Bab 6: Second meet

35 5 0
                                    

📍Cafe Sudut
(Rabu, 6 Januari 2021)


Dikta merenggangkan otot-ototnya sejenak. Ia melirik sekilas ke seluruh penjuru cafe tempatnya berdiam. Cafe ini tidak cukup besar, hanya sebuah ruko kecil yang tersembunyi di antara gedung-gedung tinggi dengan gaya modern.

Letaknya yang terhimpit di antara tingginya besi dan kaca membuat cafe ini selalu ramai di jam istirahat. Seperti sekarang ini, hampir seluruh kursi pada area cafe ini penuh akan pengunjung.

Beberapa di antara mereka hanya sekedar makan siang. Sebagian sibuk bercanda dan sebagian lagi sibuk dengan pekerjaan mereka.

Di sisi sudut cafe sebelah kiri tampak jelas seorang wanita tengah melamun, entah karena apa yang jelas Dikta bisa melihat bahwa hari ini tidak berjalan baik untuk wanita itu. Sedang di sudut yang lain terlihat sepasang remaja yang ia yakini tengah dimabuk asmara. Di sisi lainnya lagi, nampak seorang gadis berusia sekitar tujuh tahun bersama seorang wanita yang ia yakini adalah sang mama. Keduanya tertawa bersama, saling menyuap Opera cake dengan senyum yang tidak pernah luntur.

Ya, menjadi seorang novelis membuatnya suka memperhatikan hal-hal di sekitar. Perubahan mimik muka seseorang, perubahan perilaku ataupun suasana hati. Dikta terlalu khatam dengan hal-hal seperti itu.

Matanya kembali berfokus pada laptop di hadapannya. Helaan nafas kasar terdengar berulang kali. Dikta kembali melabuhkan jemarinya pada keyboard di hadapannya.

Hahhhhh

Hampir setiap hari Dikta menghabiskan waktunya untuk mengetik naskah atau sekedar berdiam diri disana. Melihat lalu-lalang jalanan yang padat, menatap langit siang yang cerah dan mengagumi kanvas langit ketika senja tiba. Semuanya sempurna. Ditambah dengan segelas americano atau caramel macchiato. Life is perfect. Setidaknya hari ini.

Belum sempat jemarinya menyelesaikan kalimat pada naskahnya, seseorang lebih dulu menginterupsi kegiatannya.
"Permisi, boleh saya duduk disini? Sudah tidak ada kursi kosong yang tersisa."

Sebuah kalimat berhasil mengalihkan atensi Dikta dari layar laptop yang berisi puluhan ribu kata di hadapannya.
Matanya mengerjap lucu, bibirnya sedikit terbuka. Ia menatap lelaki jangkung yang kini berdiri di sisi mejanya.

Pria dengan rahang tegas dan sorot mata tajam, dengan tinggi sama dengannya, celana jeans belel dan kaos polo navy yang melekat sempurna pada tubuh atletisnya, benar-benar sempurna.

Astaga

Dikta menggelengkan kepalanya samar, mengusir bayang indah pria di hadapannya. Kemudian matanya menyapu seluruh ruangan cafe itu. Benar, tidak ada kursi kosong yang tersisa.
Tersadar jika ia terlalu lama terpaku pada wajah tegas itu, Dikta lantas bersuara dengan lembut.

"Silahkan, kamu bisa duduk disini." Ucap Dikta lembut. Senyum turut terbit dari bibir itu.

"Terimakasih."

Beberapa menit berlalu, tak ada satu patah kata pun yang muncul dari bilah bibir keduanya. Keduanya membisu, pikiran keduanya berpetualang entah kemana.

Dikta mulai melanjutkan aktivitasnya, matanya fokus menatap laptop di hadapannya. Buku-buku jurnal mengenai kesehatan tertata rapi di sisi kirinya. Serta ada secangkir caramel macchiato yang masih mengepul di sisi kanan laptop. Bibirnya mulai bergumam lirih, entah menyenandungkan lirik lagu atau tengah membaca ulang naskah miliknya.

Kesibukan yang Dikta lakukan membuatnya tidak sadar jika pria di sebelahnya sedari tadi sibuk mencuri pandang padanya.

Kedua sudut bibir Arka terangkat secara perlahan melihat pria manis di sisinya sedikit cemberut dan kebingungan. Arka dapat mendengar pria itu tengah menggerutu. Bibirnya mengerucut dan alisnya terkadang menukik tajam. Sepertinya pria di sisinya tengah kesal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SILLAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang