Teman Koplak

40 26 47
                                    

Memasang tangan di atas lutut, ancang-ancang menyusun pertanyaan dalam pikiran. Indra menghadapkan tubuhnya ke arah Aeon yang sedang termenung.

Indra sungguh enggak betah suasana diam begini. Mana ia mabuk kendaraan roda empat karena pewangi jeruk.

"Pewangi sialan, bikin mabuk aja."

Indra menutup hidung menggunakan kaos kakinya. Mungkin lebih baik mencium bau kaos kaki dari pada aroma pewangi.

Aeon tersadar dari lamunannya, melihat Indra membuatnya mengerutkan kening.

"Mulutmu, Ndra."

Aeon menegur Indra.

"Ini gara-gara orang gila di stasiun, enggak tau diri membuat aku rugi dua kali lipat. Awas saja kalau enggak dapat hukuman setim— huek— setimpal. Ini kaos kaki, kok bau banget, ya."

Aeon mulai sakit kepala melihat Indra yang mengomel sambil mengeluarkan suara mau muntah, tapi muntahan tidak keluar. Pikirnya temannya jadi koplak, karena rugi.

Padahal Indra melepas kaos kakinya sendiri untuk menutup hidungnya dari pewangi mobil.

"Nanti aku ganti uangmu, berenti sudah ngomelnya. Kamu bikin jijik Pak Supirnya," kata Aeon.

Pak Supir?

Mengabaikan mereka, yang penting dia dibayar.

Indra masih menahan mual mulai nekat bertanya ke Aeon, "Kau tadi kenapa ketakutan melihat pelaku penikaman itu?"

Aeon hanya menatap ke Indra yang bentuknya macam mayat hidup dengan diam.

"Oke, oke, kalau enggak—huek— enggak mau cerita. Dirimu, kan patung. Mana bisa ngobrol banyak."

Aeon rasanya mau melempar temannya keluar dari taksi, biar mulutnya belajar lembut, selembut aspal jalanan.

Aeon tarik napas panjang sambil mengingat masa lampau, lalu menghembuskan.

"Aku dulu punya kejadian mengerikan persis seperti di stasiun."

Aeon jeda sebentar melihat reaksi Indra. Hanya memangku tangan, dagu maju mundur memberi isyarat lanjut.

Dasar teman kampret. Coba menyahuti biar aku enggak malu, dalam hati Aeon.

Aeon melanjutkan ceritanya "Aku pergi bersama Ibuku ke tempat paman silaturahmi, kupikir itu itu saudaranya ibu. Pulangnya kami mau naik kereta. Sambil nunggu kereta, sosok serba hitam mengikuti kami. Tapi, itu adalah bapak. Aku kira bapak datang untuk menjemput kami, karena sudah meninggalkan kami tanpa memberi nafkah."

Sambil narik napas, menahan air mata, Aeon malu menangis depan Indra.

"Enggak taunya, bapak malah menusuk perut ibu sambil memakinya dengan keras. Aku yang masih umur 10 tahun hanya bisa menangis melihat ibu yang udah pingsan penuh dengan darah. Usut punya usut, ibu pergi meninggalkan bapak membawaku masih balita. Ternyata selama ini aku bukan anak bapak, tapi anak selingkuhan ibuku. Itu membuat bapak menjadi gila."

Aeon jadi ingin menangis dan menunduk malu. Takut Indra enggak mau temanan sama dia lagi setelah mendengar kisahnya.

Aeon merasakan kehangatan dan tepukan di belakang punggungnya. Rasanya ingin sekali menumpahkan air mata sebanyak-banyaknya.

"Slurp... Maaf, ya, Mbak-mbak. Saya cuman terharu, Mbaknya kuat banget. Semoga Mbak bahagia selalu," kata Pak Supir sambil menyeka air matanya.

Aeon dan Indra bertatapan lalu ketawa, karena Pak Supirnya sampai keluar hingus dari hidung.

Aeon merasa lega setelah menceritakannya, senang Indra masih menganggapnya teman. Ia juga menceritakan pada Indra keluarganya sekarang adalah keluarga angkat.

Aeon dan Indra sudah sampai tujuan, ketika mobil taksi telah berlalu. Indra memuntahkan isi perutnya ke depan Aeon tanpa aba-aba.

"Indrawati! Dasar koplak," geram Aeon meninggalkan temannya cepat-cepat masuk ke rumah.

***
End

Tambah absurb, ya 😅 semoga endingnya masih bisa dipahami dan dinikmati. Salam Kaktus dari kimifah see you, semoga bisa ketemu dilain waktu dengan karya yang layak.

Teman Koplak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang