03

142 24 4
                                    

HAPPY READING!!!

*****

Berjalan dari parkiran sampai ke kelasnya, Fajri menjadi objek perhatian para siswa karena memar-memar di mukanya hingga berulang kali membuatnya jenuh dilihatin. Bahkan sesekali terlontar juga pertanyaan 'Lo kenapa Ji?' dari orang-orang di sekolah yang berteman atau mengenal Fajri. Tidak ada jawaban selain senyuman atau kata 'Gapapa' yang keluar dari mulut Fajri.

"Emang memar gue keliatan banget ya Fik, dari tadi pada ngeliatin gue?" tanyanya pada Fiki.

Fiki mengangguk, "Ada perubahan-perubahan kecil aja kadang orang langsung tahu apalagi kayak lo sekarang yang jelas sekali keliatannya. Di muka lagi, objek yang menjadi pusatnya pandangan orang."

Baru sampai diambang pintu kelas, Fajri sudah menduganya akan seperti apa reaksi orang-orang di kelasnya. Ya, melihatnya dengan tatapan serius. Salah satunya Fenly, Fajri juga tahu apa yang akan keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Lo kenapa Ji?" celetuk Fajri saat sampai di tempat duduknya melihat Fenly menatapnya dengan tatapan tajam penuh tanda tanya dikepala.

"Lo pasti mau bilang itu kan ke gue?" lanjut Fajri sembari merebahkan tubuhnya ke kursi.

Fenly hanya menyengir mendengar Fajri yang sudah peka, "Nih gue jawab, GU E GA PA PA!" jawab Fajri penuh penekanan di setiap suku katanya.

"Tapi...,"

Fajri menempelkan jarinya ke mulut Fenly agar tidak banyak bicara dulu pagi ini, "Shutt. Lo bisa kan tunda cerewet lo dulu, setidaknya sampai nanti pas jam istirahat. Gue pusing Fen,"

Fenly langsung diam dan mengangguk paham, mungkin memang sahabatnya perlu waktu buat cerita dan kelihatannya juga dia lagi banyak pikiran. Fenly melanjutkan membaca bukunya dan membiarkan Fajri membaringkan kepalanya di atas meja.

Fajri masih dihantui rasa bersalah terhadap Rima karena berbohong, padahal ditengah kesibukannya bangun pagi menyiapkan catering dan sarapan, Rima masih menyempatkan membuat bubur khusus untuknya karena sakit gigi. Yang pada kenyataannya sakit gigi hanyalah kebohongan belaka untuk menutupi memarnya.

***

Hal yang sama juga masih terjadi saat pulang sekolah, seluruh pasang mata tertuju pada Fajri. Namun, dibalik itu semua ternyata hanya Zweitson yang belum menyadari keadaan sahabatnya karena seharian ini belum bertemu dengan Fajri.

Itulah mengapa Zweitson heran saat mereka berempat jalan bareng pulang sekolah banyak pasang mata tertuju pada mereka, lebih tepatnya Fajri.

"Kenapa orang-orang pada ngeliatin kita dengan tatapan kek gitu? Aneh banget!" gerutu Zweitson merasa aneh melihat tingkah orang-orang.

Fiki tertawa pelan saat mendengar ucapan Zweitson, sahabatnya itu ternyata terlalu percaya diri banget merasa dilihatin.

"Ngapain lo ketawa Fik?" tanya Zweitson.

"Lo sih aneh, semua orang bukan ngeliatin kita tapi ngeliat muka Aji," kali ini Fenly yang bicara.

Sontak langsung membuat Zweitson menoleh ke arah Fajri dan mengamati seluruh bagian wajah Fajri, matanya membulat lebar saat sudah tahu dimana letak permasalahannya yang berhasil mencuri perhatian orang-orang.

"Kenapa? Lo juga mau ikutan nanya," sosor Fajri.

"Lo kenapa Ji?" lanjutnya lagi menirukan gaya bicara Zweitson.

"Mending gausah ikutan deh, lagi males gue,"

Belum sempat bertanya, Zweitson langsung mengurungkan niatnya setelah mendengar ujaran Fajri.

MENEMBUS LABIRIN KACATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang