Prolog

9 0 0
                                    

Lilly, seorang gadis dengan wajah yang terbilang lucu itu sedang berdiri dengan senyum hangat di tengah pesta. Matanya tertuju pada seseorang, dia adalah seorang pria dengan sosok yang bisa dibilang terhormat di sekolahnya. Tidak terlalu tinggi dan masih terbilang muda, tetapi memiliki kesan berwibawa dan pengaruhnya besar bagi orang lain. Pria itu sudah menjadi sosok di hatinya, pemeran utama pria dalam dongengnya.

Senyum di wajah Lilly lama kelamaan menjadi lebih sedih. Ia menyesali semua waktunya di sekolah tinggi ini.

Bunga-bunga berguguran dari pohon, tertiup angin menyeberangi gedung, dan di sana Lilly berdiri.

Angin meniup rambutnya dan rona merah di pipinya mengungkapkan cinta untuk seseorang yang dilihatnya dari jauh.

Itu dia.

Keinginannya sekarang tidak berbeda dari sebelumnya, ia ingin melihatnya, ia ingin membalikkan waktu dan kembali ke masa lalu untuk memberitahu dirinya sendiri bahwa dia adalah cinta pertamamu.
Jika ia cepat menyadari bahwa ini adalah cinta,
Jika ia tidak takut untuk berbicara dengan orang seperti dia,
Lilly ingin menjadi orang seperti itu.
Bukan gadis bodoh egois yang baru menyadari perasaannya sekarang. Jika saat itu ia tidak seperti ini, ia bisa menjadi tipe idealnya dan meraihnya di sana, di sampingnya.

Senyuman menyedihkan Lilly saat ini dapat dirasa hanya dengan sekali pandang. "Gadis bodoh," gumamnya. Sekarang kita tidak akan pernah bertemu lagi karena itu tidak mungkin.

Ia pikir begitu,

"Lily, lama tidak bertemu," seorang pria yang dia pikir tidak akan pernah ditemui lagi ada di sini, di depan matanya. Namun apa daya menipu hati, Lilly yang selama ini sudah lupa akan dirinya mulai goyah akibat pertemuan tak terduga ini.

"Ahh ya, lama tidak bertemu Harlan." Jika Lilly bisa menggambarkan saat ini, satu kata darinya, gugup.

"Bagaimana kabarmu selama ini?"

"Sangat baik." Lilly tidak punya kata lain. Ia sudah terbiasa seperti ini dengannya sejak lama, sangat formal dan Harlan pun pasti menyadarinya. Tapi sebuah alasan bahwa Lilly seperti ini sebenarnya karena hatinya. Ia tak pernah rela membiarkan dia tahu perasaannya untuknya, cinta pertama.

"Umm maaf bertanya, mengapa kau datang ke sini Harlan?" Sudah lama sejak pesta berlalu dan sekarang mereka masuk dalam universitas yang berbeda. Itulah yang membuat Lilly kebingungan, untuk apa Harlan datang ke universitasnya. Lagi pula di sini tidak ada kenalan yang saling mereka kenali dan universitas dirinya lebih unggul dibandingkan tempat yang dia datangi ini.

"Kurasa aku tidak pernah tahu dirimu yang sebenarnya,"
"Aku ingin mengenalmu,"
"Jadi karena itu, aku datang ke sini."

Lilly membeku. Ia sangat bingung dengan ucapannya.

"Tapi apa yang ingin kau ketahui tentangku?"
"Apa terjadi sesuatu?"
"Atau, apa aku membuat kesalahan sebelumnya?"
Lilly menatapnya dengan wajah yang sangat konyol yang tidak bisa mengerti.

"Ya,"
"Kau telah membuatnya,"

"Membuatku jatuh cinta padamu,"

Apa yang baru saja terjadi? Apa dia baru saja mengungkapkan perasaannya padaku? Apa ini mimpi? Apa aku sedang tidur saat ini? Tak mungkin ini adalah mimpi, baru saja aku keluar dari kelas terkutuk.

"Yah, itu lelucon yang bagus, aku hampir mengira itu nyata," saat Lilly mencoba tertawa karena pengakuan itu. "Itu bukan lelucon Lilly, aku sangat menyukaimu."

Seseorang benar-benar perlu menelepon 911 untukku

Unexpressed Feelings of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang