27. Ketemu Stella di pusat perbelanjaan

37 19 14
                                    

Faktanya ini benar-benar konyol. Stevan memaksa untuk mengantar ku pulang karena dia melihat laki-laki dengan Hoodie hitam dan topi putih, berdiri di samping outlet roti bakar, dan menatap ke arah ku dengan matanya yang aneh. Stevan tidak dapat memastikan muka laki-laki itu karena tertutup masker.

Laki-laki itu berjalan mengikuti ku dengan kedua tangan masuk ke dalam saku nya dan berjalan perlahan-lahan. Ku kira Stevan hendak merencanakan sesuatu, tapi ternyata ada laki-laki menakutkan yang mengikutiku. Lalu aku berlari hingga terjatuh, dan Stevan menjelaskan semuanya padaku dan Glen menurunkan tangannya yang hendak memukul Stevan.

Stevan menunjuk laki-laki misterius itu dan benar saja, laki-laki itu membelalak terkejut karena dirinya ketahuan sedang menguntit ku. Ini mengerikan. Ada laki-laki yang menguntit ku. Glen dan Stevan berlari untuk mengejar si laki-laki yang mengenakan hoodie hitam dan membuka masker yang dikenakan laki-laki itu. Hasilnya sungguh konyol. Laki-laki misterius itu ..

Reza.

What?

Reza? Apa aku tidak salah lihat? Dan mengapa dia mengikuti ku seperti stalker? Ternya dia punya sisi lain yang aneh. Tidak hanya menyebalkan tapi juga seram. Oh, apa aku pernah menyukai seorang stalker? Tapi dia tidak tampak seperti stalker saat di SMA dulu. Dia vokalis band paling ganteng di sekolah.

"Tadinya aku mau nyapa Diary, tapi takut dia marah-marah, ya udah aku liatin aja dia diam-diam," jelas Reza dengan menggaruk kepalanya.

"Terus kenapa kamu harus jalan mengendap-endap di belakang ku?" tanya ku dengan menatap nya tajam.

"Ya itu .. " Reza menggantung penjelasan nya. "GEER banget kamu, Dy. Siapa juga yang mau ngikutin kamu. Aku itu mau ke arah sana, kebetulan aja kamu jalan di depan ku. Terus si Stevan nuduh aku ngikutin kamu," lanjut Reza dengan memukul bahu Stevan.

"Bukannya nuduh ya, tapi emang kamu kelihatan kayak lagi ngikutin Diary?" Stevan balas memukul bahu Reza.

Dan akhirnya mereka terus berdebat di depan ku. Sampai tidak sadar kalau kami masih berada di tengah gang yang gelap dan hari sudah mulai agak malam. Mereka nggak takut ada stalker beneran yang tiba-tiba muncul di gang ini?

"Dy, awas!" Glen menarik tangan ku ketika tiba-tiba ada motor melaju dari arah kegelapan dan hampir menyerempet ku. Aku terkejut, jantung ku rasanya kayak mau copot. Udara malam yang semakin dingin, terasa hangat di tangan ku. Hangat. Tangan ku yang di genggam Glen.

Kedua mataku melotot. Tidak tidak. Pikiran ku mulai kacau. Aku harus pulang. Ngapain aku masih disini dengerin perdebatan mereka yang nggak ada habisnya.

"Aku pulang dulu ya. Awas ada stalker beneran yang tiba-tiba muncul. Terus bawa kalian. Masih mending sih kalau minta tebusan, kalau nggak dipulangin serem tuh," ucap ku yang lalu buru-buru berlari meninggalkan mereka dan masuk ke dalam rumah.

Entah perasaan yang salah atau bagaimana, Aku merasa Glen lupa kalau dia masih menggenggam tangan ku, dan dia terkejut saat aku buru-buru melepas tangan ku darinya dan berlari dengan mengucap kata-kata yang menakut-nakuti mereka. Konyol sekali. Mereka bukan anak kecil yang takut begitu saja. Tapi serem juga kalau beneran melawan stalker. Apa tadi mereka berlari ketakutan juga ya?

Dan yang paling aneh sekarang, aku mencium bau parfum Glen sekarang. Kenapa? Kenapa tercium bau parfum Glen. Dan pikiran ku teringat saat Glen menarik tangan ku dan menyelamatkan aku yang hampir terserempet motor.

"Dy, di ruang tamu ada Glen. Dia bawa dompet kamu yang jatuh di gang. Katanya kamu habis lari-lari an dan dompet kamu jatuh ya?" tanya Mama setengah berteriak.

Kedua mataku melotot mendengar itu. Ada Glen? Di ruang tamu? Dompet ku terjatuh. Sial, aku menakut-nakuti mereka, dan malah aku yang kenal sial. Untung dompet ku ketemu. Dan bau parfum itu, Glen benar-benar ada di rumah ku. Aku buru-buru ke ruang tamu dan melihatnya, tatapan matanya yang dingin, persis saat pertama kali dia ke rumah ku untuk mengembalikan buku puisi ku yang tertinggal di mobil Dino.

Namun bedanya, sekarang jantung ku berdetak lebih cepat entah karena efek apa? Ini karena aku takut karena telah menakut-nakuti nya atau karena dia menggenggam tangan ku tadi yang hampir terserempet motor?

Lupakan itu, Dy. Lupakan!

Dia tidak lama menatap ku dan langsung pamit pergi setelah melihat ku. Ya, dia kesini hanya untuk mengembalikan dompet ku yang terjatuh. Itu saja.

"Diary tadi rese Tante. Dia nakut-nakutin saya dan bilang ada penguntit di gang ini," adu Glen pada Mama. Mama menatapku dengan pandangan bertanya. Dia pikir aku dan dia itu anak kecil apa, sampai harus mengadu ke Mama.








== 🍭🍭🍭 ==

Sabtu ini sangat menyenangkan. Tidak ada jadwal kelas dan tidak ada tugas. Aku menyebutnya kebebasan. Aku janjian sama Asyila dan Fay kalau hari ini mau pergi ke mall untuk jalan-jalan, ya mereka mau ngajakin lihat-lihat sesuatu yang bisa dipakai di pesta dansa nanti. Aku ikut saja sih, kalau ada barang diskonan mungkin aku beli. Kalau tidak ada, ya jalan-jalan aja.

Nanti pukul sepuluh Asyila menjemput ku dan sekarang masih pukul delapan. Papa berangkat ke kantor dua jam yang lalu, Reno berangkat ke sekolah bareng sama Papa. Dan aku bersiap mandi setelah mencuci piring-piring kotor bekas sarapan tadi. Setelah mandi, aku beranjak ke lemari dan membukanya, melihat-lihat pakaian yang cocok untuk dikenakan hari ini.

Ku ambil lipatan kaos putih dan celana jeans warna biru. Lalu mengenakan nya. Setelah selesai berdandan, ku pilih tas yang menggantung di sebelah lemari, dan mengenakan sepatu warna abu-abu. Ku pakai dan ku ikat tali nya dengan rapi.

Tin tin.

Huft, suara bel motor siapa lagi kalau bukan motor Asyila yang datang ke rumah ku dengan heboh. Tidak bisakah dia membunyikan bel motor nya itu cukup dua kali saja? Takutnya nanti dia dilempari panci sama tetangga sebelah karena berisik. Di rumah sedang tidak ada siapa-siapa, jadi Asyila memarkirkan motornya di halaman rumah ku dan membuka pintu rumah ku sendiri.

Aku hampir selesai dengan semprotan parfum rasa Cherry yang tidak terlalu menyengat tapi cukup harum tercium di hidung.

"surprised," ucap Asyila begitu melihat ku. Kejutan? Kejutan apanya? Dia sudah membunyikan bel motor berkali-kali dan itu menandakan aku sudah tahu kehadiran nya. Tanpa menunggu waktu lama, aku boncengan dengan Asyila dengan aku yang membonceng menggunakan motor Asyila.

Kami menjemput Fay yang sudah duduk di atas motornya di depan rumah nya. Lalu kami bertiga berangkat ke mall yang sudah kami rencanakan di grup chat kemarin.

Sejauh ini tidak ada masalah yang kami temui, kami asyik melihat-lihat pakaian, sampai akhirnya tubuhku tidak sengaja bersentuhan dengan orang lain, dan orang itu ternyata Stella.

"Kerjaan kamu memang suka bikin orang kesal," ucap Stella dengan menatap ku tajam.





== 🍭🍭🍭 ==

See you in next chap

Cinderella Zaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang