Bule

46 27 44
                                    

Perut lapar memang bisa bikin orang malas bergerak atau mood bisa naik turun. Lambung mengirimkan sinyal melalui saraf lalu ke otak, membuat mulut ingin mengunyah.

Sambil mencari warung bakso yang sepi enggak terlalu banyak pengunjung, Aeon mengganjal perutnya dengan roti isi cokelat lumer.

Di belakang tertinggal Indra yang enggak bisa menahan rasa laparnya. Rotinya pun udah ludes lima bungkus.

"Ngapain, sih, kita mencari warung sepi? Itu banyak berjejer. Biasanya yang sepi itu enggak enak, loh," keluh Indra.

Baginya roti itu tak bisa mengganjal perutnya, hanya menambah cacing di dalam meronta-ronta minta lebih banyak.

"Sabar, bentar lagi nyampai."

Hanya itu diucapkan Aeon, sebenarnya dia agak kasihan melihat temannya udah kelaparan macam enggak di kasih makan seminggu. Tapi, Aeon enggak suka mengantri apalagi tempatnya sumpek dipenuhi manusia yang serakah dan tidak sabaran.

"Aeoni, tolong aku hampir sekarat. Aku butuh kuah panas dan pentol bulat untuk mengisi nutrisi cacing di perutku."

Aeon hanya bisa menarik nafas pelan lalu menghembuskan sambil mengucap dalam hati.

Hingga di simpang tiga, Aeon berbelok sebelah kiri. Memperhatikan setiap ruko terbuka, lalu menghampiri warung bakso pas depan gang sempit pertokoan. Dia menilik setiap sudut warung, hanya satu meja di isi satu pasangan sedang ngobrol sambil menikmati sajian depan mereka.

"Aman," gumam Aeon.

Indra langsung ancang-ancang memasuki lebih dan langsung memesan, tanpa menghiraukan Aeon yang mendudukkan bokongnya untuk merenggangkan setiap sendi kakinya.

Bang Bakso segera meracik pesanan Indra, Aeon ngikut saja. Enggak masalah Indra yang memesan sesuai seleranya, untuk kali ini. Karena kasihan.

"Aeon, aku masih penasaran kenapa namamu Aeoniyaningrum. Tapi dipanggil Aeon? Kenapa bukan Ningrum atau Yani gitu?"

Pertanyaan asal Indra di sela menyantap Bakso, membuat Aeon heran. Mungkin pikirnya anak ini kenapa enggak makan saja. Daripada banyak cincong.

"Karena aku bule," kata Aeon.

"Hah?"

Indra masih mencerna jawaban Aeon, yang benar saja bule dari mana coba. Bule dari Hongkong.

"Emak kau memang bule, bule jamu. Dirimu bule apaan dah? Bule enggak ada warna kulitnya putih susu macam kau. Kecuali kau bule Korea. Tapi, emang orang Korea disebut bule apa?"

Aeon menyelesaikan suapan terakhir, tanpa melanjutkan percakapan dengan Indra yang bawel. Soal nama saja dipermasalahkan. Dia berlalu berjalan meninggalkan temannya itu melanjutkan tujuan selanjutnya.

"Aeon, mau ke mana? Ini siapa yang bayar?" teriak Indra.

Hanya di saut dengan lambaian tangan oleh Aeon.

Indra benar-benar merasa kali ini apes, alamat dia yang bayar semuanya. Mana Aeon makan bakso tiga mangkok. Nasib anak baik gini amat.

***

Teman Koplak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang