9. bunga

669 113 2
                                    

Kalian tahu? Beberapa hari ini Haico sedang belajar.

Belajar menggendong bayi.

Hal langka selanjutnya yang sukses menggeparkan Tania semalaman.

Sebenarnya Mada juga, sih.

Lihat saja hari ini, mentang-mentang Haico sudah bisa menggendong Leon, anak itu tidak mau menurunkan anak kecil itu barang sedetik, dan terus mengajaknya berkeliling dengan songongnya.

Seakan menunjukan pada semua orang, bahwa ia juga bisa menggendong bayi! Dan lucunya, Leon tidak komplen sama sekali, malah kegirangan bukan main, benar-benar anak penurut.

Haico suka anak penurut.

Karena anak penurut bisa ia manfaatkan.

Becanda.

"Leon, suka seblak gak?"

Dan sisi 'freak' anak manis itu mulai keluar.

Leon tentu saja tidak mengerti, dia mengerjap polos, seakan berpikir benda apakah seblak itu?

Tatapan polosnya berubah seperkian detik. Dia mulai heboh dalam gendongan Haico, tangan mungilnya menunjuk-nunjuk bunga-bunga di depan rumah tetangganya.

"Mau bunga?"

Lantas Leon mengangguk semangat.

"Alah, Cil. Pemiliknya galak. Jangan ya?"

Dan wajah semangat itu perlahan murung. Haico menghela napas dibuatnya. Ia akui saja, ia tidak suka melihat bocah ini murung.

"Oke-oke, tapi jangan berisik, ya?"

YASH!

Haico melihat kesana kemari, seperti seorang maling. Merasa aman, dia mendekat perlahan, mengambil salah satu anak bunga yang menyembul dari pagar tetangga galaknya untuk kemudian kabur, berlari cepat, betulan seperti maling. Maling untuk sebuah bunga. Entahlah, Haico hanya tidak mau dicekcoki omelan oleh pemelihara bunga ini.

Langkah cepatnya terhenti, setelah merasa jauh dan aman dari rumah tadi. Ia ngos-ngosan sebenarnya, tapi melihat Leon cengengesan membuat tawa Haico meledak.

"Ah nyusahin lu, cil."

Leon tetap tertawa dengan tawa lucu menularnya, membuat kaki Haico melemas karena tertawa dan terduduk begitu saja di sisi jalanan komplek.

Tangan kecil itu meraih bunga yang sedari tadi Haico genggam, membuat tawa keduanya terhenti seketika. Haico ternyata memetik anak bunga matahari.

Bunga matahari itu perlahan dipindahkan ke telinga Haico, membuat bunga yang jelas besar itu menghalangi matanya.

Mau marahpun tidak tega, wajah bocah itu terlalu lugu.

Dan ya, sejak kapan Haico menjadi tegaan begini terhadap bayi?

Bocah itu tersenyum lebar, tatapannya juga berbinar, terlihat sangat mempesona, begitu mirip dengan Mada. Dan Haico tidak mengerti akan tatapan itu.

Mungkin bayi itu terpana akan pesonanya?

"Haico, lagi ngapain?"

Haico mendongak, merasa sedikit malu karena posisinya tengah lesehan di jalan, ia mau berdiri tapi bayi yang tengah ia pangku malah menahannya. Dasar.

"Gak papalah, mending aku ikut duduk di sini aja, boleh kan?"

"Iya."

Mau tahu siapa?

Itu Riri.

"Lucu banget," jujur Riri, menjurus kepada Leon-- yang entah mengapa langsung terdiam dan memeluk tubuh Haico erat-erat. "Ini adik kamu?" tanyanya kemudian.

"Hah? Bukan!" Haico gelagapan. "Ini ... Leon."

Riri terdiam setelahnya, merasa tidak asing dengan nama tersebut, ia meneliti anak itu baik-baik.

"Ini bayi yang pertama lahir, sayang. Namanya Leon."

Haico mengangguk, seolah ia bisa membaca isi pikiran Riri. "Iya. Ini Leon, anak lo."

Perempuan itu terdiam, merasa matanya memanas, hingga air matanya turun begitu saja. Jemari lentiknya bergetar, namun tak gentar untuk menyentuh permukaan kulit bayi dalam dekapan Haico.

Bayi yang ia buang, demi sebuah kepentingan sesaatnya.

"Leon ... anak Bunda?"

Dan bocah itu perlahan menatap balik sang Bunda.

"Aku boleh gendong Leon?"

Haico tersenyum dan kemudian mengangguk pelan. "Dia anak lo, kak. Lo gak perlu minta izin gitu."

Dan beberapa detik kemudian, Leon sudah berada digendongan Bundanya. Tangisan Riri semakin mengudara, seluruh penyesalan merobek-robek hatinya kini.

Haico menatap interaksi itu, saat Riri menyerbu wajah kecil itu dengan ciuman, saat beribu pertanyaan dan kata maaf Riri ungkapkan, dan sialnya direspon baik oleh bocah itu.

Bocah itu terlihat begitu bahagia.

Astaga, apa yang kau pikirkan?! Jelaslah karena Riri adalah ibu kandungnya.

Haico kenapa menjadi takut begini? Takut bayi itu mengalihkan seluruh perhatian yang sebelumnya selalu tercurah padanya.

Ia lantas menarik bunga matahari dari telinganya, menatap bunga tersebut dan bayi yang sedang bersama ibunya itu dengan bergantian.

Jangan ... lupain gue.

those eyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang