Ini gila! Aku masih tak bisa mempercayai semua ini. Tapi sebuah cermin menampakkan sosokku dan aku hanya bisa tertegun melihat apa yang terjadi. Kakiku menjadi lebih pendek. Juga tangan dan jari-jemariku, semua nampak seperti milik seorang bocah. Bahkan, wajahku ... semuanya berubah seperti diriku di masa kecil.
Aku sampai bersimpuh meratapi semua yang kulihat.
"Jangan takut. Kami hanya berusaha membantumu," kata pria yang menggendongku tadi. "Kalau tidak keberatan, bisa kau beri tahu siapa namamu?"
Seketika aku tercekat. "Shun," gumamku.
Tapi sepertinya suaraku terlalu lirih hingga pria itu salah dengar dan malah memanggilku Sean. Terserahlah. Lagipula pasti takkan ada yang percaya kalau aku Shun Si peternak ayam.
Tak lama, terdengar ketukan pintu dan seseorang menyerahkan segelas minuman hangat serta satu set pakaian untuk kukenakan.
Aku langsung menyeruput teh chamomile hangat itu setelah memakai baju dan celana bersuspender. Namun ditengah kegiatanku, aku menyadari ada beberapa anak yang mengintip di celah pintu. Aku tak berharap mereka masuk, tapi pegawai itu justru menyuruh anak-anak itu mendekat dan mengajakku berkenalan.
"Namanya Sean. Bertemanlah dengan baik dan jangan ajari dia hal-hal berbahaya. Mengerti?"
Anak-anak itu mengangguk. Mereka-yang ternyata adalah The Lost Boys-satu per satu menjabat tanganku sambil menyebutkan nama masing-masing.
"Maaf, tapi aku tak bisa mengingat nama dengan baik. Dan kalian terlalu banyak," kataku angkuh. Kupikir mereka akan tersinggung, tapi nyatanya anak-anak itu terlihat santai dan tetap tersenyum.
"Nona Celine bilang, kau pingsan di depan gerbang panti. Memangnya apa yang terjadi?"
"Apa kau juga tidak punya orang tua? Seperti kami."
"Atau orang tuamu tidak suka denganmu. Jadi mereka membawamu kemari."
"Apa kau bisa berhitung?"
Kami lalu menoleh pada anak paling kanan yang sering Celine panggil Gery.
"Kau tidak lihat wajah tampannya? Tentu saja dia pasti bisa berhitung."
"Memang apa hubungannya, Hyun?"
"Tidak ada. Tapi mari buktikan saja."
Aku mengernyit. Dan sementara aku duduk di kasur dengan secangkir teh, bocah-bocah itu kini duduk di lantai dan menatapku.
"Junny, tanyakan tentang perkalian." Si bocah paling tinggi memerintah.
Junny mengangguk. Dia pun mulai bertanya. "Tiga kali Tiga?"
"Sembilan," jawabku sombong.
"Lima kali Dua?"
"Sepuluh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fell in The Daisy Field
FanfictionSHUN's Side • Cerita mengenai perjalanan Shun menemukan cara terbaik untuk mengutarakan perasannya pada Celine • Note : Sudut pandang CELINE bisa dibaca di akun Minaayaaa