1. Wind

3.1K 154 15
                                    

Ini cerita pertamaku
jangan dihujat ya kakak-kakak

.

.

.


Halilintar menatap pusaran tanah didepannya dengan tatapan kosong, ada sebuah papan diatas pusara itu bertuliskan nama orang yang paling sayangi didunia. Orang yang selalu menjadi panutannya, orang yang selalu memberinya dukungan dan kekuatan dengan kasih sayangnya dan dia adalah dunia Halilintar. Bunda.

Halilintar tak tahu apa yang terjadi, namun sejak pagi beberapa kerabat datang kerumahnya dengan raut wajah sedih, Halilintar tidak suka dengan raut itu. 

Ayahnya juga menangis sejak semalam, lalu Halilintar dibawa ke tempat ini. Beberapa orang membawa dan meletakan Bundanya didalam tanah. Kenapa? Halilintar sungguh tidak tahu. 

Semalam Bunda izin ingin tidur kepadanya, dia tersenyum melontarkan beberapa kalimat sayang padanya sebelum akhirnya melelapkan matanya. Lalu mengapa orang-orang ini malah mengubur Bunda didalam tanah? Bukankah dirumah kami punya tempat tidur empuk dari pada tanah. 

"Ini adik Hali." Halilintar menatap lekat bayi mungil dalam pelukan Bunda, terlihat sangat kecil menurutnya. 

Matanya terpejam terlihat nyaman dalam pelukan Bunda. Perlahan Halilintar mendekat, menyentuh tangan adik yang lebih kecil dari tangannya. Halilintar menyunggingkan senyum tipis melihat sentuhan tangannya dibalas oleh sang adik, hatinya sedikit tersentuh. 

"Namanya Taufan, sekarang Hali sudah jadi kakak."Halilintar mendongak. 

"Hali... kakak?"Bunda tersenyum lembut mengangguk pelan mengusap puncak kepala Halilintar. 

"Kalau Bunda pergi, kamu jagain adik ya? Sayangi dia seperti kamu sayang sama Bunda, jangan nakal sama adik karena sekarang Hali sudah jadi kakak."

"Bunda mau pergi? Hali mau ikut!!"

"Nggak bisa Hali, nanti siapa yang bakalan adik bayi kalau Hali ikut Bunda?"Halilintar terdiam menunduk. 

"Kamu sayang nggak sama adik?" kata Bunda lagi, Halilintar mengangguk sedikit ragu. 

"Jagain adik buat Bunda ya?"

"Iya."

"Janji ya?"

"Iya."

Halilintar terdiam. "Tapi jangan lama-lama ya Bunda perginya? Nanti Hali kangen"

Bunda hanya tersenyum, dan Halilintar tidak tahu apa maksud dari senyuman Bunda. 

Itu adalah percakapan terakhir dia dengan Bunda.

****

Hidup itu lucu ya. 

Terkadang takdir sering mempermainkan kita, menerbangkan keatas langit lalu tanpa aba-aba dihempaskan begitu saja. 

Taufan.

Anak itu mendongak menatap setiap tetesan air hujan yang turun malam ini. Angin berhembus pelan menerbangkan beberapa helai anak rambutnya. 

Taufan beralih menatap jalanan yang lenggang, hanya beberapa kendaran yang lewat. Dia sendirian, duduk di halte bus sambil memeluk dirinya sendiri untuk mengurangi hawa dingin yang menusuk. 

Dia baru saja selesai bekerja paruh waktu, seharusnya anak itu sudah pulang dari jam tujuh namun tiba-tiba saja mendapat pekerjaan tambahan lalu sekarang terjebak hujan membuatnya mau tak mau harus meneduh terlebih dahulu menghindari amukan air hujan. 

Little Dream (Taufan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang