part 21

30 9 0
                                    

Hari ini keadaan ruang kelas sedikit riuh, sebab guru belum datang mengajar ke kelas ips 1. Namun, suara menginterupsi mereka yang ramai di dalam kelas.

"Panggilan kepada Alya Faresha Alexander segera ke ruangan kepala sekolah untuk bertemu wali kelas, sekali lagi panggilan kepada Alya Faresha Alexander segera ke ruangan kepala sekolah untuk bertemu wali kelas, terimakasih."

Begitu panggilan tersebut selesai Alya yang tadinya menulis asal-asalan pun terhenti seketika, ia tetap menulis meskipun telinganya tetap bisa mendengar panggilan tadi.

Ia menghela napasnya lalu menyimpan bukunya di bawah kolong meja, lalu beranjak keluar menuju ruangan Kepala Sekolah  sesuai panggilan tersebut.

Kawan-kawannya hanya menatap kepergian Alya hingga punggung gadis itu hilang dari pandangan mereka.

"Ada apa tuh kok dia dipanggil?"

"Mungkin karna kasus bapaknya kali."

"Huss, ntar dia tau habis lo."

"Palingan soal lomba." Jawab seorang gadis yang berada di tengah2 meja sambil memainkan rambutnya, sedang tangannya menumpu di atas meja-membuat semua pandangan dengan tanda tanya, ada juga yang tidak perduli lanjut dengan permainan di handphone miringnya itu, ada juga yang ber ooh ria.

Sementara teman Alya tidak memperdulikan hal tersebut secara terang-terang meskipun mereka juga sebenarnya penasaran.

Setibanya Alya di ruangan kepala sekolah, milik om nya sendiri tersebut.

Sebelum masuk, ia mengetok pintu dahulu.

"Permisi."

"Silahkan masuk." Jawab seseorang dari dalam. Kemudian Alya masuk dengan sangat sopan, walaupun Alya sedikit tidak senang dan malas bertemu dengan keluarga papanya itu tetap saja ia harus jaga sikap. Bukan karna menjaga nama ataupun image, tapi sikap itulah yang ditanamkan oleh papanya sejak dulu.

"Silahkan duduk."

"Ada apa bapak panggil saya kesini?" Tanya Alya kepada pria paruh baya tersebut, setelah menduduki sofa di depannya itu.

"Saya mau membicarakan perihal lomba kamu 3 bulan yang lalu."

"Sebenarnya saya sudah tidak terlalu perduli pak dengan lomba itu, hanya karna wali kelas saya yang menyuruh untuk ikut lomba tersebut, saya yakin itu suruhan papa kan?"

"Iya saya tau alya, tapi ini hanya sekadar formalitas sebagai bukti bahwa kamu menerima sesuatu yang saya berikan."

Raut wajah alya yang tadinya sangat santai berubah jadi serius dan ia mencondongkan tubuhnya sedikit.

"Jangan bilang kalau ini sog-" lalu pria paruh baya itu mengangguk sebelum alya mengatakan sebenarnya, karna di ruangan ini terdapat cctv yang dapat diakses oleh keluarga Alexander.

Lalu Alya memundurkan tubuhnya setelah tau apa yang terjadi nanti.

"Saya tidak mau terima uang haram ini."

"Ini sangu kamu untuk beberapa bulan kedepan dari papa kamu."

"Saya tetap tidak ter-"

"Alya." Pria itu memanggil namanya lalu mulai berbicara serius dengan anak kakaknya itu.

"Saya mohon kali ini kamu bisa diajak kerjasama, saya mohon kamu menerimanya, disini ada cctv yang keluarga kamu bisa mengaksesnya kapan saja. Dan bisa jadi hari ini papa kamu melihat kita sekarang, apalagi ini rencana bagian papa kamu."

"Memang apa yang om mau sekarang?"

"Terima uang ini terlebih dahulu, nanti kamu bisa kembalikan jika tidak mau." Ujar Om David menjelaskan, namun di pikiran Alya saat ini penuh tanda tanya. David yang bisa merasakan hal itu, lalu menjelaskan lagi tujuan dia memberikan amplop coklat tebal itu.

Alya Mission [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang