ABEL
"And I'm stuck in the friend zone again and again."
Ah, bener-bener deh, kata-kata ini nyindir gue banget. Itu salah satu lirik yang ngena banget di gue, lagunya 5SOS judulnya "Heartbreak Girl". Lagunya enak banget. Tapi, liriknya itu loh.
Ngomong-ngomong tentang friend zone, gue udah lama suka sama David. Hmmm .... Dari kelas berapa, ya? Mungkin kelas 7. Waktu itu gue pikir cuma suka-sukaan biasa. Ternyata, makin gue bertambah umur, semakin bertambah juga rasa suka gue kepada David. Semenjak itu, gue berusaha buat nutupin rasa suka gue kepada David. Gue nggak mau rasa egois gue makin bertambah. Jadi, mending gue simpan aja. Coba aja, ada lomba "menutupi perasaan suka", dijamin pasti gue ikut deh.
"Bel, lo kenapa sih dari tadi diem aja?" tanya David yang lagi fokus nyetir. Kami berdua lagi dalam perjalanan ke sekolah.
"Hah? Nggak kok.""Lo kalau mau cerita, cerita aja ke gue. Siapa tahu gue bisa bantu," Gue nggak bisa cerita ke lo. Masa gue cerita tentang perasaan gue ke lo, orang yang gue suka.
"Nggak bisa, Dav," gumam gue tanpa sadar.
"Loh? Kenapa nggak bisa, Bel?"
Aduhhh!!! Mulut gue gimana, sih!!! Masa gue bisa ngomong gitu. Untung aja suara gue kecil. Kalau gede. Duh, mati gue matiii!
"Nggak kok, nggak. Cuma asal ngomong, kok, gue."
"Yaelah, lo gimana sih," sungut David.
"Dav."
"Hm?"
"Dav ...."
"Apa?"
"Da—"
"Apaan sih lo, Bel? Nge-fans lo manggil-manggil gue?"
"Dih, nggak usah ge-er lo! Gue pengin manggil lo aja, kok. Hehehe ...," kata gue sambil cengengesan.
"Cih, bilang aja lo nge-fans sama gue. Eh, turun, udah sampai nih."
"Nggak nge-fans! Enak aja lo," jawab gue sambil beranjak turun. Setelah kami turun dari mobil, dengan santainya David ngerangkul pundak gue. Dia nggak tahu apa ya, jantung gue, dan .... Oh! Pipi gue pasti sekarang ikut-ikutan merah. Terpaksa gue jalannya agak nunduk. Ah, nyebelin lo, pipi.
"Lo kenapa, sih? Dari tadi nunduk terus." Itu gara-gara lo ngerangkul gue. Padahal ya, sebelum gue suka dia, malah dia kadang cubit-cubit pipi gue dan masih banyak lagi. Tapi, gue biasa aja tuh. Nggak kayak sekarang.
Oke, gue mulai curhat lagi.
"Nggak apa-apa kok, gue takut tali sepatu gue tiba-tiba lepas, nanti gue jatuh lagi," dusta gue dengan asal. Agak nggak masuk akal, sih. Tapi, ya udahlah ya.
"Kalau lo jatuh, ya, gue tangkeplah nanti. Jadi, lo nggak perlu takut," kata David sambil mengulum senyum yang bisa bikin gue dan cewek-cewek lain melting.
Lo yakin bakal nangkep gue? Bahkan, di kenyataannya, lo sama sekali nggak sadar kalau gue udah jatuh terlalu dalam sama lo. Lo itu terlalu nggak peka, Dav.
"Ya, ya. Terserah lo aja," jawab gue setelah back to earth.
"Bel, gue ke kelas dulu, ya! Lo yang rajin belajarnya."
"Okeee, lo juga jangan mikirin gue terusss!!!" sahut gue dengan mengacungkan dua jempol gue.
*****
DAVID
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone In Jakarta
Fiksi RemajaDi mata Abel, David adalah cowok sempurna. Dia ganteng, populer, meski tengil tetapi baik, dan selalu berada di sisi Abel. Tiap David memandangnya, Abel selalu berharap rona merah di pipinya tidak ketahuan oleh David. Apalagi saat David menyentuhnya...