Prologue

1.4K 159 17
                                    

Genta Baskara tidak pernah pusing menjawab pertanyaan "mau kuliah dimana?" oleh orang-orang yang penasaran akan kemana ia melanjutkan pendidikan. Baginya, yang sudah bertunangan jauh sebelum penasaran dengan konsep pacaran, masa depan sudah diputuskan oleh orang tua. Dia akan berada di tempat tunangannya berada.

Itulah mengapa tidak ada seorang pun di keluarga yang terkejut ketika Genta memilih universitas tempat tunangannya mengajar sebagai kampus impiannya. Jurusan bisnis di Universitas Nasional Herucakra adalah tempat Genta berniat melanjutkan sekolah. Di mana seorang pria bernama Arga Rajendra, yang memiliki cincin pertunangan di jari manisnya mirip dengan yang Genta pakai sekarang, ada. Sesederhana itu.

Semua orang tampaknya baik-baik saja dengan keputusan tersebut. Bahkan, terlihat bahagia. Tidak hanya sekali dua kali Genta memergoki ibu dan calon ibu mertua sedang berbisik-bisik di belakang punggungnya, berbagi gemas begitu menyadari kedua anak mereka akan satu kampus seperti tokoh utama drama-drama romantis di televisi. Pikiran itu membuat Genta tersipu juga, membayangkan begitu banyak adegan klise yang mungkin bisa terjadi padanya dan sang tunangan kelak apabila mereka satu universitas.

Bayangan yang langsung buyar pula seketika, begitu Genta melihat reaksi Arga.

"Di mana?" pria yang akhirnya menunjukkan batang hidung untuk mengambil minum di dapur, padahal Genta sudah tiba di rumahnya dua jam yang lalu, mengangkat salah satu alisnya ketika tak sengaja menangkap buntut pembicaraan Genta dan orang tua mereka.

Dengan malu-malu dan setengah takut—Arga selalu terlihat mengintimidasi meski perbedaan usia mereka hanya terpaut lima tahun—Genta mengulangi informasi yang baru saja diberitahunya kepada calon ibu mertua. “Aku diterima di Universitas Nasional Herucakra.”

Pria berpandangan tajam itu tidak segera menanggapi. Dia hanya diam selama beberapa detik dengan tatapan intens terhunus kepada sang tunangan. Auranya saat ini membuat tak satupun orang di ruangan itu berani angkat suara. Saat Arga hendak berbicara, ia meletakkan gelas yang bahkan belum ia minum. Nadanya sedingin es. “Kamu sadar 'kan, aku mengajar di sana?”

"Sadar." Dengan jantung yang mulai berpacu dua kali lebih cepat, Genta menjawab, berusaha terdengar berani. "Aku ingin kuliah di tempat Kak Arga ngajar."

"Kamu ingin aku dipecat dari  pekerjaanku?"

"... Kak?"

Arga menarik napas dalam-dalam. Seolah menjawab pertanyaan sederhana dari tunangannya sangat melelahkan. Genta tidak mengerti mengapa pria yang lebih tua tersebut bereaksi begitu. Cara dia memandang Genta sekarang menggambarkan kekesalan yang amat sangat. "Dosen dilarang kencan dengan mahasiswanya."  Kata Arga. Penuh tuduhan. “Di Amerika, bahkan ada aturan seperti itu dan dosen yang terlibat berakhir di penjara."

Genta mengerjap pelan. "Tapi kita ... tunangan."

Arga terlihat ingin mengeluarkan argumen untuk menanggapi ucapan tunangannya. Hanya untuk dipotong cepat oleh ibunya sendiri. "Ayolah, Arga. Jangan terlalu kasar pada tunanganmu. Bukannya kalian berniat berpegangan tangan di lorong kampus dan berciuman, 'kan? Tidak ada yang akan tau dan melaporkannya ke rektor kalau kalian tidak mencurigakan."

Genta menyadari bahwa apa yang dikatakan Bu Rajendra hanya untuk menggoda. Beliau mungkin berpikir, ucapannya bisa mencairkan suasana. Sama sekali tak sadar, apa yang terlontar dari bibir wanita paruh baya itu justru membuat ekspresi Arga semakin kelam.

"Terserah." Tanpa jadi minum, Arga meninggalkan dapur. Kembali bersembunyi di kamar tidurnya. Tidak menampakkan wajahnya lagi hingga Genta memutuskan untuk pulang.

Sepertinya, satu-satunya yang tidak senang dengan keadaan ini adalah Arga Rajendra sendiri.

Tunangan Genta Baskara.

DOUBLE STATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang