Masalalu merupakan hal yang sudah seharusnya kita tinggalkan dan jadikan pelajaran untuk lebih baik kedepannya. Tapi bagaimana jika masalalu itu hidup dalam dirimu yang baru dan kau tak bisa melupakannya.
•••
Lahir dari keluarga sederhana adalah hal yang selalu disyukuri Dwibara Napoleon. Memiliki ibu seorang bidan dan ayah yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Bara, panggilan akrabnya, sedang menempuh pendidikan strata 1 Teknik Elektro di Institut Teknologi yang terkenal di Surabaya. Berada di semester 5 membuatnya pusing memikirkan laprak yang belum rampung.
"Kamu janji mau cari aku, kan?" Ujar si perempuan.
"Iya aku janji aku akan cari kamu di kehidupan selanjutnya, teerak*." Balas si laki-laki.
*teerak (dibaca tirak) artinya sayang dari bahasa Thailand.
Bara terbangun dari tidurnya. Padahal ia baru saja tertidur dua jam yang lalu, namun mimpi itu kembali menghampiri. Dilihatnya jam digital disamping tempat tidurnya masih 02.55, Bara memutuskan untuk mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud.
"Loh kok udah bangun, le*? Apa belum tidur?" Ujar ayah dari Bara yang sedang menonton siaran bola saat melihat anaknya itu menuruni tangga.
*le, artinya nak dari kata tole di bahasa Jawa. Biasanya digunakan orang Jawa untuk memanggil anak laki-laki nya.
"Udah tidur tadi yah bentar, terus kebangun. Ini mau ambil wudhu."
"Kenapa? Mimpi yang sama lagi?" Bara mengangguk. "Yowes ndang sholat dulu sana." Bara berlalu meninggalkan ayahnya.
•••
Jam dirumah Bara sudah menunjukkan pukul 7 pagi, hari ini berwarna merah di kalender, yang artinya segala aktifitas perkantoran ataupun pendidikan diliburkan.
"Le, hari ini anaknya tante Lin mau dateng,"
"Haduh, bu kalo gitu aku ngerjain tugas di luar aja ya," Ujaran Bara mengundang gelak tawa dari ayah dan ibunya di ruang makan itu.
"Kamu ini sama sepupu sendiri kok gitu. Dia tuh cari temen, Bar, kasian dia masih kecil,"
"Ya, tapi dia tuh ngerusuhin, bu,"
"Namanya juga anak 5 tahun,"
"Sudah-sudah sarapan dulu, habis ini ibu mau berangkat ke puskesmas,"
"Lin dateng jam berapa nanti, bu?" Tanya Bagus pada istrinya.
"Katanya sih sorean, mas, kenapa?"
"Ndak, aku mau ke rumah temen, takutnya Lin dateng tapi gak ada orang di rumah,"
"Ya, jangan kesorean, nanti mungkin aku balik dari puskesmas jam 12an sih."
Mereka melanjutkan sarapannya dengan pikiran masing-masing.
•••
"Besok aku mau pulang ke Thailand, kamu ikut ya?" Ucap lelaki berkulit cerah yang tingginya 185cm itu.
"Aku harus bilang apa ke ayahku?" Balas wanita bertubuh langsing berdarah Jawa. "Ayah akan tau kalau kita masih memiliki hubungan."
"Bilang saja ada penelitian yang mengharuskan kamu ke luar negeri."
"Tapi mas, bagaimana jika ayah tau kita berbohong?" Perempuan itu memiliki wajah manis khas perempuan Jawa. Mereka sedang berada di taman kota yang baru saja dibuka. Duduk di salah satu bangku mengahadap ke jalan raya yang tidak banyak lalu lalang kendaraan. Hanya terlihat beberapa pengendara sepeda dan beberapa mobil.
"GALUH AJENG!" Teriak seseorang dari belakang mereka berdua.
"Ayah?"
"Berapa kali ayah bilang, jangan dekat-dekat dengan dia! Ayah tidak suka! Ayo pulang!"
"Namtan... Hei bangun nak, namtan?" Namtan yang mendengar suara ibunya terbangun dari mimpinya. Beberapa kali ia bermimpi seperti itu. "Kenapa? Mimpi buruk ya?"
"Mimpi yang sama lagi bu,"
"Ya sudah, mandi dulu ibu siapin makan, ya?" Namtan mengangguk menurut. Ibunya berjalan keluar kamar yang dihiasi poster-poster Nanon Korapat, artis Thailand favorit Namtan. Ia melihat jam yang menggantung di dindingnya menunjukkan pukul 07.30.
Mengambil handuk yang tersampir di balkon kamarnya dan menyapa tetangga seberang yang sedang mencuci mobil. "Eh mas Farhan kok belum berangkat kerja?"
"Mending kamu cuci muka dulu terus lihat kalender sekarang hari apa," Jawab lelaki diseberang dengan sedikit teriak, karena jaraknya berseberangan.
"Sekarang hari Rabu kan?"
"Ya, maksudnya hari ini ada apa?! Hadeh, ini tuh tanggal merah, Gula." Hanya jawaban oh yang keluar dari mulut Namtan, ia kembali masuk dan memulai mandinya.
Namtan berarti gula dari bahasa Thailand. Bernama lengkap Namtan Vihokratana. Ia anak kedua dari 2 bersaudara. Ayahnya keturunan Thailand-Chinese dan sang ibu memiliki darah Indonesia-Chinese. Memiliki seorang kakak laki-laki yang jahil tapi sayang dengannya, bekerja sebagai owner agensi majalah. Ibunya hanya ibu rumah tangga dan ayah seorang pengusaha di bidang penerbitan buku.
Namtan sendiri sedang kuliah di jurusan Manajemen, namun mengambil kelas karyawan di salah satu universitas swasta di Surabaya. Saat ini ia sedang mengembangkan bisnisnya. Namtan memiliki cafe berkonsep cheerful di daerah Surabaya Timur. Hanya cafe kecil berukuran 5x10 bernama Thinknnn. Nnn berasal dari nickname Nanon yang mana itu adalah nama artis favorit Namtan. Berdirinya cafe itu berawal dari teman-temannya yang kebanyakan adalah pekerja work from home, mereka mencari tempat yang wifinya lancar namun buka dari pagi sekali.
Kebanyakan cafe buka dari pukul 9 atau 10 pagi, tapi Namtan membuka cafe dari pukul 7 pagi. Saat ini sudah ada 3 karyawan yang membantu nya disana. Meskipun sudah ada karyawan, Namtan tetap ikut menjadi barista. Membuka cafe dari pukul 7 dan tutup pukul 10 malam.
"Bu, nanti aku kayanya nginep di cafe," Namtan memberitahu ibunya.
"Halah bilang aja mau keluyuran kan kamu!"
"Hia* apaan sih, siapa yang mau keluyuran? Laporan bahan baku cafe tuh lagi berantakan. Aku mau stock opname di cafe, "
*Hia panggilan untuk kakak laki-laki berdarah China-Thailand.
"Sudah-sudah jangan berantem depan makanan, gak baik. Iya, pokoknya tidur jangan sampe gak tidur ya kamu!"
"Kalo aku nanti pulang agak malem ya, bu, soalnya ada meeting sama editor,"
"Wah jangan-jangan Hia yang keluyuran!"
"Sembarangan bocah kalo ngomong,"
"Enak aja bocah! Aku dah gede tauu, aku udah bisa ngehasilin duit sendiri. Dulu Hia waktu umur 20 ngapain coba, pasti masih minta duit ayah ibu!"
"Hei sudah kok malah berantem!" Lerai Tawan Vihokratana, sang kepala keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Past of Us
FanfictionPernah dengar tentang reinkarnasi? Kau percaya? Bagi sebagian orang hanya percaya reinkarnasi hanya bagian dari kepercayaan orang beragama Hindu. Hanya segelintir orang yang percaya. Bara menjadi salah satu dari orang yang tidak percaya hal tersebut...