dua

5 2 0
                                    

Wahai dzat yang maha membulak balikan hati teguhkan lah hatiku diatas agama-Mu.

---Nauraadhaaa---

Untuk kesekian kalinya, Laila menginjakkan kakinya kesebuah pondok pesantren Al Hijaz. Baru beberapa langkah, para santri dengan aneh menatap kedatangan Laila dan Riri. Mereka datang ke pesantren tidak membawa apa-apa, semuanya telah ia simpan disebuah rumah yang Laila sewa. Hanya ada tas selempang yang menupang dipundak Laila dan Riri.

"Assalamualaikum" ucap Laila dan Riri secara bersamaan ketika sampai didepan pintu ndalem atau tempat tinggal kiyai Jazi dan istrinya ustadzah Zahra.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh, maasya Allah tabarakallah. Laila, masuk nak masuk" pinta kiyai Jazi. Laila tak menyangka, sebegitu senangnya kiyai Jazi menyambut kedatangan mereka. "Silahkan duduk" pintanya lagi. Tak lama datang seorang santriwati membawa tiga gelas jus jeruk beserta cemilannya.

"Nduk, bagaimana kabarmu? Ini Alice?" Tanyanya lembut.

"Alhamdulillah baik pa, kabar bapa juga gimana? Iya ini Alice, cucu bapa" ucap Laila.

"Ehh, ada tamu dari jauh. Maasya Allah lailaa" belum sempat kiyai Jazi menjawab, Zahra datang dan langsung memeluk Laila.

"Ummi gimana kabar ummi?" Tanya Laila penuh semangat dan melepaskan pelukannya.

"Alhamdulillah baik nduk. Eh, ini Alice cucu ummi?" Ucapnya sambil menyalami dan mencolek dagu Riri.

"Iya ummi ini Alice."

"Maasya Allah, sudah besar sekali Alice" Zahra pun mengkecup pipi Alice sebelah kanan. "Diminum sayang" pintanya pada Alice dan Laila.

Tak ingin berlama-lama, Laila mengatakan tujuannya datang kepada kiyai Jazi dan Zahra. Bahwa Laila dan Riri ingin menyambungkan kemudian tali silaturahmi yang pernah putus, ia juga meminta maaf atas dirinya yang menjauh dalam waktu yang lama. Kiyai Jazi dan Zahra mengerti, mereka pun memaafkan dan menerima baik pengikatan tali silaturahminya.

"Alice, ikut ummi yuk!" Pinta Zahra.

Riri mengangguk sambil mengikuti Zahra. Sampailah disebuah kamar, lalu Zahra membukakan pintunya. Terdapat seseorang yang tengah berbaring melawan sakitnya, badannya diselimuti dengan selimut tebal dan terletak banyak obat dimeja dekat tempat tidurnya. Zahra menggenggam tangan Riri lalu mendekati orang tersebut. Ya, itu adalah Azam.

"Alice, ini adalah ayahmu. Azam."

Sulit untuk dipercaya, ia bengong dengan tatapannya kepada Azam. Tanpa sadar, air matanya jatuh sampai menetes ke lantai. Seketika badannya luluh, Riri tersungkur lalu menangis tersedu-sedu.

"Ayah?" Kata pertama yang ia katakan saat itu pada Azam.

Mendengar itu, Azam bangun dari tidurnya. Seakan seperti mimpi kalau dihadapannya itu adalah Alice, darah dagingnya. "Alice?"

Dengan cepat Alice langsung memeluk erat tubuh Azam. Tangisnya pecah sampai terdengar oleh Laila. Mengetahui hal itu, kiyai Jazi menyuruhnya untuk pergi ke kamar Azam saat bersamanya dulu.

"Astaghfirullah mas Azam?" Ucapnya ketika berdiri dihadapannya.

"Umma, ayah umma" ucap Riri saat melepaskan pelukan Azam.

"Apa yang terjadi ummi?" Tanya Laila pada Zahra.

Zahra membuang nafas kasar. Entah dari mana ia akan bercerita, Zahra tersenyum tipis dan menarik tangan Laila untuk menjauh dari Riri. "Biarkan mereka bersama." Zahra membawanya ke taman. Karena ia membutuhkan tempat sepi untuk menceritakannya.

"Azam terkena penyakit jantung koroner SDA. Hampir 7 tahun ia melawan penyakitnya, namun tak kunjung sembuh. Ummi dan Abi sudah berusaha untuk kesembuhan Azam, tapi semuanya kita balikkan lagi pada sang maha pencipta, Allah SWT." Jelas Khadijah.

"Ummi, dimana Acha?" Tanya Laila.

"Acha kabur dari ndalem, ia sendiri tidak bersama anaknya."

"Astaghfirullahal 'adzim, kenapa bisa terjadi ummi?" Tanyanya lagi.

"Acha telah berselingkuh dengan lelaki lain disaat itu lah Azam terkena penyakit jantung. Sampai saat ini, kami tidak pernah lagi menemui Acha atau bahkan kabarnya saja. Anaknya telah kami serahkan kepada keluarga Acha, namanya Kiara Rifqa Al Mumtaz."

Laila terkejut mendengar ada nama Riri disana. "Ada nama putriku disana ummi" Khadijah menatap heran, tidak mengerti apa maksudnya. "Begini ummi, sejak Laila tinggal kembali di Aceh, keluarga Laila memutuskan untuk mengganti nama Alice dengan Cut Ana Rifqa. Kami biasa memanggilnya dengan sebutan Riri." Jelas Laila.

"Maasya Allah, meskipun kalian berjauhan tetapi Allah selalu menitipkan kecocokan dihati masing-masing antara kamu dan Azam."

Apa yang dimaksud sama ummi? Batin Laila.

***

"Ayah, ayah sakit apa?" Tanya Riri sambil terisak.

"Ayah baik baik saja Al" jawab Azam.

Bahkan disaat kondisinya seperti ini, dia masih bisa bilang baik baik saja? Ya Allah, Riri menyayangi ayah, meskipun Riri belum pernah merasakan cinta dan kasih sayangnya. Angkatlah penyakitnya ya Allah, sembuhkan ayah seperti sedia kala.

Azam meraih tangan Riri yang saat itu duduk disamping tempat tidurnya. Matanya kembali menggenangkan air mata, tak sanggup membendung, air mata itu terjun dengan tulus. Bibirnya mulai bergerak.

"M-maafkan ayah" katanya.

Riri membalas dengan genggaman erat, ia pun kembali menangis. Riri mengangguk dengan cepat. "Aku pasti memaafkan ayah, aku juga sangat menyayangi ayah, walaupun kita baru bertemu. Ayah, tak seharusnya meminta maaf kepadaku, minta maaflah pada umma."

Ucapan Riri membuat air mata Azam semakin deras, ia melepaskan genggaman itu dan berusaha untuk bangun dari tidurnya. Segera Riri membantu Azam untuk bangkit, dengan hati hati Riri menuntun Azam dan membawanya ke taman tempat Riri dan Zahra berada.

"Laila" panggilan Azam berhasil membuat Laila menoleh cepat ke arahnya. Laila segera bangkit dan berdiri dari duduknya bersama Zahra.

"Ummi, pamit ke ndalem ya nduk. Assalamualaikum" ucap Zahra.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh." Ucapnya secara bersamaan.

"Duduk mas" titah Laila. Azam pun duduk bersebelahan dengan Laila dengan jarak beberapa centi. Sementara Riri berdiri tepat disamping Azam. "Ada apa mas? Apa yang ingin mas bicarakan?"

Azam menatap Laila dengan lirih. "Maafkan aku Laila, ak-"

"Aku sudah memaafkan mu mas, jauh sebelum Riri beranjak dewasa." Potongnya cepat, jauh di lubuk hatinya, Laila sangat merasa iba pada Azam. "Ya, aku telah mengganti namanya menjadi Cut Ana Rifqa. Maaf tidak bilang mas" jelasnya tersenyum tipis.

Azam menganggukkan kepalanya, dan menoleh ke arah Riri. "Nama yang cantik" ucapnya tersenyum lebar.

Assalamualaikum wr. wb.
Ini adalah cerita pertama yang aku publish, jadi mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam tulisan. FYI, tolong beri saran dan koreksinya yaa.. jangan lupa untuk ketuk simbol bintang, gratis kok hihi..
Wassalamu'alaikum wr. wb.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ning Alice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang