1. si cupu bin kere

16 2 0
                                    

Sinar mentari pagi mampu menghangatkan hingga ke seluruh relung jiwa pemandangan yang begitu indah dipandang sawah membentang luas padi-padi yang sudah merunduk yang dalam artian sudah siap panen.
Dari kejauhan terlihat seorang gadis manis berpenampilan sederhana sudah lengkap dengan seragam putih abu-abu nya tak luput kacamata yang menempel di kedua bola mata hitam kecoklatan nya beserta rambut yang dikepang dua. Dirinya sedang asyik menikmati hangatnya sinar mentari pagi dibalik jendela bilik kamar yang berbahan kayu tersebut. Itu sudah menjadi rutinitasnya setiap pagi sebelum ia berangkat menuju kota Jakarta di SMA Nusa bangsa tempat dirinya menimba ilmu.
Yap dia adalah sila zevanya putri dirinya tinggal di sebuah desa yang asri dan sejuk yakni desa Cikadu Cianjur. Dirinya berasal dari daerah Sunda dan keseharian nya di rumah berbahasa Sunda sedangkan di sekolahnya dirinya berbahasa Indonesia karena teman sebayanya mayoritas nya orang Jakarta. Jarak rumah nya memang cukup jauh dari sekolahnya sehingga mengharuskan nya menggunakan angkutan umum untuk sampai ke sekolahnya namun itu tak mematahkan semangat nya untuk menimba ilmu.

"Neng hayu urang sarapan tos jam 6 lewat tujuh tuh". (Nak ayo kita sarapan sudah jam 6 lewat tujuh itu"). Ujar seorang wanita paruh baya di ruang tamu dengan lembut.

"Muhun Ambu sakedap dei neng keluar ". (Iya Bu sebentar lagi sila keluar). Ujar sila sedikit nyaring.
Sila pun bergegas menuju ruang makan yang menyatu dengan tempat ruang memasak tersebut.
Cekleek!
Pintu kamar sila pun terbuka perlahan. Gadis manis berkulit sawo matang itu pun tersenyum disaat melihat seorang wanita yang tengah mengandung nya selama sembilan bulan itu sedang menyiapkan sarapan untuknya dan seorang lelaki yang menjadi cinta pertamanya yakni sang ayah.

"Kaluar Oge akhirna neng yeh sambel goreng tarasi kesukaan neng tos disediaken meni raos pisan". ( Keluar juga akhirnya nak nih sambal goreng terasi kesukaan kamu sudah disiapkan enak banget rasanya). Ujar sang ayah sembari mencolek kan sepotong tahu ke sambal goreng yang terlihat sangat menggugah selera bagi sila. Ya sedari dulu dirinya memang sangat menyukai sambal tersebut apalagi dibuat dengan penuh cinta oleh sang ibu .

" Muhun bah aduh meni lahap pisan abah emamna". (Iya yah terlihat ayah lahap banget makanya) ujar sila sembari terkekeh. Ia pun segera mengambil posisi duduk di depan kedua orang tuanya, sila bersyukur walaupun hidup nya jauh dari kata mewah dan hanya memiliki rumah kecil namun sila tak pernah sedikitpun mengeluh.
Seperti saat ini ia dan kedua orang tuanya hanya makan dengan lauk seadanya tahu, tempe, ikan asin dan sambal goreng terasi. Tapi itu tak mengurangi selera makan mereka.

"Yap kadie sok mana piringna?". Ujar sang ibu sembari menyidukan nasi yang tersimpan di sangku terbuat dari bambu tersebut. (Ayo kesini silahkan mana piringnya). " Muhun ambu nih sok kadieken nih piring sila". Ujar sila tersenyum manis sembari menyodorkan piring pelastik tersebut. (Iya Bu nih silahkan kesinikan ini piring sila).
Mereka pun akhirnya sarapan pagi dengan lahap. Suasana rumah sederhana Sila terasa begitu hangat walaupun ia terlahir dari bukan orang yang berada namun hubungan mereka harmonis, sila adalah anak tunggal dari ibu marsinah dan bapak Kasim.
Kedua orang tuanya adalah pekerja serabutan di sawah orang.
Setiap harinya mereka hanya diupah sebesar 50 ribu rupiah dari pagi hingga sore hari.
Sila sebenarnya tak tega melihat kedua orang tuanya bekerja begitu keras padahal diusia senja seharusnya mereka sudah beristirahat dan hanya tinggal bersantai santai saja di rumah.
Pernah sila memutuskan untuk berhenti sekolah saja waktu dirinya masih mengenyam bangku sekolah menengah pertama dirinya memilih untuk bekerja saja namun kedua orang tuanya begitu menentang keinginan nya karena mereka ingin sila tetap melanjutkan pendidikan nya bahkan mereka berharap sila bisa melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Karena mereka tak ingin sila bernasib sama seperti kedua orang tuanya yang hanya mengenyam bangku sekolah dasar saja.
Kedua orang tuanya berharap sila mempunyai kehidupan yang lebih baik kedepannya.

"Mbu yah tenang wae nya pulang ie ambu jeng ayah hente perlu damel dei sa entos ie sila aja yang damel engke lamun sila sudah berhasil meraih cita cita sila". (Ibu,ayah tenang aja ya setelah ini ibu sama ayah gak perlu kerja lagi setelah ini biar sila aja yang kerja setelah disuatu saat nanti sila berhasil meraih cita cita sila). Ujar sila kepada kedua orang tuanya disela sela dirinya menyantap makanan .
Ibu marsinah dan bapak Kasim tersenyum sembari menghembuskan nafas dengan lembut.

sila sigadis Cupu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang