3. Alam Baka atau Mimpi

77 35 51
                                    

Kabut tebal hitam menyelimuti sekeliling, membatasi pandangan. Kiri-kanan hanya
ada kabut sejauh mata memandang. Tak ada suara selain deru nafas seorang gadis yang memburu ketakutan.

"Di mana ini?" bisik Aliva menoleh ke kiri-kanan, suaranya terdengar panik
dan kebingungan.

"Ibuuuu!"

"Bapak!"

Gadis itu berteriak ketakutan memanggil  kedua orangtuanya. "Kalian dimana?"

"Tolong Aliva! Aliva takut!" teriaknya
suaranya bergetar, penuh kepanikan. Kegelapan mendekamnya, seolah menelan semua cahaya, meninggalkan kabut hitam yang menakutkan.

"Ibuuu!"

"Bapak!"

" Huhuhu ... Aliva takut!"

"Kalian di mana?"

"Ini di mana?''

"Toloooong!"

Aliva berteriak sekeras-kerasnya dengan
suara gemetar. Namun, hanya ada pantulan suaranya yang kembali menggema membuat gadis itu semakin kebingungan dan ketakutan. Tangisannya yang sedari
tadi pun kian histeris. Apakah ia sudah
mati dan ini adalah alam baka?

Jika benar, sungguh ia celaka. Berlumuran dosa dan seketika itu mati. Tak ada kesempatan untuk memperbaiki diri atau meminta ampun pada sang ilahi dan kepada orang-orang yang pernah ia sakiti. Terutama pada orang tuanya. Sungguh malang nasibnya!

Dia memeluk tubuh ringkihnya sendiri dengan tangisan yang meluap deras hingga kedua pundaknya menggigil hebat.

"Tolooong!" teriaknya serak.

Namun, tiba-tiba sekelilingnya terdengar lantunan seorang wanita membaca Al-Qur'an dengan begitu lembut dan khas. Siapapun yang mendengar akan merasa tenang
dan damai.

"Si- apa itu?" tanya Aliva terbata. Suara itu semakin jelas mengalun lembut di telinganya.

***

Jari-jemari Aliva bergerak kaku, sementara wanita yang duduk di sisi ranjang tetap fokus membaca Alquran ditangannya hingga selesai. Tanpa sadar ia telah berhasil menyadarkan gadis itu dari alam bawah sadarnya.

"Shadaqallahul adzim ... Alhamdulillah," desis wanita itu sembari mencium buku di genggamannya lalu menyimpan kedalam tasnya, kemudian menoleh pada gadis
yang berbaring lemah di ranjang.

Matanya melebar. "Alhamdulillah ya Allah!" serunya bergegas bangkit dan memanggil
dokter untuk mengecek keadaan gadis itu, setelah melihat ada sedikit gerakan jari jemari Aliva, menandakan mungkin pasien akan bangun dari tidur panjangnya, gadis itu sudah tiga hari tak sadarkan diri. Koma.

Pintu terbuka dan masuklah dokter bersama beberapa perawat. Di luar ruangan, si wanita bercadar menunggu dengan sabar.

Tak lama kemudian, dokter keluar untuk memberitahu keadaan Aliva yang sedikit
ada perubahan.

***

"Nak, kamu di mana?" gumam Annisa menatap pintu, mengharapkan kedatangan Aliva. Matanya bengkak, hidungnya merah, dan wajahnya sayu akibat terlalu banyak menangis dan kurang tidur. Perasaan gelisah merayap di hati Annisa, naluri keibuannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya.

Hijrah Aliva Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang