𝗕𝗮𝗯 1

21 3 2
                                    

Tiara's POV

Plak!

"Dasar anak tidak tahu diri! Dijaga malah lupa diri! "

Tamparan dan makian sudah menjadi makanan untuk ku, tatapan kebencian itu yang selalu menyambut di kala memasuki rumah.

Tak ada lagi cinta bagiku, tak ada kebahagiaan bagiku tak ada perhatian untukku.

Aku mengabaikan mereka yang mencaci maki diriku, sepertinya aku sudah mati rasa. Bahkan tamparan itu tidak terasa dipipiku.

Aku masuk ke bilik dan menguncinya, menatap diriku yang menyedihkan ini di dalam cermin.

"Apa aku tidak boleh membuat mereka bahagia?"

"Apa papa menyayangi ku?"

"Apa aku masih dianggap anak olehnya?"

Ribuan pertanyaan bersarang di dalam otakku, ingin rasanya aku berteriak meluahkan rasa sakit yang aku rasakan selama 5 tahun ini. Selepas kepergian mama tiada lagi kasih sayang aku rasakan.

Ya! 5 tahun aku dipulaukan dalam keluargaku sendiri. Selama itu aku tak pernah lagi mendapatkan perhatian dari papa.

Bahkan saat berkumpul dengan keluarga sebelah ayah pun aku tak pernah datang, bukannya aku menolak namun papa tak mahu mengajakku.

Aku membuka sedikit pintu bilikku, aku mendengar ketukan pintu dan aku melihat gadis cantik yang berumur di bawah usiaku.

"Assalamualaikum ma..pa..,Nesya pulang!."

"Waalaikumsalam sayang, kamu baru pulang? Kenapa tidak beritahu papa, boleh lah papa ambil."

Aku mendengarnya, dia saudara tiriku. Papa lebih memanjakannya, perhatiannya berbeza saat dengan aku.

Aku menutup kembali pintu bilikku, menangis di belakang pintu dan menutup wajahku dengan telapak tangan.

Sekuat tenaga aku menahan isak tangisan agar tak ada yang mendengarnya. Apakah ada lebih sakit daripada menangis dalam diam?

Aku kembali melihat diriku di depan cermin, menatap bekas tamparan papa yang masih memerah di pipiku.

Aku menggambil telefon di poket skirt ku. Menatap nanar nama disana, selama ini aku selalu bercerita tanpa jawapan.

Ku buka room chat mama, aku menekan pesan suara disana.

"Ma, papa tampar Tiara lagi. Tapi ini tidak sakit juga ma, kan Tiara kuat. Kata mama Tiara tidak boleh menangis kan? Tapi tidak boleh ma." Ucapku terisak.

Bodoh memang, aku telah mengirim pesan lebih dari seribu, namun tak kunjung mama membuka chatku. Aku bukan tak sedar atau tidak menerima hakikat yang mama dah tinggalkan aku, tapi dengan cara begini buat aku rasa kuat sedikit.

Papa jangan cakap lah, dia dah block nombor ku ibu dan saudara tiri ku pun block nombor ku.

Bahkan kawan-kawanku pun begitu. Kenapa aku merasa asing?

Ku raih cutter di bawah bantal tidurku, kaki jenjangku melangkah ke arah toilet.

Aku terduduk sambil menangis, ku mendorong cutter agar isinya keluar.

Ku gulung lengan bajuku, di sana sudah banyak luka yang sudah mengering. Ini bukan kali pertama aku melakukannya, bahkan sudah sangat sering.

Ku goreskan cutter ke lenganku, aku membuat pola garis-garis disana, aku masih cukup sedar agar aku tidak menggores nadiku. Aku masih takut untuk mati.

𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐮𝐬𝐧𝐚𝐡Where stories live. Discover now