Jujur gue masih kepikiran sama perlakuan manis ka Felix tadi malam, gue bener bener merasakan kehangatan sebuah keluarga meski cuman gue sama ka Felix. Gue kembali merasa disayang rasanya, meski eyang juga sering ngasih kasih sayang-Nya beliau ke gue, tapi rasanya tadi malam tuh beda, paham gak sih? kaya beda aja gitu.
Gue nyuci piring bekas sarapan tadi pagi sambil senyum-senyum gak jelas.
Tiba-tiba aja ada seseorang datang menghancurkan susana kebahagian hati gue pagi ini. Yap, siapa lagi coba kalo bukan om Jungwoo? dia itu julid banget ke gue.
"senyum-senyum gak jelas, kaya gapunya beban aja" setelah menaruh piring kotor bekas makannya tadi pagi, Om Jungwoo berucap.
"meski aku punya banyak beban, emang salah ya kalo aku senyum?" Jawab gue tanpa melirik sedikitpun kepada om Jungwoo dan terus fokus pada pekerjaan yang gue lakuin sekarang, yaitu nyuci piring.
"ya salah.." jawabnya gamau kalah
Gue berdecak, rasanya emosi gue benar benar kepancing kalo udah ngomong sama om Jungwoo.
Gue memberhentikan kegiatan gue sebentar, kemudian menatap kesal ke arah orang yang sudah membuat gue emosi pagi pagi.
"gak jelas, gabisa liat orang lain bahagia. Aneh, kurang kurangin deh penyakit hatinya" Emosi gue udah kepancing, gue mencoba mengeluarkan unek unek tanpa harus meneteskan air mata, meski sebenarnya gue pengen nangis.
"bisa, saya bisa kok liat orang lain bahagia, asal jangan kamu...!" Om Jungwoo menjeda kalimatnya, dan menatap remeh ke arah gue, air mata gue udah gak tahan buat gak keluar.
Badan gue udah gemeteran, ketika sadar akan posisi gue yang sekarang udah makin lemah, om Jungwoo langsung senyum merendahkan kemudian melipatkan kedua tanganya di depan dada.
"...kamu gak pantas bahagia vana, karna ibu sialan kamu itu sudah menghancurkan kebahagiaan keluarga orang lain, jadi anaknya gak cocok buat bahagia. Kamu harus menerima hukuman atas dosa ibu kamu, karna ibu kamu malah gak bertanggung jawab atas semua kondisi yang ia ciptakan dan malah pergi kabur entah kemana" om Jungwoo kembali melanjutkan omonganya, dan ketika telah selesai semua ia ucapkan, detik itu juga air mata jatuh dari mata sebelah kiri gue kemudian disambung dengan air mata sebelah kanan yang ikut jatuh.
"Om..." Gue gabisa melanjutkan omongan gue, gue bener bener gemeteran, air mata gue terus terusan jatuh membasahi pipi gue.
"apa? mau jawab apa lagi? bener kan saya?"
"ibu kamu sekarang kemana? hilang tanpa kabar van, tapi paling nyari laki orang lain lagi buat di ajak having s*x, ibu kamu itu, gabisa dan gak cukup sama satu cow-"
PLAKKKK
tamparan ini, benar benar menandakan bahwa emosi gue sudah di atas puncak.
"Aku bersumpah om ! Aku bakal cari tau dimana ibu aku, dan semua kebenaran bakal terungkap. Aku yakin ibu aku gak seperti apa yang om dan keluarga om katakan" Kali ini nada gue sedikit tenang meski sedang diselimuti api emosi. Dengan badan yang masih bergemetar karna merasa sedih, tapi gue bisa menjawab perkataan om Jungwoo.
Selesai mengucapkannya, gue mencuci tangan gue yang masih ada sabun dan kemudian beranjak pergi meninggalkan om Jungwoo yang masih memegangi pipi sebelah kirinya yg memerah akhibat tamparan keras dari gue.
...
Author pov
Vana terus terusan menangis tanpa suara di taman dekat rumah eyang, ia duduk di kursi kayu yang masih kokoh. Saat ini hari sedang mendung, dan taman menjadi sepi. Sehingga Vana bisa lebih leluasa menangis.
Di kursi pojok taman itu, vana terus terusan menangis, padahal hari sudah mukai gerimis.
Lagi dan lagi, kepada siapa Vana harus bersandar? kepada siapa vana harus berkeluh kesah? hidupnya seakaan akan di selimuti kesepian. Meski di kelilingi banyak orang, tapi tidak ada satupun yang bisa Vana ajak bicara untuk sekedar menceritakan apa yang sedang terjadi pada dirinya hari ini, dan apa yang ingin ia lakukan hari esok.
Takdir,
Kenapa Takdir yg Vana miliki harus begitu berat, padahal Vana mudah sekali untuk rapuh. Sialnya, kita tidak bisa memilih takdir yang seperti apa yang kita ingin, kita hanya bisa menerimanya dan menikmatinya.
Alih alih soal takdir, entah apa yang sudah vana lakukan dimasa lalu sehingga ia harus dihukum seperti ini, dengan Takdir yang tak pernah ia inginkan.
Hidup dan dilahirkan kedunia, adalah pilihan yang paling Vana sesali yang sudah ia pilih.
"Kenapaa?? kenapaaa gue harus dilahirin?" Monolognya sembari terus menangis, meneteskan air mata terus menerus tanpa henti.
Kali ini, ia biarkan semuanya keluar, kesedihan dan emosi yang sudah lama terpendam.
"gueee.. gue gamau dilahirin kaya gini, kenapa gue harus punya papah yang gak mau akuin gue sebagai anaknya?? kenapa papah malah gamau ketemu sama gue? gamau jenguk gue? kenapa papah lepas tanggung jawabnya sebagai papah?"
Hujan semakin lebat, tapi Vana masih tetap setia menangis dan menyesali hidupnya.
Hingga entah sejak kapan, hujan yang tadinya hanya gerimis sekarang malah berubah menjadi semakin lebat. Tapi anehnya, ada payung yang tiba-tiba memayungi kepala vana.
Tangisan Vana kemudian terjeda, kepalanya mendongak ke arah payung, kemudian beralih menatap orang yang kini sedang memayunginya.
"Kamu kenapa nangis?" Tanya wanita berusia 42 tahun itu yang masih setia memayungi Vana.
"habis putus cinta ya dek...?" Tangguh wanita itu.
Mata Vana tak berhenti menatap kagum kepada seorang wanita itu.
"e-enggak... bu" elak Vana sambil menghapusi air mata yang membasahi pipinya karna malu.
Wanita itu hanya tersenyum kemudian ikut duduk di samping Vana.
"Nih pegang payungnya ya..." Ujar ibunya, payungnya begitu kecil sehingga tidak cukup untuk memayungi dua orang.
"tapi.. ibu sendiri gimana?"
wanita itu hanya tersenyum terus menggeleng, "gapapa, saya suka hujan hujanan kok"
"aku juga suka main hujan, ibu aja yang pake payung" paksa Vana, vana mengembalikan payung itu kembali kepada wanita itu.
tanpa penolakan, wanita itu menyambut kembali payung itu. Dan detik setelahnya, ia malah menutup payung itu dan menaruhnya ke samping kursi tempat ia duduk.
Vana menatap heran ke arah wanita itu, sadar akan hal itu, wanita itu dengan sigap memberi alasan. "Biar adil, kita sama sama hujan-hujanan"
Mendengar itu, Vana kemudian tersenyum. Rasanya ia merasa nyaman dekat wanita itu. Siapa dia? kenapa dia mampu membuat Vana merasa hangat.
...
who is shee??
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Jungwoo
Fanfiction[ft. Jungwoo] ngehadapin om om sombong kya om Jungwoo itu harus sabar milkyrraa 2020