SEBUAH PULAU

21 2 3
                                    

Hai, namaku Nanda. Suatu hari, aku dan teman-temanku memutuskan untuk rekreasi ke sebuah candi yang penuh dengan sejarah dan mistis. Ketika kami sedang berkeliling menikmati keindahan arsitektur candi, tiba-tiba seorang kakek tua muncul dari balik bayangan, wajahnya keriput dan tatapannya penuh dengan misteri. Dengan tangan gemetar, dia menyerahkan sebuah keris kuno padaku, memaksaku untuk menerimanya seolah-olah benda itu memiliki arti penting yang hanya dia yang tahu. Aku yang bingung dan terkejut, akhirnya menerima keris tersebut. Hari berikutnya, kami pergi ke sebuah tempat yang tidak kalah misterius bersama teman-temanku, Fira, Liya, dan Yaya.

Sesampainya di sana, kami mulai menjelajah, menikmati keindahan dan keunikan tempat itu. Namun, tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah danau yang tenang namun misterius. Tanpa diduga, aku merasakan hembusan angin dingin di telingaku, diiringi bisikan halus yang berkata, "Lemparkan keris itu." Aku terkejut dan berteriak ketakutan, "AAA!!" Teman-temanku langsung berlarian menghampiriku dan bertanya dengan cemas, "Hei, kamu kenapa? Ada apa?" Segera setelah itu, pandanganku mulai mengabur, semuanya menjadi gelap...

Ketika aku sadar, aku sudah berada di dalam bus yang penuh sesak dengan para guru yang khawatir. Setelah sedikit tenang, aku dan teman-temanku merasa perlu untuk kembali ke danau itu. Sesampainya di sana, bisikan itu kembali, namun kali ini terasa lebih mendesak. Dengan perasaan yang bercampur aduk, aku melemparkan keris tersebut ke dalam danau. Seakan ada sihir yang kuat, tiba-tiba seluruh pemandangan di sekitar kami berubah menjadi lautan air yang luas. Aku berenang sekuat tenaga ke tepi dan menyaksikan teman-temanku terkejut saat gempa dan kilatan petir menyeruak dari langit.

Dengan perasaan takut dan penasaran, aku menatap ke dalam air dan melihat sebuah bentuk besar yang perlahan muncul dari kedalaman danau. Ternyata, itu adalah sebuah pulau mengambang yang begitu megah, dengan candi yang menjulang tinggi di tengahnya. Candi itu begitu besar dan kokoh, seolah menyimpan rahasia kuno yang tak terhitung jumlahnya. Lalu, sebuah suara yang dalam dan penuh wibawa menggema, "Wahai anak-anakku, masuklah ke dalam candi ini dan jagalah pulau ini dengan segenap jiwa raga kalian."

Kami semua hanya bisa saling memandang, kebingungan dan ketakutan bercampur dalam diri kami. Ketika kami melangkah masuk ke pulau itu, tubuh kami mulai berubah secara aneh. Fira berubah menjadi makhluk setengah ikan atau duyung, dengan ekor yang berkilauan seperti mutiara. Liya, yang selalu kalem, kini berubah menjadi berkulit putih seputih salju dengan rambut panjang berwarna coklat. Yaya yang ceria kini memiliki telinga yang runcing dan rambutnya menjadi panjang menjuntai, dengan sayap besar yang tumbuh di punggungnya. Hanya aku yang tidak mengalami perubahan apa pun, seperti diriku tetaplah manusia biasa.

Kami memasuki candi yang dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno yang begitu indah namun tak dapat kami pahami. Setiap goresan di dindingnya seperti menyimpan cerita dari ribuan tahun lalu, namun tak satu pun dari kami yang bisa menafsirkannya. Saat itulah aku teringat bahwa kami sebenarnya sedang dalam acara rekreasi sekolah, dan aku pun dengan gugup berkata, "Hei, kalau kita dicari guru bagaimana?" Kepanikan mulai merayapi hati kami, namun saat kami melangkah keluar dari candi, aku mulai merasa gelisah, seolah ada sesuatu yang tidak beres. Mata ini terasa berat, rasa kantuk menyerang tanpa ampun, dan tiba-tiba semuanya kembali menjadi gelap...

Ketika aku terbangun, aku mendapati diriku sudah berada di rumah. Kebingungan memenuhi pikiranku, dan aku segera menghubungi teman-temanku. Ternyata mereka juga mengalami hal yang sama persis. Aku merasa lega sekaligus terkejut, "Wah, berarti bener aku nggak halu." Dengan tekad yang bulat, kami meminta para guru untuk mengantar kami kembali ke tempat tersebut. Ketika tiba di sana, samar-samar aku bisa melihat bayangan danau itu lagi, meski hanya sekejap. Aku mengambil kembali keris itu dan melemparkannya sekali lagi.

Kali ini, kami kembali ke pulau itu, dan penampilan teman-temanku berubah lagi seperti sebelumnya. Saat kami akan memasuki pulau, tiba-tiba seorang wanita anggun dengan gaun putih dan mahkota emas di kepalanya muncul di hadapan kami. Dia begitu cantik dan memancarkan aura yang luar biasa, seolah bukan dari dunia ini. Tanpa bicara, dia hanya menunjuk ke arah kami, lalu menghilang dalam sekejap seperti hembusan angin. Tiba-tiba, dari dalam candi, muncul burung-burung yang sangat indah dan mereka berterbangan mengelilingi kami, membentuk pusaran yang membawa kami terbang ke angkasa. Kami semua terpana melihat keindahan ini, dan Yaya dengan riang berseru, "Wah, indah banget!" Kami pun dibawa ke atas awan, di mana sebuah kerajaan megah berdiri, bagaikan istana di negeri dongeng.

Kerajaan itu begitu menakjubkan, dengan menara-menara tinggi yang terbuat dari awan dan jalanan yang berkilauan seperti kristal. Di sana, kami melihat para manusia bersayap yang beraktivitas dengan damai. Aku takjub, "Eh, mereka punya sayap!" Fira yang biasanya tenang, menggodaku, "Mulutmu, loh!" Kami lalu dibawa masuk ke dalam istana dan disambut oleh singgasana yang begitu mewah, dipenuhi ornamen emas dan perak. Liya, yang sejak tadi terlihat aneh, tiba-tiba mengeluarkan sayap dan terbang menuju singgasana itu, seolah ada kekuatan yang menariknya. Kami bertiga hanya bisa menatap dengan mulut ternganga, "Lah, kok kamu punya sayap?" Liya tampak bingung, "Aku juga nggak tahu, aku baru sadar kalau aku punya sayap." Ternyata, Liya mewarisi takhta kerajaan langit ini, dan dia mulai mengingat kembali sebagian dari ingatan ratu terdahulu. Sekarang, Liya menjadi pemimpin ras malaikat yang bijaksana. Dia juga menjelaskan kepada Fira bahwa sebagai keturunan bangsa duyung, Fira seharusnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan air dan sihir yang berhubungan dengan laut. Dengan informasi ini, kami melanjutkan perjalanan kami yang penuh dengan misteri dan keajaiban.

Liya memerintahkan enam malaikat penjaga untuk mengantar kami kembali ke dasar danau, dan memberi peringatan agar kami tidak masuk ke dalam air. Namun, begitu Fira mendekati air, air tersebut seolah-olah membuka jalan untuknya, menyingkir dan tidak berani menyentuhnya. Kami berjalan di dasar danau dan melihat para duyung yang memandang Fira dengan penuh hormat dan ketakjuban. Mereka berbisik satu sama lain, "Lihatlah, bahkan air pun tidak berani menyentuhnya. Siapa dia sebenarnya?"

Tak lama kemudian, sekumpulan ikan besar mendekati Fira, dan dengan suara terkejut, Fira berkata, "Loh, ikan-ikan ini kok bisa bicara?" Aku dan Yaya sama-sama kebingungan, "Fir, kamu baik-baik saja?" Malaikat penjaga kemudian menjelaskan, "Menurut legenda, seorang ratu yang menguasai danau ini dapat berbicara dengan semua makhluk yang ada di dalam air." Fira pun memutuskan untuk mengikuti petunjuk ikan-ikan tersebut, memasuki reruntuhan sebuah kerajaan kuno di dasar danau. Di dalam reruntuhan itu, Fira menemukan singgasana yang sudah sangat tua dan rapuh. Ketika dia duduk di sana, singgasana itu bersinar terang, dan tiba-tiba para duyung yang berada di sekitarnya bersujud dengan penuh penghormatan. Ternyata, Fira telah mewarisi kekuatan besar dari penjaga danau yang legendaris.

Setelah menyadari kekuatannya, Fira memerintahkan empat ikan raksasa untuk membawa kami. Dia juga mendapatkan sebagian ingatan dari penguasa danau sebelumnya, dan memberi tahu kami bahwa Yaya sebenarnya adalah keturunan langsung dari penguasa alam peri. Kami pun menuju ke hutan di sekitar danau dan menemukan sebuah kastil tua yang tertutup oleh dedaunan tebal. Saat Yaya melangkah mendekati kastil itu, dedaunan yang tadinya menutupi pintu utama langsung tunduk dan membuka jalan untuk kami.

Kami memasuki kastil yang gelap dan sunyi, dan di dalamnya kami bertemu dengan 24 peri yang langsung tunduk kepada Yaya. Aku, yang penasaran, bertanya, "Di mana teman-teman kalian yang lain?" Mereka semua menjawab dengan mata yang basah oleh air mata, "


THE HIDDEN MAGIC ISLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang