ABEL
Yeyyy!!! Hari ini hari Sabtu. Akhirnya, gue bebas juga dari
yang namanya sekolah. Lagian, gue capek kalau sekolah terus.
Sekarang pukul berapa, sih? Oh, baru pukul delapanan. Gue
bingung sepagi ini mau ngapain aja. David juga kayaknya
belum bangun. Apa gue jalan-jalan di taman kompleks
aja kali, ya? Baru pukul delapan, berarti gue masih bisa menghirup udara segar. Oke, gue ganti baju dulu. Ya kali, gue
jalan-jalan masih pakai baju tidur. Gue memutuskan untuk
pakai polo shirt dan celana jins selutut. Habis keluar kamar,
gue langsung masuk ke kamar David buat bangunin dia."Dav, bangun dong!!!" kata gue.
"Apaan sih, gue masih mau tidur!" balas David yang masih di dalam balutan selimut.
"Bangun, temenin gue jalan-jalan!!!"
"Itu! Udah ada yang nemenin lo! Di belakang lo ...."
Refleks, gue nengok ke belakang. Apaan sih David! Nggak
ada orang juga. Ish. Nggak ada orang. Berarti ...."DAVID, LO JANGAN NAKUTIN GUE, PLEASE!"
"Lagian lo rusuh banget, sih!" kata David dengan santai,
lalu ia akhirnya keluar dari selimutnya dan sekarang beresin
kamar. Gitu kek dari tadi."Cepetan temenin gueeeeee!!!"
"Udah dibilangin, di belakang lo udah ada yang nemenin
lo tiap hari, dih!""Udah dibilangin, gue maunya ditemenin sama lo aja.
Gue nggak mau sama yang nggak ada wujudnya, nggak jelas
banget sih!" ujar gue."Wah, Bel. Jangan gitu lo. Marah tuh 'dia'-nya. Mukanya
udah berubah jadi serem gitu lagi, Bel." Gue langsung nutup
mulut gue. Dalam hati, gue merutuki diri gue sendiri, kenapa
gue bisa ngomong kayak gitu."Dav, jangan gitu, lah. Sumpah, gue jadi takut, kan," kata
gue sambil merinding nggak jelas."Dav, kok rambut gue kayak ada yang narik-narik gitu,
sih?" tanya gue bingung."Awww!" Kali ini rambut gue yang dikucir pony tail ditarik
kenceng banget. Sakit banget."Hm. Sebenernya, 'dia' lagi narik-narik rambut lo. Dia
marah gara-gara lo ngomong gitu," jawab David dengan ragu."Dav, lo bilangin, dong. Jangan narik-narik rambut gue
lagi. Please. Maafin saya 'Mbah'. Saya nggak bermaksud
apa-apa, kok ...," gue memohon. Akhirnya, David pun
"berkomunikasi" dengan "dia" biar nggak narik-narik rambut
gue lagi."Masih berasa ada yang narik-narik, nggak?"
"Ngg, udah nggak ada, sih. MAKASIH, DAVIIIDDD!!! LO
EMANG SAHABAT GUE YANG PALINGBAIK!!!"*****
ABEL
"Bel, lo jalan yang cepetan dikit kenapa?" Sekarang gue sama
David udah ada di taman kompleks. David dengan semangat
'45-nya berlari-lari kecil di sepanjang jalan. Sementara gue
cuma jalan biasa, itu pun gue nggak niat. Padahal, gue yang
ngajak dia."Duh, gue masih kepikiran yang tadi tahu, nggak,"
sungut gue ke David. Gila, serem banget, narik-narik rambut
gue gitu. Kalau "dia" berbuat yang lebih parah gimana?!"Yaelah, Bel. Nggak usah dipikirin lagi. Lagian 'dia' juga
nggak ikutin lo lagi," kata David yang mencoba menenangkan
pikiran gue. Tapi, sekarang giliran jantung gue yang nggak
tenang. David merangkul pundak gue, Saudara-Saudara."Ya, tapi kan, serem. Gila. Ah, udahlah biarin aja, udah
lewat ini.""Nah, gitu dong," kata David lalu mengacak-acak rambut
gue. "Oh iya, hari ini Axel, Finn, sama Steven mau nginep di
kos," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone In Jakarta
Teen FictionDi mata Abel, David adalah cowok sempurna. Dia ganteng, populer, meski tengil tetapi baik, dan selalu berada di sisi Abel. Tiap David memandangnya, Abel selalu berharap rona merah di pipinya tidak ketahuan oleh David. Apalagi saat David menyentuhnya...