralih.

"Mau makan apa hari ini?"

Mina berpikir sejenak, "Karena ini hari Rabu, aku ingin makan burger."

Minhyung mengernyit, "Loh, apa hubungan antara burger dan hari Rabu?"

"Enggak ada sih. Hanya ingin saja."

Mina mengakhiri kalimatnya dengan hehe kecil, membuat Minhyung tak mampu untuk tidak tersenyum.

"Ya sudah, ayo!"

.....

Tak banyak orang yang dapat masuk ke dalam kehidupan Mina. Terhitung sejak setahun lalu tinggal di kota ini, teman dekat yang dimilikinya hanya bisa dihitung jari. Itu karena Mina tidak punya aktifitas lain yang dapat memperluas pertemanannya. Dari pagi hingga sore hari Mina habiskan dengan bekerja, hari liburnya Mina gunakan untuk mendekam di dalam kamar seorang diri.

Maka dari itu bertemu dengan Minhyung adalah sebuah keberuntungan baginya.

Hari ini keberuntungannya itu tak kunjung datang. Padahal menurut perhitungan Mina, hari ini harusnya Minhyung datang ke perpustakaan karena masa peminjaman bukunya telah berakhir.

Namun, setelah waktu bekerja Mina berakhir pun, Minhyung tak terlihat kehadirannya.

Mina menjadi yang terakhir meninggalkan ruang baca perpustakaan. Mina ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama di sana karena esok dan lusa ia libur bekerja.

Mina berjalan menuju pintu keluar dengan langkah tak bersemangat. Masih ada sisa harapan untuk bertemu Minhyung hari ini, Mina ingin menceritakan banyak hal mengenai buku yang baru selesai ia baca.

Mina dan Minhyung punya satu kebiasaan. Setiap akhir pekan atau setiap kali ada kesempatan luang untuk bertemu, mereka akan saling bercerita mengenai buku yang baru selesai mereka baca.

Mungkin itu menjadi salah satu alasan mengapa Minhyung dapat menyentuh dinding tak kasat mata yang melingkupi Mina. Mereka dapat dekat dengan mudah karena sama-sama gemar membaca.

Sinar mentari sore menyambut Mina begitu ia keluar dari gedung perpustakaan. Kulitnya yang hampir mati rasa karena terlalu lama berada di dalam ruangan dingin terasa hidup kembali setelah diterpa hangatnya sinar mentari.

Senyum kecil terulas di wajahnya. Mina adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menjadikan matahari sore dan jalan kaki sebagai pelepas penat di akhir hari. Lagipula jarak dari perpustakaan kota menuju tempat tinggalnya tidak begitu jauh.

Baru saja hendak melangkah, suara familiar menyapa indera pendengaran Mina.

"Mina!"

Mina menoleh, lantas mendapati keberuntungannya berlari ke arahnya. Seketika seulas senyum tercipta di bibirnya.

Minhyung datang dengan napas terengah-engah, begitu tiba di hadapan Mina, Minhyung menumpukkan badannya pada lutut. Bulir keringat sebesar biji jagung menetes dari keningnya.

"Minhyung, kenapa?" tanya Mina, tampak khawatir dengan keadaan Minhyung yang kacau. Minhyung tak lantas menjawab. Lelaki itu masih berusaha menetralkan napasnya.

"Hah, aku, membawakanmu ini." ucap Minhyung terbata.

Sebuah botol berisikan cairan merah muda terjulur di hadapan Mina. Mina meraihnya tanpa ragu.

"Wah, ini untukku? Tau darimana kalau akhir-akhir ini aku sangat butuh asupan susu?"

Minhyung tersenyum lebar, "Aku tahu segalanya tentangmu Mina," ia menghela napas pendek, "bahkan aku tahu keinginanmu untuk jalan kaki hari ini."

Mina tergelak, "Kamu benar-benar tahu segalanya."

Dalam hatinya Mina benar-benar berharap seperti itu.

.....

Minhyung dan Mina berjalan berdampingan. Keduanya menikmati aroma sore hari yang menenangkan selagi menyusuri jalan menuju tempat tinggal Mina. 

Sesungguhnya tempat tinggal Mina tidak bisa disebut tempat tinggal karena itu hanyalah satu unit rumah susun yang disewakan dengan harga murah. Rumah itu tak berukuran lebih besar dari sebuah kamar tidur, hanya mampu menampung Mina dan barang-barangnya.

Itulah mengapa Mina seringkali menolak kunjungan Minhyung ke rumahnya. Mengantarnya pulang pun hanya sampai pos penjaga yang ada. Mina hanya tidak ingin Minhyung melihat kehidupan menyedihkannya lebih jauh lagi.


"Mina."

Mina menoleh, ia memfokuskan pandangannya pada manik kelam milik Minhyung, "Ya?"

"Kamu suka laut?" tanya Minhyung tiba-tiba.

Yang ditanya mengernyitkan dahi, "Entahlah," Mina mengangkat bahunya, "kenapa tiba-tiba laut?"

Minhyung menggeleng kecil, "Hanya ingin saja karena aku sangat suka melihat laut."

Mina mengangguk, kini pandangannya beralih pada langkah kedua kakinya yang terbalut sepatu putih usang.

"Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali melihat laut," ia tersenyum getir, "rasanya sudah lama sekali tidak mendengar deru ombak ataupun menghirup aroma asin lautan. Mungkin aku juga lupa bagaimana tekstur pasir pantai."

Mina tertawa samar. Tawa itulah mengakhiri perjalanan mereka karena keduanya telah sampai di gedung tempat Mina tinggal.

Mina hendak mengucapkan salam perpisahan dan segera masuk. Tapi Minhyung mencegat lengannya.

"Kamu rindu laut, kan?" Minhyung memastikan, "kalau begitu, besok aku akan mengajakmu melihat laut."

Kehangatan yang entah darimana asalnya merambat naik menuju kedua pipinya. Mungkin kehangatan itu berasal dari jemari Minhyung yang kini menggenggam pergelangan tangan Mina dengan erat.

Mina bisa merasakan semu merah yang perlahan menghiasi wajahnya. Tanpa harus berpikir dua kali, Mina mengangguk kaku, membuat Minhyung di hadapannya tersenyum lebar.

"Baiklah kalau begitu, aku tunggu besok di taman kota yang sering kita kunjungi. Sampai esok, Mina."

Minhyung pun berbalik, pergi menjauh hingga hilang dari pandangan Mina. Namun kehangatan yang berasal dari genggaman tangan Minhyung masih dapat Mina rasakan. Begitu jelas dan nyata hingga ketika kantuk mendera pun, kehangatan itu masih melingkupinya.

coughing up flowers (hanahaki disease)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang