Bagian 3

2 0 0
                                    


Bel sekolah berbunyi, semua murid memasuki kelasnya masing-masing. Semuanya terlihat bugar dan sehat juga siap mengikuti pelajaran. Namun, ada empat anak yang terlihat lesu sekali. Adam yang sedari tadi sudah ada di sekolah bahkan sampai membuat satpam kaget. Dia mengira sedang melihat penampakan, tapi ternyata Adam yang masih menapaki bumi. Adam datang ke sekolah pagi buta sekali, karena ia ingin tidur terlebih dahulu di kelasnya. Semalam, ia dimarahi oleh orang tuanya karena telah berkelahi sampai wajahnya lebam. Di sinilah ia sekarang terduduk menyimpan kepalanya di atas meja dengan matanya yang terpejam. Padahal bel sekolah masih terdengar. Dalvin memegang-megang pipinya yang terasa sakit dan Adit yang hanya duduk dengan tatapan kosong ke depan. Adit masih tak menyangka dirinya terlibat perkelahian dengan kawan-kawannya yang lain. Itu kali pertama ia berkelahi. Ia benar-benar anak yang baik. Sedangkan Dio tetap berusaha untuk terlihat bugar, ia tidak mau kejadian kemarin dan badannya yang terasa sakit itu menjadi penghalang agar dia belajar. Dio menghela napasnya kuat-kuat, ia mengedipkan kedua matanya mencoba tetap fokus dan melihat ke arah Adam.

Adam menggeliat dan mengangkat tubuhnya. Dia segera keluar untuk mencuci mukanya. Untungnya sekolahnya sudah menyediakan westafel di depan kelas, sehingga ia tidak perlu jauh-jauh pergi ke kamar mandi. Ketika ia sedang mencuci muka, datang guru wali kelasnya.

“Adam? Muka kamu kenapa?” Pak Rizky kaget melihat mata Adam yang lebam.

“Eh bapak, hehe biasa pak nabrak pintu tadi.”
Adam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Pak Rizky tahu Adam berbohong, tapi ia berkata, “Sudah diobati belum?”

“Sudah pak,” Adam mengangguk pada wali kelasnya.

“Syukurlah, ayo masuk kelas,” Pak Rizky mengajak Adam kembali masuk kelas.

Adam mengangguk dan segera mengikuti Pak Rizky. Ketika telah memasuki kelas, terlihat Dio telah bersiap mengikuti pembelajaran. Pelajaran itu adalah favoritnya, karena ia senang sekali dengan menghitung. Buku tulis dan buku paket telah dipersiapkannya di atas meja, beserta alat tulis yang akan dia pakai. Walaupun badannya terasa tidak karuan, terasa nyeri di sana sini, tapi ia tetap berusaha tersenyum saat Pak Rizky memberikan salam dan masuk kelas.

***

Setelah melewati semua pembelajaran kelas, semua siswa-siswi kelas VII terlihat senang sekali karena bel pulang telah berbunyi. Satu persatu murid mulai meninggalkan kelasnya. Disaat Dio, Adam, Dalvin, dan Adit sedang membereskan alat tulisnya, datanglah Gita diantara mereka.

“Nanti, kalian jangan berantem lagi, please deh.”

“Gimana kita lah ngatur-ngatur lo,” ucap Adam ketus.

“Yeh dibilangin malah ngeyel.” Gita bersiap untuk meninju Adam.

Adam hanya menjulurkan lidah pada Gita, lalu pergi membawa tas keluar kelas. Tak
lama Adit pun ikut keluar kelas. Dio hanya tersenyum melihat tingkah laku teman-temannya dan melihat ke arah Gita.

“Makasih ya Gita, kalau gak ada lo kemarin kita pasti gak berhenti berantemnya,” ucap Dio.

“Iya bener, makasih banyak ya, Git.” Dalvin ikut berterimakasih.

“Hehe, sama-sama.”

“Yaudah gue duluan ya.” Dio keluar dari bangkunya dan pergi untuk pulang.

“Hati-hati!” Ucap Dalvin dan Gita bersamaan.

Dio mengacungkan jempol ke atas dan keluar kelas. Ketika ia hendak menuju parkiran
sekolah untuk mengambil sepedanya, tiba-tiba Amira datang dari arah yang berlawanan dengannya di koridor kelas. Dio menghentikan langkahnya dan menatap Amira. Amira jalan dengan terburu-buru sambil memegang buku dengan kedua tangannya dan menggendong tas di punggungnya. Ingin hati Dio untuk menyapanya dan mengajaknya berkenalan. Saat Amira sudah dekat berada di depannya, ia bertatapan sekilas dengannya. Alih-alih menyapa, Dio hanya diam seribu bahasa dan menatapnya bagai melihat rembulan purnama favoritnya. Amira pun hanya memperlihatkan ekspresi datar kepadanya, lalu melewatinya begitu saja. Tidak ada satu patah kata pun yang terucap dari mulut Dio, bahkan tersenyum pun juga tidak. Setelah terdiam beberapa detik, ia baru menyadari Amira sudah lewat di depannya. Ia membalikkan badan dan menatap punggung Amira dari belakang.


"Dio!" Adit berlari di koridor kelas menghampiri Dio.

Dio kaget dan membalikkan badannya lagi, "Oi apaan?"

"Kata Pak Budi kita harus kumpul dulu di lapangan yang ikutan pramuka." Adit menunjuk ke arah lapangan.

"Oh, ayo! Eh Adam kemana?" Dio celingukan mencari Adam.

"Kayaknya udah di duluan, ayo!" Adit menarik lengan Dio.

"Eh Adit, sabar dong." Tangan Dio tertarik ia pun segera mengikutinya.

Adit dan Dio mulai pergi ke lapangan. Di sana sudah banyak murid yang berkumpul.
Ada seorang bapak guru yang berada di depan sedang berdiskusi dengan kakak kelas lainnya. Ternyata Adam ada di sana sedang menunggu dua kawannya itu. Diantara murid lain yang sedang mengobrol, ia melihat ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan kawannya. Sebelum akhirnya ia dikagetkan oleh Dio dan Adit.

"Dorr!" Dio dan Adit mendorong tubuh Adam bersamaan.

"Sialan kalian! Kaget woi!" Ucap Adam kesal.

"Hahaha." Dua kawannya itu mentertawakan Adam.

"Dasar, kalau mau duluan baris bilang dong. Malah ninggalin." Dio menepuk kasar lengan atas Adam.

"Iya ini malah ngilang gitu aja." Adit juga ikut menepuk Adam,

"Woi, woi, sakit. Dari tadi juga gue nyari kalian, dasar!" Adam mengepalkan tangannya dan bersiap untuk memukul kedua kawannya itu.

Adit menarik tangan dan mengepalkannya, ia sudah siap untuk memukulnya juga. Namun, Pak Budi memberi intruksi agar semua murid yang ada di lapangan segera tertib berbaris.

"Diharapkan untuk anak-anakku yang di lapangan segera merapikan barisannya. Tolong bantu bapak untuk membariskan adik-adikmu!" Pak Budi meminta tolong pada kakak-kakak kelas yang ada di sana.

"Baik pak."

"Siap pak."

Semua kakak kelas mulai bergerak membariskan kelas VII.

"Adik-adik dimohon untuk tertib," kata seorang kakak kelas cowok memakai topi hitam dengan lambang pramuka.

Kakak-kakak kelas lain mulai memberi intruksi, siap gerak, lencang depan, lencang
kanan, dan istirahat di tempat. Mereka semua menurut dan tidak saling mengobrol lagi. Keadaan pun mulai hening. Semua murid kelas VII sudah berbaris rapi. Dio melihat ke serong samping kirinya. Ia melihat Amira di sana. Ternyata ia mengikuti ekskul pramuka juga.

"Terimakasih untuk anak-anakku telah berkumpul di lapangan ini, sempga kita semua
selalu diberi keberkahan oleh Allah Swt. dalam setiap perkumpulan kita dan selalu diberi kesehatan lahir batin. Aamiin. Anak-anakku kalian yang berkumpul di sini adalah anggota baru di ekskul pramuka. Terimakasih karena sudah mengisi formulir pendaftaran terlebih dahulu.” Pak Budi sebagai pembina ekskul memberikan sambutan awalnya kepada seluruh anggota baru dan memberi pesan kepada semuanya untuk tetap konsisten dalam ekskul pramuka.

Setelah memberikan sambutan, salah satu kakak kelas yang tadi ikut membariskan naik ke atas podium. Ternyata ia adalah ketua ekskul pramuka di sekolahnya. Walaupun berkulit manis, kakak kelas itu tersenyum lebar. Hal itu membuatnya semakin manis. Namanya adalah Bagas kelas IX B.

“Baik, perkenalkan saya Bagas kelas IX B. Salam kenal semua. Di sini saya sebagai pemimpin regu utama atau pratama. Mohon kerjasamanya untuk mengikuti ekskul pramuka ini dengan terus konsisten." Kak Bagas memberikan sambutan dengan penuh semangat.

"Tuh Yo, lo tuh harus semangat." Adam menepuk pundak Dio yang ada di depannya.

Dio menoleh ke belakang, "Sst, diem lo, Dam!" Ucap Dio berbisik.

Adam hanya nyengir terkekeh.

Setelah beberapa menit kemudian, Kak Bagas selesai menyampaikan pesannya untuk
meminta keaktifan anggota dan termasuk kerjasama semua pengurus serta anggota. Juga berterimakasih untuk semua anggota baru yang telah memilih ekskul Pramuka dari sekian banyaknya ekskul yang ada di sekolahnya.

Dari informasi yang diumumkan oleh kak Bagas, Dio dan teman-temannya mengetahui jika ekskul pramuka selalu ada pertemuan di hari Rabu dan Sabtu.

"Lo jangan ninggalin gue lho ya!" Adam sedikit menaikkan volume pada Dio.

"Apaan Dam, ninggalin buat apa?" Ucap Dio tak mengerti.

"Yeh, nanti ekskul jangan ninggalin! Punya temen emang gak peka!" Adam menirukan perkataan yang sering dilontarkan oleh kaum hawa.

Dio hanya menaikkan alisnya.

Adit datang dan berkata, "Udah hei kalian Tom and Jerry, berantem mulu dari tadi, udah kalian harus damai!"

Adam hanya terkekeh mendengar ucapan Adit. Sedangkan Dio melipat tangannya di dada dan berekspresi datar.

***
Dio belajar dengan giat di sekolahnya terlebih ia menunggu hari ekskul tiba. Dia tidak sabar bagaimana rasanya masuk ekstrakurikuler. Apalagi menurut ibunya ia akan mendapat banyak ilmu tentang alam dan bahkan ia akan memiliki banyak teman. Namun, selain itu ada hal menarik lainnya di ekskul pramuka. Ia penasaran ternyata Amira mengikuti ekskul yang sama dengannya. Itu akan menjadi kesempatan baginya untuk bertemu.
Di rumah, ia membaca buku novel yang dipinjamkan Adam padanya. Benar, buku yang selama ini dia tunggu-tunggu. Novel Hujan karya Tere Liye. Senang sekali ia dapat membaca buku itu. Sampai ia lupa waktu, apalagi jika tidak disuruh untuk berhenti oleh ibunya, ia akan terus membaca tanpa henti. Sampai akhirnya ia selesai membaca hanya dua hari saja. Begitulah Dio, jika sudah penasaran terhadap satu hal ia akan terus mencari dan melakukannya sampai merasa puas. Namun hal itu tidak baik bagi kesehatannya, karena terkadang ia lupa makan dan hal itu dapat membuat sakit mag nya kambuh lagi. Memang benar, jika kita menyukai suatu hal, dan kita terus penasaran dengan hal itu, kita tidak akan pernah berhenti hingga kita merasa puas. Hal itu dapat membuat  kita menjadi toxic pada diri sendiri. Dimana, kita akan menyakiti diri kita sendiri, entah itu akan mengakibatkan kesehatan kita menurun, atau kurang bersemangat menjalani hari.

Dio sedang duduk di kasurnya dan berkata, "Alhamdulillah selesai juga," Dio
menyimpan buku novel di sampingnya, "menarik juga buku ini banyak hikmahnya." Dio memegang kembali buku itu dengan kedua tangannya.

Saat itu, waktu masih subuh, ia pun dengan segera membereskan alat tulisnya dan  memasukkan buku yang perlu dibawa sesuai dengan mata pelajaran hari itu. Dio memang suka menjadwalkan mata pelajaran di waktu subuh atau pagi hari, karena ketika malamnya ia harus membaca semua materi yang akan dipelajari. Alasannya, agar ia dapat lebih memahami apa yang disampaikan oleh gurunya nanti. Itulah Diovano, sang siswa teladan yang rajinnya bukan hoax semata.

Tiba-tiba hp Dio berbunyi, ternyata kakak Dio menelepon.

"Halo Dio, apa kabar?" Kata kakaknya di seberang sana.

"Halo kak, alhamdulilah baik. Wah akhirnya kakak nelpon juga."

"Hahaha, pasti kangen ya?"

"Iya kak kangen banget," selama tiga bulan kakak Dio belum pulang dari perantauannya di pulau luar.

"Kakak kapan pulang?" Dio bertanya tidak sabaran, karena selama ini dia sangat menunggu kakaknya.

"Nanti ya, nanti juga kakak pulang kok tungguin aja," di seberang sana kakaknya tersenyum.

Dio hanya terdiam mendengarkan suara kakaknya.

Menyadari hal itu, kakaknya kembali berucap, "Tenang, nanti kakak belikan buku kesukaanmu, novel atau sains?"

"Dua-duanya kak, hehehe." Dio hanya tersenyum mendengar kakaknya.

"Hahaha dasar, baik deh tungguin aja ya nanti kita beli bareng-bareng."

"Yes hore!" Dio kegirangan mendapat janji dari kakaknya, dia tidak mengetahui beberapa waktu nanti akan terjadi peristiwa yang tidak pernah Dio inginkan, membuatnya frustasi tapi tidak depresi.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Waktu menunjukkan pukul 06.30, itu artinya ia harus segera pergi ke sekolah.

"Okay kak, makasih banyak, tapi sekarang aku harus ke sekolah dulu."

"Wah iya bener, yaudah kakak matiin dulu ya, semangat belajarnya Dio!"

"Siap kak!"

Dio segera menutup teleponnya dan pamit kepada orang tuanya.

Sesampainya di sekolah, ia berjalan di koridor menuju kelasnya. Ia berpapasan
dengan banyak murid. Di kejauhan ia mengenal seorang siswi yang tak asing. Setelah semakin dekat siswi itu tersenyum dan menyapa Dio.

"Halo Dio! Aku lihat kemarin kamu ikutan pramuka juga ya?"

"Eh.. Kak Popy ya? Hehe iya kak." Dio nyengir di hadapannya.

"Wah, ternyata kamu ingat aku." Kak Popy tersipu.

Dio hanya diam dan tersenyum. Hal itu justru membuat kak Popy semakin tersipu.

"Dio senyum kamu manis banget sih, malu kan jadinya," kak Popy buru-buru melihat ke arah lain.

"Hehe, kak Popy hebat banget udah ikut OSIS, ikutan pramuka juga,"

"Iya dong." Kak Popy tersenyum bangga di depannya.

"Cape enggak kak?"

"Cape lah, tapi gimana kitanya aja yang ngatur waktu. Kalau bisa ngatur waktu ya fine aja sih,"

"Keren." Dio memberikan dua jempol untuk kak Popy dan tersenyum lagi padanya.

Kak Popy terdiam sejenak melihat Dio yang memujinya. Oh tidak, ia harus segera
keluar dari zona nyaman senyuman Dio. Ini berbahaya, dia harus pergi.

"Okay Dio, kayanya aku harus ke kelas." Kak Popy segera melangkahkan kaki meninggalkan Dio di belakang.

Melihat hal itu, sebenarnya Dio sedikt terkejut karena kak Popy langsung berjalan terburu-buru. Namun ia mengerti dengan banyaknya kegiatan yang dimiliki kak Popy, pasti sedang banyak sekali yang harus dia urus. Dio pun melanjutkan jalannya di koridor. Saat melewati dua kelas dan sampai di depan perpustakaan, ia melihat sekilas ke dalam ruangan yang dipenuhi dengan buku yang tertata rapi di rak. Di samping rak itu terdapat seorang siswi yang sedang mencari buku. Dio menghentikan langkahnya dan memperhatikan siswi tersebut. Benar dugaan hati Dio, dia Amira. Lihatlah, Amira sedang memilih berbagai macam buku yang ada di rak. Setelah dapat, ia membukanya dan tersenyum lebar. Mungkin buku itu yang dia cari. Dia segera membawa buku itu menuju bangku dan ia terduduk lalu membacanya. Ingin rasanya Dio menghampirinya dan memperhatikan Amira lebih dekat. Ia ingin berkenalan. Tapi, sudahlah ia harus pergi ke kelas sekarang. Kemudian Dio melanjutkan langkahnya menuju kelas kembali.

Sesampainya di kelas, Dio menyimpan tas nya di kursi. Tiba-tiba, temannya Kiki
bersama Bima datang ke kelas dengan membawa buku novel.

"Ki, gue udah baca buku Arah Langkah dari Fiersa Besari. Seru banget, jadi pengen keliling Indonesia."

"Wah? Aduh gue belum minjem buku lagi, paling nanti deh, gue bener-bener butuh hiburan."

"Iya bener, nanti istirahat kita ke perpus lagi ya?'

"Siap"

Mendengar hal itu Dio datang menghampiri mereka. Ia tersenyum ramah pada Kiki dan Bima.

Dio berkata, "Eh, nanti kalian bakal ke perpustakaan?"

"Iya, kenapa emang?" Bima yang menjawab pertanyaan Dio.

"Gue ikut dong, pengen baca juga."

"Hah? Lo suka novel apa? Atau jangan-jangan lo nyari buku pelajaran?"

"Ya pokonya gue pengen baca aja."

"Okay ayo," Kiki dan Bima mengangguk.


Selama pelajaran masuk, Dio berusaha agar ia tetap fokus. Dari tadi ia kepikiran apa
yang akan dia baca nanti di perpustakaan. Atau bagaimana jika bertemu dengan Amira dan dia malah bengong lagi. Dio juga berpikir apakah dia akan menemukan buku tentang astronomi sebagai favoritnya. Hal itu terjawab setelah bel istirahat berbunyi. Banyak murid pergi keluar kelas untuk ke kantin.

"Kantin gak, Yo?" Adam mengajak Dio.

"Enggak, lo aja Dam, gue mau ke perpustakaan dulu."

"Okay," Adam segera menuju ke kantin.

Dio menghampiri Kiki dan Bima. Mereka berdua mengangguk pada Dio, tanda bahwa
mereka sudah siap membaca buku. Mereka bertiga akhirnya menuju perpustakaan. Sampai di sana, ada petugas yang menjaga perpustakaan. Dio, Kiki, dan Bima mengucapkan salam. Kemudian mereka menemukan Amira yang sedang duduk seperti biasa membaca bukunya.

"Eh itu Amira. Ayo kesana!" Kiki menunjuk kepada Amira yang sedang duduk sendirian.

"Halo Amira, lagi baca apa?" Bima melambaikan tangannya pada Amira.

Amira menjawab hanya dengan memperlihatkan buku yang ia baca pada Bima.

"Tumben kesini," ucap Amira. Dia melihat satu persatu dari Dio, Kiki, dan Bima.

"Iya lah kan kita rajin." Kiki nyengir dihadapan Amira.

"Iya lagi pengen baca buku aja." Dio akhirnya bersuara di depannya.

Namun, Amira hanya tersenyum tipis padanya dan membaca buku yang ia pegang kembali.

Dio langsung beranjak untuk mencari buku yang akan dia baca. Buku apa lagi, selain buku astronomi. Satu persatu Dio melihat ke arah rak-rak yang dipenuhi dengan buku dan ia melihat Amira kembali. Dia berpikir, kenapa perpustakaan ini tidak ramai yang mengunjungi? Padahal buku-bukunya bagus. Lihatlah, hanya ada Amira yang duduk di sana sendirian. Tapi syukurlah, setidaknya Dio tidak memiliki hobi membaca sendirian.

“Yo, dapet bukunya?” Bima menepuk pundaknya dari belakang.

“Belum, masih nyari.” Dio membuka satu persatu buku sains yang ada di depannya.

“Emang lo nyari buku apa?”

“Tentang astronomi, Bim. Lo tahu gak ada dimana?” Dio menoleh ke arah Bima.

“Oh, mending kamu baca ensiklopedia aja tuh.” Bima menunjuk buku-buku besar yang ada di depan dekat petugas perpustakaan.

Dio melihat ke arah yang ditunjuk oleh Bima dan mencari buku yang ia incar. Satu dua tiga buku yang ia lihat, sampailah dia menemukan buku tentang pembentukan alam semesta. Dio tersenyum memegang bukunya. Cover buku itu tebal atau biasa disebut dengan hard cover. Senang sekali Dio membawa buku itu di tangannya. Dio menghampiri bangku yang ada di dekat Amira dan membaca buku di depan serong kiri Amira. Benar, Dio tidak duduk di depan atau di samping Amira. Entahlah, dia hanya ingin fokus membaca. Tak lama, Bima dan Kiki datang membawa masing-masing dua buku novel. Mereka duduk di depan Amira. Bima duduk di sampingnya dan Kiki duduk di depannya. Dio melirik ke arah mereka bertiga dan kembali membaca bukunya.

Setelah beberapa detik, ia berucap, “Kalian suka datang ke perpustakaan ya?”

“Iya,” jawab Kiki dan Bima bersamaan.

“Gak terlalu sering sih, kalau pengen aja.” Bima mengangkat bahunya.

Amira hanya melihat ke arahnya sekilas dan membaca bukunya kembali.

“Kenapa emang?”

“Wah rajin sekali kalian.”

“Yang paling rajin itu Amira, dia setiap hari ada di sini.”

“Benar tuh.”

Dio melihat ke arah Amira dan ia pun melihat ke arahnya. Lalu Amira mendekatkan
jari telunjuk ke depan mulutnya. Itu berarti Dio, Bima, dan Kiki harus diam, karena perpustakaan bukan tempat untuk mengobrol. Bima dan Kiki mengangguk dan segera membaca bukunya kembali. Dio hanya terdiam dan tersenyum sambil melihat ke arah bukunya. Melihat hal itu, Amira hanya geleng-geleng kepala.


Tidak ada percakapan kembali setelah itu. Mereka berempat fokus dengan bacaannya
masing-masing. Beberapa menit kemudian, bel masuk berbunyi, Amira segera berdiri dan menyimpan bukunya dengan sigap. Kiki, Bima, dan Dio melirik sebentar ke arah Amira, lalu mereka menyimpan bukunya masing-masing.

“Eh iya nanti lo ekskul dulu kan?” Bima berkata pada Amira.

“Iya,” jawab Amira singkat.

Dio melihat ke arahnya dengan tatapan heran, ekskul apa dia? Gumam hatinya.

Melihat ekspresi Dio, Kiki menyadarinya dan berucap, “Dia ekskul pramuka, sama kan kayak lo?”

Dio kaget dan melihat ke arah Kiki. Sebentar, sekarang hari apa dia lupa. Benar sekali
Dio lupa jika hari itu adalah hari Rabu dan dia harus ekskul pramuka. Dio memejamkan matanya hingga tersentak ketika Amira berkata,

“Yaudah gue duluan ke kelas ya? Bye.” Amira melambaikan tangannya pada mereka.

“Dadah Amira, sampai ketemu nanti.” Kiki dan Bima melambaikan tangannya juga, tetapi Dio hanya tersenyum tipis.

“Harusnya lo senang bisa ekskul bareng Amira.” Bima memukul ringan lengan Dio.

Dio hanya menaikkan sebelah alisnya dan menggelengkan kepalanya. Kemudian balik badan dan melangkah pergi.

“Dio tungguin!” Kiki berteriak padanya.

“Nih anak, malah ninggalin, woylah!” Ucap Bima kesal.

Kiki dan Bima segera menyusul Dio yang ada di depannya.

***


“Baiklah anak-anak cukup sampai di sini pembelajaran kita. Sampai bertemu di pertemuan nanti.” Bu Nina sebagai guru mata pelajaran IPS segera membereskan buku-bukunya dan membawanya keluar kelas.

“Terimakasih bu,” ucap semua murid yang ada di dalam kelas.
Bu Nina menuju ruang guru. Sedangkan semua murid membereskan alat tulis mereka. Pelajaran IPS merupakan jadwal terakhir hari itu, maka semuanya bergegas untuk pulang ke rumah. Terkecuali Dio, Adam, Adit, Gita, Silvi, yang mengikuti ekskul pramuka. Mereka bersiap-siap untuk segera ke lapangan untuk mengetahui informasi selanjutnya dari pembina dan pratama.

“Ayo guys kita ke lapang!” Adam mengajak kawan-kawannya dengan sedikit berteriak.

“Sabarlah Dam, ini juga udah beres kok,” Dio menggendong tasnya.

“Yuk!” Silvi sudah siap untuk pergi ke lapangan.

“Let’s go!” Adit mengepalkan tangannya ke atas.

Mereka benar-benar tidak sabar untuk masuk ekskul. Bahkan dari kemarin-kemarin
Adam terus mengoceh di pinggir Dio, bagaimana mereka akan ekskul, apa yang akan mereka pelajari, sampai apakah pembina dan semua kakak kelasnya baik. Tentu saja Adam mengulang pertanyaanya seperti kaset rusak. Untungnya Dio adalah teman baiknya yang penyabar, walupun sesekali berdecak sebal. Setelah beberapa hari itu, akhirnya yang ditunggu-tunggu oleh Adam datang juga. Adam tidak sabar sampai menunggui kawan-kawannya di pintu kelas. Dia tidak berhenti terus berbicara agar teman-temannya segera keluar kelas dan mengejek mereka karena lamban. Akhirnya, tidak lama kemudian, teman-temannya menyusul keluar kelas satu persatu. Adam langsung berjalan menuju lapangan.

“Ayo!” Adam berkata sambil meninggalkan teman-temannya.

Dio menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku Adam. Semua murid yang menjadi anggota baru di ekskul pramuka telah berkumpul di lapangan. Mereka saling mengobrol satu sama lain. Ada yang penasaran bagaimana kegiatan-kegiatan ekskul nanti, apakah ada kemah, apakah gurunya baik, hingga bergosip kakak kelas dan teman-teman dari kelas lain yang memiliki paras tampan juga cantik.

"Ayo semuanya adik-adik segera berbaris ya!" Kak Popy mengatur kami supaya berbaris rapi.

"Baik kak," ucap semua anggota baru.

Kak Popy melirik sekilas ke arah Dio. Ketika Dio melihat ke arahnya, kak Popy segera mengalihkan perhatiannya ke arah lain dan pura-pura mengajak ngobrol dengan temannya. Saat Dio merapikan barisannya, ia melihat Amira di seberangnya, ternyata ia adalah tetangga kelas nya. Amira dari kelas VII B. Ingin Dio untuk menyapanya, tetapi dia urung. Begitupula dengan Amira yang melihat Dio, dia hanya menatapnya tanpa ekspresi apapun. Tak beberapa lama kemudian, kak Bagas membuka kegiatan dengan pembukaan pertemuan pertama bagi anggota baru. Ia memberikan beberapa kalimat saat berpidato. Setelah itu kak Ayu sebagai sekretaris memberitahukan kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan hari itu. Semuanya berteriak hore termasuk Dio dan teman-temannya. Mereka berpikir betapa akan serunya kegiatan itu.

“Saatnya kita bagi kelompok,” kata kak Ayu menginformasikan.

Dio membulatkan mulutnya, ia berpikir berarti dia harus bergabung dengan teman-teman dari kelas lain. Adam girang mendengar hal itu. Semua murid yang menjadi anggota baru saat itu berekspresi tidak sabar menunggu hasil pembagian kelompok yang dipilih secara acak oleh para pengurus inti ekskul pramuka.

“Baik kita mulai,” ucap kak Ayu sambil tersenyum.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 16, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

To YoungWhere stories live. Discover now