Prolog

528 39 1
                                    

Ray kecil menangis keras, sambil berguling-guling di atas lantai. Kedua orang tuanya tidak memperdulikannya, mereka menulikan pendengarannya dengan menyibuk diri dengan berbagai kegiatan.

“Ray juga pengen mainan kayak Rey!” Ray berseru terbata di sela-sela tangisnya. “Kenapa cuman Rey yang dibeliin?! Kenapa Ray gak dibeliin juga?!”

Ray tak henti menangis, ia berguling ke sana ke mari dengan suara tangis yang keras. Beberapa kali Nika dan Edgar menghela nafas.

“Ray juga pengen!”

“Berhenti menangis!” sentak Edgar yang membuat Ray malah semakin mengeraskan tangisnya. “Ayah bilang apa!? Berhenti menangis, bodoh!”

Ray terisak.

“Kamu sebagai Kakak harus mengalah! Rey itu adik kamu!” Nika mencoba menjelaskan.

Sedangkan Ray kembali menangis semakin besar, sambil berguling-guling.

“Berhenti menangis, sialan! Mau Ayah pukul?!” Edgar meninggikan suara. Kesabarannya habis, lelaki itu melepas ikat pinggangnya, lalu mengangkatnya, dan bersiap mencambuk Ray.

CTAS!

Ikat pinggang itu berhasil mendarat di perut Ray, yang sedang berbaring. Ray menghentikan tangisnya, ia shok. Ray kecil mencoba untuk mengerti akan situasi yang terjadi.

“Jika aku tau kau akan berhenti jika dicambuk, aku pasti akan mencambukmu dari tadi,” ucap Edgar.

Nika hanya menatap kejadian beberapa detik yang lalu, tanpa berniat mengeluarkan suara. Ia mendekat ke arah Ray yang kini mulai kembali menangis sambil mengaduh kesakitan, rasa baal itu hilang, kini digantikan oleh rasa sakit yang menjalar nyata di seluruh tubuhnya.

Nika mengangkat Ray ke dalam gendongannya. “Kau harus mandi.” Wanita berbalik, saat akan melangkah menuju tangga, ia urungkan saat melihat Rey turun dan berjalan ke arahnya.

“Bunda, apa yang terjadi? Aku mendengar suara keras dari sini,” tanya Rey.

“Tidak ada yang terjadi, Sayang. Semua baik-baik saja,” jawab Nika. “Kembalilah ke kamar.”

Rey mengangguk, lalu ia berjalan pergi. Lelaki kecil dengan otak cerdas itu tidak bisa dibohongi, ia mendengar semuanya, mulai dari suara tangis kembarannya, lalu suara bentakan, dan suara cambukan. Hanya saja, ia berpura-pura tidak tau, dan hanya menatapnya dari kejauhan, setelah di rasa aman lalu ia memilih untuk turun dan bertanya, seakan-akan ia tidak tau apa-apa.

Seperti yang sudah diucapkan, Nika memandikan Ray dengan paksa, tak perduli akan sesakit apa saat luka cambuk Ray bersentuhan langsung dengan air.

Nika menyalakan shower, lalu air itu keluar dan membasahi seluruh tubuh Ray.

“Ti-tidak, Bunda, ini sakit,” ujar Ray parau. “B-bun! Ja-jangan! Sakit, ini sakit sekali!”

“Apa airnya terlalu dingin? Oh, Ray mau menggunakan air hangat?” Nika bertanya dengan sangat lembut.

Dan yang Ray rasakan setelahnya adalah sebuah air hangat menyentuh kulitnya. Tapi tak berselang lama, sebuah rasa sakit menjalar lebih sakit dari yang sebelumnya. “Bu-bunda! Sakit! To-tolong Aku! Ti-tidak! Bunda!!”

***

Saat itu, tepat saat Ray dan Rey telah melakukan ulangan. Saat Ray mendapat nilai jelek, dan saat Rey mendapat nilai yang cukup bagus.

“Kenapa tulisan tangan mu jelek sekali!?” Nika menghempaskan kertas ulangan itu pada meja, lalu wanita itu beranjak mendekat ke arah sang Anak. “Guru-guru juga tidak akan mengerti dengan apa yang kamu tulis! Dan itu membuat mereka menyalahkan jawabanmu walaupun jawabanmu itu benar!”

Ray tampak ketakutan, lelaki kecil itu mundur seiring dengan langkah Ibu nya yang semakin mendekat, ia was-was.

“Kenapa kau mundur? Aku tidak menyuruhmu untuk mundur. Diam di situ, atau kau tau akibatnya,” ancam Nika sambil tak henti melangkah, membuat Ray langsung mematung takut.

Setelah sampai di hadapan sang Anak, Nika mencubit lengan kecil Ray dengan keras. “Kamu itu sudah kelas 5 SD! Tapi kenapa tulisan tanganmu seperti anak kelas 1 SD!”

Ray meringis, merasa sakit akibat cubitan keras Ibunya.

“Jika kamu tidak bisa mendapat juara kelas, setidaknya tulisan tanganmu itu bagus!” bentak Nika. “Jangan hanya membuat malu keluarga!”

“Udah, Bun. Tulisan tangan aku juga jelek, sama kayak Ray. Lagian namanya juga anak laki-laki, kan,” bela Rey—kembaran Ray.

Nika semakin keras mencubit Ray, ia tidak suka jika ada yang membela Ray, sekalipun kembarannya sendiri. Sedangkan Ray menggigit bibirnya, berusaha untuk tidak meringis, ataupun menangis.

Sedangkan Rey menutup bibirnya rapat-rapat, ia menyesal karena telah membela Ray, karena itu hanya akan menambah luka pada Ray.

Setelah puas mencubit tangan sang Anak, Nika lalu berlalu pergi meninggalkan kedua anak kembar itu, tanpa berucap sepatah katapun lagi.

Sedangkan Ray hanya bisa menatap tangannya yang membiru akibat cubitan keras dari sang Bunda dengan sendu, lalu beralih menatap Rey yang kini sedang menatapnya iba.

Rasanya, ia ingin menangis, namun tak bisa. Semua itu terjadi karena kejadian beberapa waktu yang lalu. Ia takut untuk kembali menangis

_____

Thanks for reading, and sorry for typo.

RAYNDRA MARANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang