Hana

140 10 0
                                    


Anyeong👋
.
.
.

"Gimana kalo lo jadi milik gue?." Cindy melotot kaget. Tangannya menampar wajah tampan milik Jino. Untung saja tamparan itu hanya reflek, kalo disengaja bisa mampus gadis itu dihukum.

"Sekate kate jadi milik lo!!, gak mau gue." Jino mengelus pipinya. Tamparan gadis didepannya tidak bisa dibilang pelan. Tapi entah mengapa laki-laki itu tidak bisa memarahi Cindy.

"Mau gue hukum?, karna nampar ketos sembarangan?." Cindy mengedik ngeri mendengar nada dingin laki-laki didepannya.

"Idih, gue kira lo dingin, tembok, datar." Cindy memutar bola matanya malas. Awalnya, Cindy mengira laki-laki bernama Jino itu cowok dingin, muka tembok, dan selalu datar. Tapi ternyata laki-laki itu mirip dengan monyet, pendiam tapi banyak tingkah.

"Emang kalo gue gitu?." Jino menaikkan satu alisnya heran. Matanya menatap Cindy dari depan. Keduanya persis seperti pasangan kekasih. Cindy yang duduk manis dan Jino berdiri tegap didepannya. Tidak tau saja mereka, kalo kedua sejoli itu sedang cekcok.

Cindy berdehem. "Idaman gue soalnya." Ucap Cindy enteng, tanpa gadis itu ketahui suasana sudah berubah menjadi lebih suram dari sebelumnya. Jino memandang Cindy yang sedang memalingkan pandangannya kesembarangan arah.

Gadis didepannya jika dilihat dari dekat, cantik ralat sangat cantik. Wajah putih mulus, hidung pesek, bibir mungil, jangan lupakan rambut sebahunya, menambahkan kesan cantik dan imut sekaligus. Rambut pendek, Jino menyukai cewek berambut pendek.

Menurut laki-laki itu gadis yang memiliki rambut sebahu itu sangat cantik. Entahlah, melihat gadis berambut sebahu itu membuat Jino merasakan bahwa gadis itu tidak suka ribet. Berhubung Jino cowok yang anti ribet, jadi laki-laki itu juga ingin mencari gadis seperti itu, mungkin saja Cindy termasuk kategori.

Bukan berarti Jino tidak menyukai gadis dengan rambut panjang. Rambut panjang bisa langsung dipotong, tapi rambut pendek gak bisa langsung panjang.

"Tuh idaman lo." Jino menunjuk tembok dibelakang Cindy menggunakan dagunya. Cindy memang yang sedang kena virus corona langsung melihat belakangnya. Tapi tidak ada siapa siapa. Hanya ada tembok dengan warna putih. Jangan bilang...

"Maksud lo?." Cindy bersedekap dada, dagunya diangkat setinggi mungkin, dan kaki yang ikut diangkat, gadis itu terlihat seolah ratu ralat nenek lampir.

"Datar, dingin, jelas lagi tembok, jadi idaman lo dinding dong." Jino ikut ikutan bersedekap dada. Tak lupa juga senyuman manisnya namun menyebalkan dimata Cindy.

Cindy melotot girang. Matanya sudah di buka selebar mungkin. Bukannya takut, Jino malah terkekeh gemas. Jino menggelengkan kepalanya, bisa gila nanti jika laki-laki itu benaran jatuh cinta.

"LO---," belum sempat gadis itu menyelesaikannya ucapannya suara guru lebih dulu terdengar.

"Jino, dicariin kemana mana ternyata kamu berduaan disini. Setelah punya pacar kamu lupa sama tugas kamu."

"Kalian berdua dihukum." Lanjut guru bernama Lina itu. Sontak saja Cindy melotot tidak terima.

"Cin---,"

"Tidak menerima kritik, apalagi penolakan."

"Sial banget hidup gue, baru juga hari pertama sekolah." Batin Cindy kesal.
.
.
.

Owen sedari tadi menatap wajah Hana. Laki-laki itu bahkan bertopang dagu. Hana yang sedang menulis awalnya hanya acuh tak acuh, tapi melihat tatapan yang dipancarkan laki-laki itu sangat dalam membuat Hana salting.

Ini Hana {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang