02

103 24 7
                                    

HAPPY READING!!!

*****

Fiki dan Qeela sampai di depan café setelah ganti baju di rumah, hari-hari mereka selalu membantu mamahnya mengelola café walaupun seharusnya café ini sudah dikelola oleh Rania, pacar Shandy. Haja saja karena Rania akan menemph pendidikan di luar negeri jadi café dialihkan ke Rima. Selain membantu mengelola café, Rima juga masih menjalankan usaha cateringnya untuk menjaga perekonomian keluarga apalagi ia seorang single mother 3 anak.

Turun dari motor, Qeela langsung masuk ke dalam café terlebih dahulu tanpa menunggu kakanya, Fiki. Baru saja melepaskan helm, belum sempat turun dari motor tiba-tiba terdengar dering dari sakunya. Dengan sigap ia mengambil untuk melihat siapa yang menelponnya.

Aji???

"Ngapain nih anak nelpon, apa ga liat gue segede ini di depan café," dumelnya saat melihat nama Fajri terpampang di layar gawainya sembari sesekali melihat ke arah dalam café. Di dalam pikiran seorang Fiki saaat ini Fajri sudah di café karena tadi di rumah sepi tidak ada orang.

"Napa lo nelpon, gue udah di depan bentar lagi juga masuk," cerocos Fiki.

"Lo jangan masuk dulu, tolongin gue di kantor polisi," lirih Fajri dari sebrang sana membuat Fiki terkejut.

"Buset ngapain lo disana? Jauh amat main lo," jawab Fiki dengan santainya megira Fajri sedang bercanda.

"Gue ga bercanda Fik, kalau ngga percaya noh liat," Fajri langsung merubah telponnya menjadi VC.

"Eh lo kenapa Ji?" panik Fiki saat itu juga.

"Panjang deh ceritanya, yang penting lo kesini,"

Fiki mengangguk, "Oke oke gue kesana sekarang,"

"Eh jangan bilang mamah!" pesan Fajri sebelum mematikan telponnya.

Dengan cepat Fiki langsung meluncur ke kantor polisi untuk menemui Fajri tanpa pamit kepada Rima terlebih dahulu.

"Bang biasanya kalau ada masalah-masalah kaya gini lo yang ngurusin, nyelesain," batin Fiki saat diperjalanan teringat sosok kaka sulungnya.

***

Keadaan di kantor polisi lebih tepatnya diruangan Fajri berada nampak hening dan belum ada obrolan dimulai, ini karena masih menunggu kedatangan orang tua/wali Fajri.

"Permisi pak," sapa Fiki saat baru saja sampai.

"Anda siapanya saudara Fajri?" tanya pak polisi yang sedang duduk di hadapan Fajri.

"Saya adiknya pak," jawab Fiki dengan lantang hingga membuat Fajri menoleh ke arahnya.

Sampai saat ini Fajri masih speechless saat Fiki atau Qeela mengatakan itu, masih tidak menyangka sekarang ia menjadi seorang kaka. Apalagi tiba-tiba menjadi kakanya Fiki, yang dulunya adalah sahabatnya sendiri dan seumuran lagi.

"Anda sendirian? Tidak ditemani orang tua?" tanya lagi pak polisi, mungkin karena melihat Fiki masih seumuran dengan Fajri.

"Abang kita sedang menuju kesini Pak, sebentar lagi juga sampai,"

Fajri mengernyitkan dahinya, abang? Ia tidak tahu siapa yang dimaksud Fiki, ia sempat berfikir Ricky hanya saja tidak mungkin karena Ricky sedang di Bandung.

Polisi tersebut mengangguk, "Silahkan duduk!"

"Emang kita punya abang?" bisik Fajri ke telinga Fiki yang baru saja duduk disampingnya.

"Atau jangan-jangan lo bayar orang buat jadi abang kita ya? buat jadi wali gue gara-gara gue tadi ngelarang lo bilang ke mamah," bisik lagi Fajri.

"Gue ga sekaya itu buat nyewa orang, yang ini gratis," jawab Fiki ditelinga Fajri disertai dengan tawa kecil.

MENEMBUS LABIRIN KACATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang