satu

3 2 0
                                    

Ikhlas itu sulit, sabar itu lelah. Tak semua orang bisa melewatinya, karena surga tidak gratis, terkadang kita perlu air mata untuk mendapatkannya.

---Nauraadhaaa---

Bismillah..

"Aku sudah tidak bisa melanjutkan pernikahan ini lagi mas, aku mohon ceraikan aku" ucap Laila dengan penuh air mata sembari menggendong bayi cantiknya. Tangannya terus bergerak dengan cepat mengemas pakaian, lalu ia masukan kedalam koper besar.

"Jauzaty aku mohon, percaya sama aku. Ini salah paham, ga seperti yang kamu pikirkan. Laila, Wallahu aku tidak ridho menalak mu."

Azam tersungkur ke lantai, wajahnya penuh dengan harapan. Ia tidak ingin menceraikan istrinya sedangkan dia saja terbukti selingkuh dengan wanita lain. Kebenaran itu seakan menghancurkan hati Laila dan putrinya. Tak ada yang lain dipikirannya kecuali pergi dan bercerai. Penjelasan panjang yang Azam katakan tidak akan membuat Laila percaya begitu saja, hatinya kini sudah terkhianati dan hancur berantakan.

"Maafkan aku mas, semuanya sudah jelas. Acha sudah terbukti hamil anak kamu mas. Aku tak habis pikir sama kamu, apa aku ga cukup buat kamu? apakah Alice juga tidak cukup mas? Kamu telah mengkhianati kepercayaan aku dan pernikahan kita. Jika tidak bisa menjadi lelaki yang setia setidaknya tepatilah janjimu untuk menceraikan ku mas!"

Acha adalah sepupu Azam yang umurnya hanya selisih 2 tahun lebih muda. Sejak remaja mereka sering bersama, kedekatannya itu sampai membuat hubungan mereka salah paham. Acha mencintainya. Ya, Azam sempat terkejut saat mendengar perkataan Acha yang menurut Azam itu sudah tidak wajar. Acha mengatakan itu disaat Azam sudah mencintai wanita lain yaitu Laila. Azam berusaha untuk menasehati Acha atas perasaannya, dengan sakit hati Acha terpaksa menjauh dari Azam.

Setelah Azam dan Laila menikah, Acha masih saja menggoda dan mencari perhatian Azam. Sungguh, itu membuat hati Laila sangat kesal. Sampai suatu hari Acha melakukan hal yang tidak wajar, ia menjebak Azam masuk ke hotel dan menyuntikkan cairan penenang, dari situlah rencananya dimulai. Dengan sekuat tenaga Azam mencoba untuk menyingkirkan tubuh Acha dari hadapannya, namun ia gagal karena obat penenang itu membuat Azam benar benar lemas.

Setelah kejadian itu Acha menghilang beberapa bulan, dan Azam mencoba menutupi kejadian itu. Kini usia kandungan Acha sudah menepati 2 bulan, tanpa sepengetahuan Azam, Acha benar benar hamil. Acha datang kerumah Azam dan laila, Acha mengakui bahwa itu adalah anak Azam dengan bukti tes pack . Sungguh, Azam dan Laila sangat tidak percaya, akhirnya mereka mencoba DNA dan hasilnya sangat mencengangkan. Ya, itu adalah anak dari Azam Al Hijazi.

Suasana semakin mencekam ketika si kecil Alice menangis.

"Ayo nak, kita pergi. Aku akan segera mengurus perceraian kita mas, assalamualaikum." Laila mendorong satu koper besar sambil menggendong Alice. Pandangannya tertuju pada sebuah taxi yang ia pesan secara online.

"Laila! Aku mohon jangan pergi lai!" Azam teriak dengan tangan bergetar yang ingin meraih Laila.

"Cukup Azam! Biarkan istrimu pergi. kamu pantas mendapatkan ini." Tegas kiyai Jazi ayah Azam yang saat itu ada dirumah.

***

Cut Ana Rifqa atau biasa disapa Riri- adalah Alice si kecil yang tumbuh tanpa peran seorang ayah itu kini telah mengganti namanya. Hidung yang mancung, bibir yang tipis serta memiliki kulit putih adalah warisan kemiripan keluarganya di Aceh. Usianya kini sudah beranjak 18 tahun dan baru saja lulus SMA, Riri sudah mengetahui keadaan keluarga kecilnya ini sejak dari SMP mula, namun ia paham dan berusaha untuk tidak menanyakan ayahnya. Ya, sejak Laila dan Azam bercerai mereka memutuskan hubungan tali silaturahmi.

Hampir 18 tahun itu, Riri tidak pernah menemui atau bahkan sekedar mendengar suara Azam. Dengan diam diam, Riri menyimpan foto Azam di tumpukan pakaiannya. Jujur, ia sangat ingin bertemu dengan Azam. Selama ini Laila tidak pernah bercerita tentang keburukan Azam, ia hanya ceritakan tentang ilmunya, ketampanan dan kebaikannya.

Seperti biasa, Riri duduk didepan meja dapur. Dengan Khimar coklat yang menutupi wajahnya dan hijab syar'i itu sudah menjadi kewajiban dan kebiasaannya. Ia tak sendiri, ada Laila dan Khadijah nenek Riri atau biasa disebut jiddah.

"Ri, potong wortelnya jangan terlalu tebal ya" pinta jiddah yang kala itu berusia kurang lebih 65 tahun. Namun begitu, Khadijah tetap terlihat cantik dengan kulitnya yang bersih. "Kamu kan tau, kalo jiddah giginya udah nggak sekuat kamu" mendengar celetukkan jiddah, Riri dan Laila tertawa kecil.

"Baik jiddah, wortelnya akan Riri rebus dengan matang. Supaya jiddah mudah memakannya." Ucapnya sambil tersenyum tipis.

"Pinter cucu jiddah, oh iya lai, kapan kamu pertemukan Riri dengan ayahnya? Bagaimana pun Riri itu perempuan, dia tidak akan bisa menikah tanpa walinya. Biarkan mereka bertemu, jiddah yakin Riri juga menginginkan kasih sayang seorang ayah. Waallahi, jiddah ridho."

Perkataan yang dilontarkan Khadijah membuat Laila terkejut. Apalagi ia berbicara langsung didepan Riri. Ia berkontak mata dengan Riri lalu sama sama menundukkan kepalanya. Laila membuang nafas kasar, dengan berat hati ia mengangguk. "Suatu saat insyaallah ummi" jawabannya.

"Suatu saat kapan? Kalau dinanti nanti kamu pasti bakal lupa." Ucap Khadijah lantang.

Entah mengapa kali ini Laila benar benar kaku, ia terdiam dan mencari alasan lain. "Mmm, aku gak ada biaya ummi."

"Astaghfirullah Lai" Khadijah beranjak dari tempat duduknya menuju kamar tidurnya.

Loh ummi kenapa? Apa ada yang salah dari ucapan ku? Pikir Laila.

Keadaan tiba tiba menjadi canggung antara Laila dan Riri. Keduanya sama sama memendam banyak sekali pertanyaan pertanyaan. Riri mengangkat kepalanya dan melihat kearah Laila. Hatinya sangat ingin bertanya namun ia takut membuat Laila marah.

"Kalau sudah, cuci sayurnya Ri" pinta Laila yang sadar kalau Riri sedang menihat kearahnya.

Otak Laila sakan berputar dengan cepat kembali ke masa lalu, Laila pernah menikah dengan seorang yang terbilang kaya akan harta dan agamanya, usia mereka hanya selisih 3 tahun lebih tua Laila. Lelaki itu bernama Aji Dermawan, laki-laki asal Jambi. Namun pernikahannya tak bertahan lama, 3 tahun setelah pernikahan itu Aji mengalami kecelakaan saat perjalanan keluar kota untuk menjalani tugas kantornya. Laila sangat menyayangi Aji, dan tidak ingin bertemu dengan Azam. Pikirnya, Azam lelaki jahat yang pernah melukai hatinya, hanya Aji lelaki hebat yang mampu menenangkannya disaat Laila trauma dengan rumah tangga.

Lamunannya buyar ketika Khadijah datang dengan amplop coklat ditangannya. Ia mengkerutkan alisnya saat melihat Riri mencuci sayur dan Laila yang sedang menunduk, kemudian Khadijah tersenyum tipis. "Ri, duduklah" pintanya.

Riri duduk kembali ke tempatnya, secara bersamaan Khadijah menaruh amplop coklat itu dimeja. "Ini adalah uang yang ummi kumpulkan untuk membelikan mu rumah, tapi untuk sekarang ummi akan memberikannya kepadamu. Berangkatlah kamu bersama Riri, setelah itu kembali dengan membawa kabar baik."

Laila tampak bengong, Khadijah begitu antusias dengan pertemuan ini. Mau tidak mau, Laila akhirnya berangkat bersama Riri ke pulau Jawa dimana mantan suaminya tinggal.

Assalamualaikum wr. wb.
Ini adalah cerita pertama yang aku publish, jadi mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam tulisan. FYI, tolong beri saran dan koreksinya yaa.. jangan lupa untuk ketuk simbol bintang, gratis kok hihi..
Wassalamu'alaikum wr. wb.

Ning Alice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang