"Untung berapa lu, Vel?" Suara berat Samsul memecah keheningan diantara dirinya dan Marvel. Adiknya itu memang sering termenung semenjak kepergian kakaknya untuk yang kedua kalinya.
"Gua rugi, Sul. Engga banyak sih cuma dua ekor ikan doank. Lagi sial hari ini kayaknya," Marvel lesu menjawab, ia melipat kedua tangannya di depan dada, matanya jauh memandang matahari yang akan tenggelam sebentar lagi.
Samsul dan Marvel baru saja pulang dari menjual ikan-ikan di pasar, masing-masing membawa ember yang sudah kosong, tak bersisa ikan satu pun di dalamnya.
"Liat, Vel! Untung banyak nih gua, Papa bakal senang banget kalau kita bisa jajan sendiri pakai uang ini nanti,"
Bangga sekali Samsul memperlihatkan lembaran uang dengan jumlah yang cukup banyak. Sengaja ia memamerkan uang uang itu di depan Marvel. Tapi Marvel tak menggubrisnya, ia hanya menatap uang itu sebentar dan menanggapinya dengan senyum tipis lalu termenung, kembali menatap bola api raksasa yang sebentar lagi mengucap selamat tinggal sebelum terbenam di laut sebelah barat.
"Haaih, Vel? Lu masih kepikiran Kak Azre?" Samsul seolah mengerti raut wajah Marvel yang sedang diselimuti berbagai kesedihan dan pikiran.
Marvel terkejut dengan tebakan Samsul,"Hehe, Iya Sul. Gua kangen aja sama Kak Azre, dulu setiap gua ulangtahun setidaknya dia masak ikan bakar yang entah apa namanya,
ada sup dan minumannya juga bukan hanya air putih," Marvel menghela napasnya berat, berat sekali. Helaan napas yang terdengar menyedihkan sekali."Agak.. aneh aja, dua tahun belakangan ini gak ada lagi masakan spesial dari seorang koki Azrealon," Marvel melanjutkan kalimatnya, menatap Samsul sebentar, seperti mengisyaratkan dirinya untuk duduk bersebelahan memandang matahari terbenam.
"Meskipun ikan bakar itu adalah menu yang disediakan Kak Azre setiap gua ulangtahun, rasanya tidak pernah membuat gua bosan sama sekali. Entah bumbu apa yang dia campurkan bersamaan saat dia mengaduk sup, aroma dari supnya tidak pernah gagal membuat gua lapar dan ketagihan nambah 3 piring,"
Marvel menatap pancingan milik Azre di sebelahnya, pancingan itu sudah diizinkan pemiliknya untuk ia pakai memancing kapanpun ia mau, itulah pancingan berjasa yang membuat setiap ikan-ikan yang dipancing terasa sangat istimewa selama ini.
Azre merasa tidak ada gunanya membawa pancingan itu ke Babylonia, tidak ada dewa yang duduk santai memancing sambil bersiul. Jadi ia memutuskan untuk memberinya kepada Marvel, yang hari ini ikut memancing bersama Samsul menggunakan pancingan itu.
"Ikan bakar buatan Papa gak enak, Sul. Gak ada yang bisa ngalahin buatan Kak Azre," lanjut Marvel terkekeh pelan.
Rasanya, ada yang berbeda sore ini, kalau kata Marvel, dia merasa bahwa matahari sore ini masih seterang matahari di siang hari, seperti akan ada kabar baik nantinya. Menyaksikan matahari terbenam setiap harinya sudah menjadi kebiasaan Samsul dan Marvel.
Bertukar cerita, bertukar tawa, lalu berpelukan sebagai kakak dan adik sebelum meninggalkan tebing yang menghadap langsung ke barat untuk mengistirahatkan tubuh lelah mereka.
Samsul mendudukkan bokongnya perlahan persis di sebelah kiri Marvel, ia juga menghela napasnya dengan berat, ikut memandang matahari terbenam.
"Vel, lu sendiri tahu kan? Kak Azre bukan manusia atau orang biasa yang kita kenal kayak dulu, dia dewa, dia adalah tokoh berpengaruh di Babylonia sana. Kita gak bisa maksa Kak Azre untuk tetap tinggal sama kita," Samsul meluruskan kakinya, kedua tangannya ia jadikan penopang di belakang tubuhnya.
"Gua gak maksa Kak Azre buat tinggal di sini, Sul. Gak pernah gua ngomong gitu, gua cuma kangen aja, delapan belas tahun kita semua hidup bareng di pulau ini, dia ngurusin kita bertiga dulu yang masih jadi bocah petakilan, dia yang kasih kita bertiga nasihat, dia yang selalu nyemangatin gua saat insecure atau sedih. Papa kan sibuk, jadi selain sama lu ya gua curhatnya sama Kak Azre,"
KAMU SEDANG MEMBACA
PATH -Viva Fantasy
FanfictionSLOW UPDATE!! Tentang cara kita merelakan yang pergi, juga cara kita menyambut yang datang. Saat di mana matahari tenggelam dengan suasananya yang tenang, juga saat di mana kita harus merelakan di bawah terangnya rembulan. Saat masalah itu datang, b...