Shun's Side [ Part 1 ]

322 58 34
                                    

Kabut dan hawa dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kabut dan hawa dingin. Dua hal yang saat ini bisa kulihat dan kurasakan dalam perjalanan menuju panti. Juga, hal yang memaksaku mengenakan syal, celana jins serta kemeja flanel sebagai baju luaran menutupi kausku. Ini pasti karena hujan lebat tadi malam, hingga aku harus mendapati suasana pagi yang lembab seperti ini. Membuatku menggosokkan telapak tangan beberapa kali demi mencari kehangatan. Namun ini masih terasa kurang. Aku pun berlari kecil agar mencapai panti lebih cepat. Setidaknya aku tahu, ada sesuatu yang bisa menghangatkanku di sana.

Dan tepat seperti dugaan, dapur panti sudah bernyawa karena satu sosok yang begitu rajin membersihkan periuk-periuk nasi seperti biasanya.

Dia Celine. Si rambut ikal yang selalu mendahuluiku sampai di panti. Juga, orang yang paling sering tak menyadari sapaanku. Lihat, perempuan bergaun katun dengan apron putih itu sampai kaget ketika aku muncul di sebelahnya. Dan, meski aku tak melakukan apa-apa-baiklah, aku sengaja menghadang jalannya ke kanan dan kiri hingga dia berhenti lalu menatapku, dan aku bisa melihatnya tersipu. Hal lain tentang Celine? Dia ... idamanku.

Senyumku masih bertahan hingga aku melepas syal dan menyampirkannya di kursi. Setelahnya, aku pun ikut memulai kebiasaanku dengan tungku dan kayu. Sedikit memakan waktu untuk membuat nyala apinya stabil, namun aku selalu berhasil dan asap perlahan membumbung memenuhi asbes kanopi. Menoleh ke belakang, aku penasaran mengapa Celine juga tertahan lebih lama dari biasanya di dapur. Aku bermaksud melihat ke dalam, namun perempuan itu lebih dulu muncul dan terlihat bermasalah dengan periuknya. Dan bila aku tak sigap menahan lengannya, aku yakin Celine akan menjatuhkan benda besar itu bersama dengan tubuhnya yang sempat terhuyung. Ceroboh.

Selalu saja begitu. Padahal sudah sering kubilang untuk berkata 'tolong' bila memang dia merasa kesulitan. Tapi Celine selalu sok kuat. Dia pikir bisa mengerjakan semua hal sendirian. Selalu berlagak paling tangguh dan merasa tak butuh bantuan. Padahal nyatanya, balkon di sisi timur gedung panti sering menjadi saksi saat dia muram dan rapuh. Yah, aku pernah memergokinya menangis di sana. Aku juga pernah bertanya hal apa yang membuatnya sedih. Tapi Celine selalu memberikan jawaban yang sama. "Kau tidak akan mengerti," katanya. Dan itu adalah sisi dirinya yang kuanggap paling menyebalkan. Aku tidak suka melihatnya sedih karena terlalu sering memikirkan semua hal sendirian. Aku menginginkannya membagi pikiran denganku. Tapi Celine tak menggubrisku dan akhirnya malah berdalih sedang butuh ruang. Katakan saja, dia mengusirku.

Aku heran mengapa dia begitu keras pada dirinya sendiri. Dan mungkin, aku memang tak banyak mengerti tentang Celine. Karena itu, aku selalu berusaha mencari kesempatan agar kami lebih dekat-agar aku bisa semakin memahaminya. Jadi, aku tak pernah keberatan mengikuti hal yang dia inginkan.

Seperti waktu dia mengajakku nonton film. Tadinya kupikir Celine termasuk gadis yang romantis. Tapi nyatanya, film yang dia pilih justru komedi, yang membuatnya terbahak bersama penonton lain. Sedangkan aku, mungkin menjadi satu-satunya orang yang tak bersuara di dalam teater. Sebab, ketika Celine menikmati aksi konyol para aktor di dalam film itu, maka saat itulah aku menikmati suara tawanya di sebelahku. Dan aku bertaruh, Celine pasti kesal melihatku yang justru terlelap ketika film telah usai. Itu salahnya karena memiliki gumam tawa yang bagaikan lagu tidur untukku.

Fell in The Daisy FieldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang