Flashback On
Kembali ke tahun 2018.Langit gelap yang masih menunjukkan pukul lima sore, hujan deras membuat semua pekerja kebingungan untuk pulang. Karena lelah menunggu hujan tak henti-henti, seorang gadis muda teringat akan satu hal; membeli beberapa stock obat dan vitamin. Ia berjalan menuju apotek yang tersedia di bawah gedung kantornya.
"Selamat sore, selamat datang. Ada yang bisa dibantu?" sapa si penjaga apotek.
Ia kebingungan karena seperti aneh, biasanya seorang perempuan yang menjaga apotek ini.
"Permisi mas, tumben mbak yang biasanya gak ada?"
"Oh itu, mbaknya lagi izin dulu beberapa hari, jadi saya yang jaga dulu untuk sementara waktu."
"Oh seperti itu ...."
Aku mengangguk lalu memesan apa yang harus lu beli. Setelah selesai gadis itu melihat keadaan di luar, sepertinya sudah tida hujan. Lalu ia meninggalkan apotek.
Sebelum ia membuka pintu apotek, seseorang memanggilnya. "Mbak Deana!" panggil seseorang, ia lalu menoleh ke arah suara.
"Kok mas-nya tau nama saya?" tanyanya kebingungan.
"Ini id-cardnya ketinggalan," jawabnya tersenyum. Hampir saja membuat Deana salah tingkah karena tiba-tiba Mas apotek ini tahu namanya.
"Ya ampun. terima kasih ya, Mas. Untung saya belum jalan," ujarnya membalas senyum, lalu ia pergi meninggalkan apotek.
Sesampainya di apartment, Deana langsung membersihkan diri. Dan berniat untuk belanja bulanan di sebuah supermarket terdekat. Sesamainya di supermarket, ia memarkirkan mobilnya, lalu bergegas masuk berbelanja.
Namun, baru saja ia mengeluarkan diri dari mobilnya, ia mendengar suara tangisan bayi di dalam basement tersebut. Ia mencoba memasang telinganya baik-baik agar indra pendengarnya lebih jelas. Ia mulai meencari dimana asal suara tersebut. Semakin jelas suaranya, ia berpikir kalau sudah semakin dekat.
Ia memperhatikan sudut basement, terlihat sebuah kotak seperti kardus, lalu menghampirinya. Ia terkejut saat melihat ada seorang bayi di dalamnya. Ia mendekatinya dan mengambil sang bayi lalu mengangkatnya ke dalam gendongannya. Ia melihat ada sebuah kertas di dalam kardus tersebut. Yang ternyata isi pesannya adalah yang kemungkinan tertulis dari sang Ibu dan juga terdapat tanggal lahir sang bayi.
Deana menangis sambil menggendong bayi tersebut. Ia memikirkan bagaimana kalau ia tak menemukan bayi malang tersebut? Deana mulai memikirkan, apakah dia akan merawatnya atau dititipkan pada panti asuhan? Namun pilihan tersebut sepertinya harus dipikirkan lebih matang.
Saat sedang memikirkan hal tersebut, seseorang memanggilnya, yang sepertinya suaranya tak asing, walaupun baru pertama kali bertemu.
"Mbak Deana?" panggilnya, lalu Deana menoleh dengan air mata yang masih mengalir di pipinya. Benar saja, lelaki itu adalah penjaga baru yang di apotek tadi.
"Loh mbak kenapa? Mbak mau buang anak? Jangan mbak, kasian bayinya gak bersalah," tanyanya khawatir karena ia melihat sebuah kardus besar di samping Deana.
Deana menggeleng dan memberikan sebuah kertas kepada lelaki tersebut.
"Sialan, orang mau berbuatnya aja, giliran anaknya udah lahir dibuang gitu aja," oceh seorang lelaki itu, lalu ia menoleh ke Deana yang masih menatap sang bayi dengan air matanya yang masih saja mengalir.
"Kok orang tuanya tega banget ya, Mas. Hiks ...." Deana mulai mengangkat bicara.
Lelaki manis tersebut mengelus pundak Deana, berniat untuk menenangkannya. Dilihatnya sang bayi kecil nan manis yang ada di gendongan Deana.
"Di surat namanya Yuliana, apa karena dia lahir di bulan juli kali ya, Mbak?"
Deana menggeleng, ia masi bingung akan dikemanakan bayi maniss ini.
"Saya bingung, Mas. Saya cuma tinggal sendiri di apartement, pengen banget saya urus bayi ini, tapi nanti saya kerja siapa yang jagain, ya? Atau opsi kedua saya mau menitipkannya ke panti asuhan," jelas Deana dan langsung ditolak oleh lelaki tersebut.
"Eh ... Jangan, Mbak. Kalau mbak gak keberatan, saya bisa bantu ngurus bayi ini," tawarnya dengan tersenyum.
"Loh, kan kamu juga kerja, Mas."
"Kerjaan saya cuma mengontrol apotek saya, ya paling kalo gak ada yang penting banget saya gak bakal ke apotek, jadi mbak tenang aja."
"Oh jadi apotek di kantor itu punya Mas? Saya kira mas pegawai baru," ujarnya yang kini sudah tidak menangis semenjak lelaki apotek ini datang.
"Hehehe ... bukan, Mbak. Jadi gimana tawaran saya?
"Saya sih boleh aja kalau gak ngerepotin, Mas. Anak ini tinggalnya dimana jadinya?" tanyanya bingung.
"Apartement saya deket sini, kalau Mbak kerja mungkin anaknya bisa di apartment saya, nanti malamnya saya kembalikan ke Mbak."
"Masnya bisa ngurus bayi?"
"Kebetulan lagi ada mama saya loh mbak di apart, saya bisa minta ajarin sedikit demi sedikit. Kebetulan besok saya juga gak ke apotek kok, saya free."
Deana mengangguk. Mereka melanjutkan berbincang sambil jalan menuju supermarket dan membeli beberapa kebutuhan bayi dan juga kebutuhan bulanan masing-masing. Setelah selesai mereka kembali ke basement, dan berniat untuk pulang ke apartment masing-masing. Mereka hampir saja melupakan satu hal.
"Mas, saya lupa. Saya gak bisa nyetir sendiri sambil gendong bayi gini," ujarnya terkekeh pelan.
"Astaga. Hampir lupa kita. Kalau saya anterin mbaknya gapapa?"
"Gapapa sih, tapi mas gimana pulangnya?"
"Apartement saya gak jauh kok dari mbak, saya bisa jalan. Mobil saya juga bisa ditinggal di sini dulu." Ia tersenyum manis.
Mereka pun setuju, akhirnya pergi ke apartement Deana dengan mobilnya. Sesampainya di sana mereka merapikan barang si bayi dan Deana.
Tak lama lelaki manis itu berpamit pulang. "Kalau ada apa-apa telpon saya aja ya." Ia memberikan nomor ponselnya kepada Deana.
"Arjuna. Nama saya Arjuna." Ia memberikan tangannya untuk berjabat tangan dengan Deana.
Deana tersenyum. "Terima kasih banyak, Mas Arjuna. Besok pagi saya hubungi ya, sebelum berangkat kerja."
Arjuna mengangguk lalu pergi meninggalkan unit apartement Deana.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Family
FanfictionDISCLAIMER!! 100% FIKSI. Segala hal yang tertera dalam cerita adalah hasil karya penulis, tidak bersangkutan dengan kehidupan nyata para tokoh. Prolog : Hal yang paling berharga adalah keluarga. Namun tak semua orang dapat merasakan bagaimana h...