Celine's Side (Bagian 1)

303 45 71
                                    

Suara gemericik air beradu dengan butiran - butiran beras adalah suara pertama yang seolah menjadi melodi yang selalu mengiringi perjalananku selama bertahun-tahun mengurus panti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara gemericik air beradu dengan butiran - butiran beras adalah suara pertama yang seolah menjadi melodi yang selalu mengiringi perjalananku selama bertahun-tahun mengurus panti ini. Pagi hari selalu ku lalui dengan acara menanak nasi. Kalau ibu-ibu di kota melakukannya dengan sangat mudah, beda sekali denganku. Aku melakukannya dengan manual, bahkan sudah setengah jam yang lalu Shun siap dengan tungkunya, yang sudah menyala dan siap menyangga periuk-perikuk besar, tempatku menanak nasi untuk 25 anak yatim piatu berbagai usia yang harus aku urus sepanjang hari, bahkan sepanjang tahun.

Aku mengangkat panci super besar itu ke belakang dapur, di sana ada semacam kanopi sederhana terbuat dari tiang kayu dan beratap asbes murahan, sengaja dibuat sebagai ruang terbuka agar asap nya tak mengganggu kestabilan dapur utama yang sudah memakai kompor gas untuk memasak.

"UUUGHH" Aku mengeram menahan berat periuk berisi beras yang cukup untuk semua penghuni panti, aku hampir saja terhuyung ke depan sebelum Shun menangkapnya.

Aku bernafas lega karena tak jadi terjatuh, apa jadinya jika aku terjatuh, aku yakin Shun tak akan menertawaiku, dia pasti hanya diam dan sibuk menghitung kerugian yang aku timbulkan, kemudian dia akan menghubungi Bonita, Si Petugas administrasi untuk mencatat segala perkara yang ku timbulkan lantas menggantinya begitu saja.

Aku meliriknya sedikit,

Shun dan wajah tampannya yang tak lekang waktu, peluhnya yang sudah menetes sepagi ini juga cemong-cemong jelaga masih membuat dia terlihat paling tampan di seluruh desa, mungkin juga dunia. Shun pemuda yang baik, dia anak pemilik peternakan ayam dan kini sudah mengambil alih usaha keluarganya itu. Dia sangat peduli dengan kesulitan orang lain, dia banyak membantuku di panti, mungkin karena selain aku memang yatim piatu yang tak laku diadopsi, aku juga mengurus yatim piatu lainnya dari tahun ke tahun.

Aku tahu Shun baik, tapi alih-alih sikap itu yang menonjol, sikap sistematisnyalah yang lebih terlihat.

Kami di panti selalu membutuhkan asupan protein, tapi karena sering kekurangan dana, aku sebagai kepala dapur harus memutar otak bagaimana cara agar kebutuhan itu terpenuhi. Dari semua survey yang ku lakukan, membeli ayam di peternakan Shun adalah keputusan yang paling baik. Pemuda itu tak hanya memilihkan ayam-ayamnya yang paling gemuknya, dia juga sering memberikan bonus berupa telur, bahkan tak jarang membantuku menyembelih ayam dan membersihkannya.

Dia begitu terkenal di antara para gadis di desa, mata mereka tak lepas dari Shun setiap pemuda itu lewat atau pada saat festival tahunan desa di mana para pemuda akan beradu kekuatan menombak objek berkelompok sambil menunggang kuda.

Pemandangan Shun bertelanjang dada dengan rambut awut awutan, berteriak teriak memberikan instruksi pada rekannya pastilah akan menjadi pembicaraan di antara para gadis sampai berbulan-bulan.

Sebab suara Shun adalah emas, dia jarang sekali berbicara.

Dia lebih banyak diam dan melakukan sesuatu, dia tipe manusia hemat energi dengan tenaga terbarukan.

Fell in the Daisy Field (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang