Gelang pemberian Mujin nampak berkilau tatkala So Hee mengangkat tangannya ke atas langit, tepat saat matahari menyorot ke arahnya.
Bibirnya terus mengulas senyum, mengingat bagaimana pria itu memasangkan gelang tersebut di tangannya.
Saat setelah dirinya menutup jendela kamar, terdengar suara yang disebabkan oleh benda jatuh dari arah belakangnya.
So Hee memutar tubuhnya dan ia melihat Mujin terduduk setelah berhasil menyenggol lampu meja di sampingnya.
Wanita itu panik dan bergegas mendekati Mujin. Saat itulah aroma pekat khas alkohol menyeruak dan menusuk penciumannya.
Dengan perlahan So Hee mengangkat lengan Mujin dan membawa pria itu secara tertatih agar duduk di tepi ranjang miliknya.
“Kamu mabuk siang-siang begini?” tanya So Hee tanda cemas.
Pria itu menulikkan pendengarannya, dan lebih memilih memeluk tubuh wanita itu begitu erat.
“Kondisi Jiwon semakin buruk, tapi dia masih enggan untuk kunikahi.” Mujin berujar frustasi tanpa memikirkan bagaimana perasaan wanita yang saat ini tengah ia peluk.
“Dia mengkhawatirkan nasibmu, padahal aku bilang padanya bahwa kau akan baik-baik saja.” lanjut pria itu lagi membuat hati So Hee hancur berkeping-keping.
Meski jantung hatinya sedang terluka parah, wanita itu masih sanggup untuk mengulas senyum. Mencoba memperlihatkan pada dunia bahwa dirinya baik-baik saja.
“Benar, aku akan baik-baik saja.” bisik So Hee seraya menepuk pelan punggung Mujin.
So Hee menggigit bibir bawahnya hingga berdarah, begitu kuatnya ia menekan agar suara tangisnya tidak keluar. Mujin harus mempercayai kebohongannya, meski apa yang keluar dari mulut tidaklah sama dengan jeritan hatinya.
Mujin selalu memperlihatkan kerapuhannya pada So Hee, sementara ketika di dekat Jiwon, pria itu selalu menampilkan sisi kuatnya.
“Hwejang-nim,...”
Tidak ada sahutan dari Mujin, membuat So Hee berpikir jika pria itu telah tertidur.
Benar, pria yang dicintainya tertidur sambil memeluk dirinya.So Hee lantas melanjutkan tangisannya yang menyayat hati, “Padahal aku pikir akan ada akhir yang bahagia untuk kita.” ujarnya lirih.
“Tapi lagi-lagi aku terlalu berangan tinggi.” lanjut So Hee.
So Hee tidak tahu jika sebenarnya Mujin belum tidur, dan pria itu mendengar semua yang diucapkan So Hee.
..
Mujin terbangun dari tidur singkatnya dalam keadaan kepala yang terasa berat. Ia lantas memijit pelan pelipisnya yang berdenyut nyeri untuk beberapa saat.
Ia mulai mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling kamar So Hee, mencari keberadaan wanita kesayangannya. Namun nihil, ia tidak menemukan So Hee berada di kamar yang saat ini ia tempati.
Kemudian dirinya pun memaksakan diri untuk beranjak dan berjalan menuju kamar mandi. Ia perlu menyiram kepalanya yang terasa berat dengan air hangat, lalu setelah selesai Mujin pun keluar dari kamar So Hee untuk mencari wanita itu.
Saat Mujin membuka pintu kamar So Hee, seketika penciumannya dihadiahi aroma masakan yang berhasil membuatnya tergugah. Dengan senyum tipis nan menawan, Mujin lantas bergerak menuju tempat di mana aroma itu berasal.
Dilihatnya So Hee sedang berdiri di depan kompor, wanita itu terlalu fokus memasak hingga tidak sadar jika Mujin saat ini berada tepat di belakangnya.
Kedua tangannya melingkar memeluk pinggang So Hee, dan berhasil membuat wanita itu terkejut.