0 1

12 1 0
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Syamera Lintang Pradipta bin Zovan Pradipta dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang sebesar dua puluh juta dan emas senilai 40 gram dibayar tunai."

"Sah?"

"Sah!"

𓂃 ࣪˖❃ ࣪˖ 𓂃

Ugh!

Pening, rasa tak nyaman Syamera rasakan tatkala membuka mata setelah tidur panjangnya. Aroma khas serta ruangan yang terasa sangat asing menyapa indra miliknya.

Syamera menoleh mengedarkan pandangan dengan pelan, jantungnya berdetak tak karuan, merasa asing saat menyadari dia sendirian di ruangan putih ini.

Tempat apa ini? Apakah dia menjadi korban malpraktek?

"Shhh..." terlalu banyak berpikir membuat kepala Syamera merasa sangat sakit. Ia kesakitan sekaligus ketakutan, berniat bangkit untuk mencari tahu tetapi tenaganya tidak cukup kuat untuk membuat tubuhnya bangkit. Jangan kan bangkit, menggerakkan jari saja harus ia lakukan dengan susah payah. Efek tidur panjang membuat tubuh Syamera merasa kaku.

Jantungnya kembali berdentum kuat tatkala pintu ruangan terbuka. Syamera menoleh dengan cepat dan itu membuat lenguhan sakit lolos dari bibir cantiknya.

"Sya."

Di dekat pintu, seorang lelaki yang tidak ia kenali menatap Syamera dengan tubuh kaku dan pandangan terkejut.

"T-tolong...." ucapan Syamera membuat Kanaka tersadar dari keterkejutan. Mendengar suara minta tolong gadis itu lantas membuat Kanaka menekan tombol di atas kasur Syamera.

"Pelan-pelan dan jangan banyak gerak. Lo baru bangun." Dengan telaten Kanaka membantu Syamera membenarkan posisi tidur gadis itu agar nyaman.

"Lo, kenapa gue di sini? Dan lo si-"

Cklek!

"Tunda dulu ya, Lo harus diperiksa." Mau tidak mau Syamera menurut. Seorang dokter dengan didampingi seorang suster mendekati ranjang Syamera.

Mereka langsung melakukan beberapa pemeriksaan. Syamera menurut saja saat diminta untuk membuka mulut dan saat matanya di sorot dengan senter. "Dik Syamera, apakah ada keluhan?"

"Kepala saya sakit, dok," jawab Syamera jujur, diantara semua rasa sakit. Ia paling merasakan sakit di area kepala.

"Apakah dik Syamera mengenal pemuda ini?" Dokter itu justru bertanya membuat Syamera menatap Kanaka. Gadis itu terdiam sejenak, kemudian menggeleng. "Memang dia siapa saya dok? Kerabat?"

Sang dokter tersenyum, tetapi di balik senyumnya tampak memikirkan sesuatu. Kemudian menatap Kanaka yang juga menatapnya dengan pandangan penasaran. "Seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya ada kemungkinan bagi dik Syamera mengalami amnesia. Untuk kejelasan lebih lanjut saya akan melakukan rontgen, nanti akan ada suster yang kembali untuk membimbing dik Syamera melakukan pemeriksaan."

Mengerti, Kanaka mengangguk. "Baik dok."

Kemudian dokter bersama suster keluar dari ruangan. Syamera yang tidak paham lantas menatap pemuda di sampingnya bingung. "Maksud nya apa?"

Kanaka terdiam. "Lo ga ingat gue?"

Syamera menggeleng, memberikan jawaban yang sama dengan sebelumnya bahwa dia sama sekali tidak mengenali Kanaka bahkan tidak ingat. Kepalanya sakit apabila dia gunakan untuk berpikir terlalu keras.

Kanaka mengembuskan napas, membenarkan letak selimut Syamera. "Ga usah dipikirkan, tidur nanti mama dan papa akan kesini."

Daiva mengangguk, memilih menutup mata tanpa banyak protes. Kepalanya sakit dan ia butuh istirahat.

HELIOTROPE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang