Tandai typo!
Leno merasakan sebuah kebahagiaan yang tak biasa saat bersama Maudy. Ada sebuah perasaan hangat yang menyelimuti hatinya, seolah setiap detik yang dilewati bersama Maudy adalah sebuah anugerah. Ia ingin selalu tersenyum saat melihatnya, seolah Maudy adalah seberkas cahaya yang menyeruak masuk ke dalam hidupnya. Rasa bahagianya itu bagaikan air yang menyiram bunga-bunga, menyegarkan dan membuatnya mekar dengan indah.
Ia baru mengenalnya beberapa hari lalu, tetapi rasa bahagia yang ia rasakan saat bersama perempuan itu terasa sangat amat kuat. Leno tak menyangka akan merasakan perasaan seperti ini secepat ini. Tatapan Maudy, cara bicaranya, semuanya menarik hati Leno. Ia menyukai Maudy, dan perasaan itu semakin kuat setiap kali ia bertemu. Leno merasa terpesona oleh kepribadian Maudy yang hangat dan menarik. Ia ingin selalu berada di dekat Maudy, menikmati kebahagiaan yang ia rasakan saat bersama.
Seperti sekarang, keduanya tengah berada di perpustakaan sekolah. Suasana hening menyelimuti mereka setelah berbincang-bincang banyak, keduanya sama-sama terdiam dengan kegiatan masing-masing. Leno tak bisa menahan pandangannya dari Maudy yang duduk di sampingnya. Ia terus melirik Maudy yang sedang menulis sesuatu di buku tulisnya. Beberapa helaian rambutnya menjuntai ke bawah, hampir menutupi sebagian wajahnya. Rasanya ingin sekali menyisipkan rambut Maudy ke belakang telinga, agar tidak menghalangi pandangannya. Namun, ia tak berani, takut membuat Maudy risih. Leno hanya bisa menatap Maudy dari samping, menikmati kecantikan yang terpancar dari wajahnya, serta merasa bahagia hanya dengan menyaksikan Maudy dari dekat.
Maudy menegakkan tubuhnya, merasa diperhatikan. Ia menoleh ke arah di mana Leno duduk. Merasa tertangkap basah, Leno menjadi gelagapan sendiri dan memalingkan wajahnya. Telinganya memerah padam, seolah menyerap semua warna yang ada di sekitarnya. Maudy tertawa renyah, menatap Leno dengan tatapan yang lembut dan menyenangkan. Senyum itu seolah melelehkan rasa malu Leno, menghilangkan setiap kegugupan yang ia rasakan.
"Kamu kenapa?" tanya Maudy mencoba untuk melihat wajah Leno. "Gakpapa, kan?"
"G—gakpapa." Leno terkekeh canggung sembari membetulkan posisi kacamatanya yang merosot.
"Kok merah telinganya?" tanya perempuan itu memastikan agar temannya ini baik-baik saja. Namun, Leno semakin memalingkan wajahnya agar Maudy tak melihatnya. "Kenapa, sih?" tanya Maudy lagi, sembari terkekeh, karena kelakuan Leno yang membuat dirinya tak mengerti.
"Gakpapa," kekeh Leno. Setelah berkata seperti itu ia berdehem untuk menghilangkan kegugupannya karena terciduk. "Beneran gakpapa? Tadi itu telinganya merah banget," kata Maudy.
"Iya." Leno mengangguk. "Sudah selesai?" Ia bertanya sembari menutup buku yang dibaca tadi, tatapannya mengarah ke Maudy.
Maudy menutup buku catatannya, menandakan bahwa tugasnya sudah selesai. Menoleh sejenak, lalu mengangguk menjawab pertanyaan Leno. Ia menatap jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 09.25. Matanya kemudian beralih ke Leno, yang juga tengah menatapnya, seolah hendak mengatakan sesuatu. Leno terlihat gagap, seolah ada sesuatu yang ingin ia utarakan tetapi tak berani.
"Kelas kamu emangnya gak pelajaran?" Maudy bertanya sembari merapikan rambutnya ke belakang. Kelasnya di suruh merangkum materi, makanya dirinya berada di sini di banding di kelas.
Leno menggeleng. "Enggak, gurunya lagi sakit, cuma di kasih tugas doang. Di kelas rame, jadi gue mending di sini, sepi, nyaman, dan bikin gue tenang," jawabnya di akhiri dengan senyuman, tak lupa juga matanya yang ikut tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Leno Alendra [Terbit]
Novela JuvenilPart lengkap! Lebih lengkapnya ada di versi cetak. Hasil rombakan! 99,9% berbeda dengan alur yang dulu. Ini adalah kisah tentang Leno Alendra, atau yang akrab disapa Leno, seorang pemuda berusia 17 tahun yang hidup sendirian di kota besar Jakarta. L...