me after you

20 4 2
                                    

"Jadi. Menurut kamu status itu penting apa ngga?"

Tanya ku tagu-ragu. Mengingat wajah lucu nya ketika marah beberapa menit yang lalu.

"Kayanya kelewat deh. Tadi kata Google map nya belok kiri. Tapi kamu lurus terus" ujarku.

"Kiri kemana? Dari tadi aku ga liat belokan" jawab nya panik.

"Ngga tau. Tapi kayanya kita salah jalan"

"Iya sih. Jalan nya emang rada asing"

Dia terus melajukan motor matic nya. Jalanan berkelok, Matahari yang mulai terik, juga kita yang sama-sama ngga tau lagi dimana. Wajahnya mulai gusar, aku tau dia lelah.

"Keburu males ya? Kita puter balik aja ya? Ga usah ke tempat wisata itu. Mumpung belum jauh juga. Kita pulang aja. ya? " ujar ku selembut mungkin.

Wajahnya tampak frustasi. Dia menatap ku dari kaca spion. Sebelum akhirnya memutuskan untuk putar balik.

"Maap ya. Aku ga bisa baca map" ujarku yang dia balas dengan helaan nafas.

Setelah itu kita memutuskan untuk makan mie indomie kuah saja di pinggir jalan, ngga jauh dari tempat tujuan awal kita yang gagal.

...

"Status apa si?"

Dia menyeruput kopi nya. Lalu menghisap rokok yang baru saja dia nyalakan. Padahal aku inget betul ucapnya waktu itu. Yang dia bilang kalo dia sudah berhenti merokok. Yah.. kebiasaan emang susah hilang sepenuhnya ya?

Dia memberi isyarat agar aku memakai maskerku. Aku pun menurutinya.

"Ya status. Penting ga si menurut kamu?"

"Engga"

"Ko menurut aku penting ya?" ujar ku sedikit memelankan suara ku.

Dia menyahut tegas "buat ku status itu cuma satu. Pernikahan. Sudah"

"Terus. Selama ini kita ngapain?"

Tepat satu tahun di bulan februari ini aku mengenalnya. Selama itu pula aku bersamanya. Wajar bukan jika aku mulai bertanya maksud dari kedekatan ini apa?

"Kita ya kita. Sudah"

Aku menatapnya. Sebenarnya aku sudah ingin marah sekarang. Tapi sialnya aku mengerti maksud dari ucapan nya. Iya. Kita terlalu sama. Bahkan isi kepala dan ketakutan yang kita rasakan pun seperti nya sama. Hanya saja dia bukan tipe orang yang suka menjelaskan.

"Terserah" jawab ku pasrah.

Dia adalah Laki-laki paling cuek yang pernah aku temukan setelah ayah ku. Padahal sebelumnya nya dia ngga se cuek itu. Entah ini sekedar perasaan ku saja atau bukan. Tapi dulu aku yang justru sebih sering cuekin dia.

Aku inget banget waktu awal awal kita baru kenal. Dia sering banget dm aku. Sekedar reply story atau tanya info cuaca. Basa basi yang gampang banget buat di tebak. Yang meskipun dia tau balasan ku akan selalu tentang "iya" dan "ngga". Tapi dia ngga pernah capek buat terus ajak aku cerita.

"Di biarin kaya gini aja sampe waktunya tiba. Aku ngga pengen kalo kita terikat terus kita selesai. Kita nanti jadi asing. Aku ngga siap"

Sudah ku bilang kita terlalu sama.

"Aku boleh tanya lagi?"

"Boleh. Tanya apa?"

"Kamu kan tau kalo alasan kamu selesai sama masa lalu kamu itu... karena kamu cuek dan cewek itu capek? "

"Iyah. Terus"

"Terus. Kenapa kamu ngga berubah? Kamu ngga lagi sengaja bikin aku capek kan?"

Mungkin sebagian sikap cuek nya adalah salah ku. Dulu.. Dia sering sekali mengungkapkan perasaan nya pada ku, memberi ku kode kode kecil tentang perasaannya, tapi ngga pernah aku jawab.

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang