Dahulu aku anggap menunggu akan menghadirkan sesuatu yang kita harapkan. Namun aku keliru, Ketika kita gantungkan harapan kepada selain Allah, kecewa yang menyakitkan yang dihadapi. Aku menunggu, bahkan dengan keyakinan bahwa orang yang kucintai saat itu adalah orang yang akan bersamaku selamanya. Dalam penantian, aku memaksa Tuhan mewujudkan apa yang tersirat dalam hatiku. Aku tak mengindahkan kuasa-Nya. Sungguh Tuhan ampuni aku...
Penantian dan ketidakpastian ku tanggung seperti menggenggam cermin retak yang tak berbingkai. Cermin itu terus menggores tanganku, namun aku memegang sangat erat karena seseorang terus berdalih menyemangatiku. Menarik ku ke dalam ruang seakan aku harus terus menanti dan terus berharap. Tanpa kepastian. Ketika aku akan beranjak dari ruang itu, aku ditarik oleh ancaman yang menakutkan, dimana penantianku akan sia-sia. Lalu aku terus menanti dalam ketidakpastian. Sampai pada akhirnya, aku terhempas pada kenyataan bahwa aku butuh kepastian. Aku butuh cinta yang haqiqi. Aku merasa ini tidak benar. Dan aku mencari cinta Tuhan untuk menarikku, menuntunku menuju hal yang Dia (Allah) Ridhoi.
Saat itu, aku tak tau. Apakah aku bertahan karenacinta yang semu, atau aku bertahan karena keegoisanku akan arti menunggu. Satuhal yang aku sadari, Allah menuntunmu untuk menemukan cinta sejati dalampenantian atas dasar cinta kepada-Nya. Allah ingin aku menemukan cinta denganrasa cinta Kepada-Nya, dengan hanya berharap kepada-Nya, dan menurutpetunjuk-Nya.
Dalam keheningan malam, pikiranku menerawang jauh, bercabang dan penuh kenang. Satu akar mengenang begitu jauh aku melangkah, banyak waktu yang kuhabiskan untuk sebuah penantian. Memori-memori indah dan pahit yang kian nyata, ku terima dengan raut sendu tak bersuara. Tidak terasa sudah dua minggu berlalu dimana aku mengungkapkan keresahanku pada mama.
"Ma, haruskah aku tetap menunggu, atau baikkah jika aku menanyakan kepastian padanya ?". mama tersenyum kemudian menarik diri untuk bangun dari tidurnya.
" nanti kita bicarakan pada kakek ya, apakah ini baik untukmu atau tidak, tapi menurut mama jika itu baik menurutmu maka lakukanlah, jika tidak baik menurutmu maka jangan kamu memikirkannya". Obrolan kami tetap berlanjut, menimbang jika seperti ini dan seperti itu. Menduga dan menjawab dugaan. Sedang pikiranku terus menimbang resah.
Sejak saat itu, waktu menunggu terasa sangat berat. Semakin jelas bahwa apa yang dipertahankan saat ini tidak menentu arah tujuannya. Bukan karena melihat banyak sodara dan temanku yang sudah menikah, bukan pula tentang umur yang semakin bertambah, dan bukan tentang omongan tetangga dengan banyak pertanyaan kapan menikah. Namun tentang hati yang meminta kejelasan, tentang diri yang merasa siap untuk menentukan visi kehidupan. Tentang kejelasan warna dari wujud cinta yang terlihat semu. Rasanya untuk apa menanam perasaan tanpa di topang keridhoan Allah.
Sejak saat itu, keraguan menyelinap masuk menembus tembok ke egoisan akan memilikinya. Aku bertarung agar keraguan tak memelukku dengan erat, agar keraguan tak meruntuhkan apa yang ku bangun sampai sekarang. Lalu aku terbayang peristiwa beberapa pekan lalu.
" Bu, bagaimana jika ada lelaki lain yang menginginkan Ibu ? mengajak ibu kejenjang serius". Mataku memutar arah, memalingkan diri yang sebenarnya aku terkejut, termenung sejenak. Pandanganku tertuju pada sawah dan pepohonan di pinggir-pinggir jalan yang kami lalui.
" Pak, sejatinya saya sebagai perempuan menanti, tugas saya untuk terus memperbaiki diri. Terlepas saya Bersama seseorang saat ini, belum tentu Allah ridho atasnya. Jadi, jika memang saya dipilihkan pada beberapa pria. Saya hanya meminta petunjuk Allah. Yaitu hasil dari istikharah saya". Lalu, ia mengangguk, mengiyakan pernyataanku.
Obrolan kami hanya sampai disitu. Namun terasa sangat mendalam. Entah sadar atau tidak aku mengatakannya. Namun, aku merasa itu adalah petunjuk. Petunjuk bagaimana aku harus melangkah. Saat jari jemari ini Menyusun kata demi kata,pikiranku hanyut pada masa-masa setelah itu. Sebuah perjalanan yang belum kupahami maksud dan tujuannya. Dan aku masih bergelut dengan keraguan,ketidakpastian, dan iklim baru yang menyelinap masuk membawa kesejukan yangtidak aku pahami maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAQOH
Roman d'amourIkatan antara dua insan yang haqiqi adalah ikatan yang Allah ridhoi, umpama ikatan pernikahan yang Allah berikan pahala yang berlipat lipat ganda. Sejatinya, cinta antara kedua insan adalah cinta yang Allah titipkan dan tentu Allah ridhoi. cinta yan...