Bab 5: Benang merah

23 5 0
                                    

Tok tok tok

Suara ketukan pintu berhasil membuat Arka mengalihkan perhatiannya. Matanya beralih menatap pintu hitam kamarnya.

"Nak, mama boleh masuk?" Suara lembut itu mengalun memecah keheningan malam di kamar pria tampan itu.

"Masuk ma, pintunya tidak Arka kunci."

Hera melangkah masuk menembus temaram malam kamar sang putra. Ia tersenyum lembut seraya mendekat. Hera tahu sang putra pasti masih bingung dalam mengambil keputusan, maka disinilah Hera.

"Apa mama mengganggu?" Tanya Hera lembut. Tubuhnya ia bawa duduk ditepi ranjang king size milik sang putra. Matanya masih setia menatap sang putra yang duduk di kursi kerjanya.

"Nak..." Panggil Hera sekali lagi.

"Ah i-iya, ma. Maaf, tadi mama tanya apa?" Tanya Arka gelagapan persis seorang anak kecil yang ketahuan mengambil permen coklat.

Hera tersenyum lembut sembari menggelengkan kepalanya samar. Ia seperti melihat putra kecilnya kembali, sangat menggemaskan.
Dengan gerakan pelan Hera mendekat. Tangannya menyentuh puncak kepala Arka, kemudian telapak tangan itu mulai bergerak seduktif dimana, mengelus lembut surai hitam itu penuh sayang.

"Arka kenapa?"

Tanpa menjawab Arka justru menyodorkan ponselnya pada sang mama.

"Bagaimana menurut mama?" Tanya Arka lembut.

H

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


H

era terpaku sesaat, matanya melebar menatap foto pada ponsel sang putra. Belaian pada surai hitam Arka pun sempat terhenti untuk sekian detik. Namun di detik setelahnya, Hera tersenyum lembut. Matanya setia teduh menatap foto itu dan sang putra bergantian.

"Bagaimana menurut Arka? Arka suka?"

"Kenapa jadi mama yang tanya Arka?"

Hera terkekeh sesaat, ia kemudian menarik sang putra untuk berpindah duduk di atas ranjangnya. Keduany saling berhadapan dengan tangan kanan Hera yang mengelus lembut rahang tegas Arka.

"Karena bagi mama yang terpenting adalah kebahagiaan kamu sayang. Kalau Arka suka sama dia, mama pasti akan mendukung kamu."

"Jadi.."

"Arka tidak tahu ma, hanya saja Arka merasa dia pria yang baik dan luar biasa. Ada hal yang membuat Arka terpesona bahkan saat Arka hanya melihat fotonya." Jelas Arka pelan. Ia menunduk sambil sesekali memainkan ponselnya.

Arka mungkin seorang kapten yang sangat disegani di militer, namun ketika sampai di rumah, Arka tetaplah seorang anak bagi kedua orang tuanya. Anak yang akan terus dimanja dan di limpahi kasih sayang sampai kapanpun itu.

"Namanya Dikta kan?" Tanya Hera tiba-tiba.
Arka menegakkan kepalanya, ia menatap bingung dan juga kaget pada pertanyaan sang mama yang tentunsaja benar jawabannya.

"Bingung ya?"

"Dikta itu salah satu donatur tetap di yayasan mama. Dia selalu datang berkala setiap bulannya. Salah satunya untuk membacakan dongeng untuk anak-anak panti asuhan."

"Dia anak yang baik, dia juga mandiri dan dewasa. Arka pasti akan langsung suka jika nanti sudah sempat bertemu dan mengobrol dengannya."

Arka masih mencoba mencerna setiap kalimat yang mamanya ucapkan. Ia masih saja bingung bagaimana mungkin semesta dengan sengaja menarik benang merah antar keduanya. Ia pun tidak pernah menyangka jika takdir tuhan akan semudah ini mempertemukan mereka.

"Jangan terlalu banyak berpikir, nak. Arka sekarang istirahat ya."

"Good night, sayang."

"Night too, ma."

SILLAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang