Prolog

3.9K 302 14
                                    


ORACLE
Lazy_Monkey96

|||

Vote dan komen jangan lupa.

-------------------------------🌹---------------------------

























"Dengarkan kata-kataku dulu, kamu bisa melakukan yang lebih dari ini."

Bunyi kuas bergesek selaras, mengabaikan si pembicara yang tak berhenti mengoceh seolah dia adalah manusia yang dapat melihat masa depan. Ini bukan kali pertama manusia itu datang mendobrak pintu kayu rumahnya, berujar dengan penuh semangat datang hanya untuk menyakinkan. Inilah mengapa dia tak suka gagasan memiliki seorang teman, rasanya agak mengerikan ketika orang lain terus mendorongmu melakukan sesuatu yang dirimu rasa tidak perlu.

Berada di dalam rumah sudah cukup menyenangkan, bisa tinggal dengan tenang menjalani hidup apa adanya mengerjakan sesuatu yang kata orang kebanyakan disebut hobi. Dia memiliki banyak waktu untuk melakukan semua hal ini. Tak perlu mimpi tinggi untuk hidup lebih baik atau melakukan hal-hal lebih, mengapa harus berjuang keras?

Lagipula dia telah menyerah dengan itu semua. Meskipun dirinya bukan orang kaya, meskipun rumahnya hanyalah gubuk tua yang terisolasi dari rumah-rumah orang kaya di Ravenfield. Ini sudah cukup.

"Kamu tahu nenek tidak akan suka." balasnya tenang. Tak terpengaruh sama sekali. Kedua matanya masih tertuju menikmati perpaduan warna diatas kanvas.

Warna-warna yang bergerak, yang menciptakan ketenangan di halaman belakang rumah sempitnya. Sebentarnya, ia berhenti sekali lagi. Merasa sesuatu terlupakan. Ah, warna jingga langit sore. Dia lupa menambahkan.

"Ya ampun, sampai kapan kamu akan jadi cucu nenek?" Dengusan kasar terdengar, si muda Girk mengacak rambutnya frustasi.

Tidakkah ada yang harus dilakukan para gadis di umur tujuh belas tahun? Oh, mereka bahkan baru saja lulus. Tapi, temannya ini sudah seperti wanita tua yang hanya menggemari rumah dan mencoret kanvas. Ia akui, temannya itu memang memiliki bakat luar biasa dalam melukis. Lihat saja deretan kanvas di setiap sudut halaman kecilnya, terlalu penuh dan menyesakkan. Bahkan udara sekitar saja terasa begitu kuat oleh aroma cat.

Kalau dipikir-pikir, dirinya tak akan pernah sanggup berdiam diri dirumah selama dua puluh empat jam tanpa melihat pemandangan sekitar.

"Jika kamu lupa, itu tidak akan pernah berubah." balas gadis di depan kanvas dengan alis berkerut samar, acuh tak acuh bergegas mengambil cat baru menghiraukan celotehan teman baiknya itu.

Meski pula ia suka mengganggu ketenangan, satu-satunya manusia yang mau berteman dengannya di kota ini hanyalah gadis itu seorang. Jadi untuk mengusir, terlalu kejam. Meski mulutnya ingin sekali mengusir. Dia tidak terlalu pandai bersosialisasi namun, bukan berarti dia makhluk anti sosial. Itu hanya karena dia menyukai apa yang sedang dia kerjakan.

"Ini kesempatan baik, walikota membuka lomba di galeri tahunan. Kamu bisa ikut, uangnya bisa kamu pakai untuk memperbaiki pintu rumahmu. Nenekmu tak perlu lagi bekerja menjadi bakery di kedai payah milik keluarga Drey. Juga, dengar apa kata mereka? Juara pertama akan mendapatkan kursi di Oracle University! Oh, Tuhan! Semua anak muda Ravenfield yang berbakat menginginkan kursi di universitas terbaik ibukota!"

Kata berbakat tidaklah tabu di tempat ini, tak terkecuali bagi dirinya. Ravenfield, sebuah kota dengan barisan bukit serta gunung indah dengan hawa dingin yang menusuk. Jika diamati dari kejauhan kota Ravenfield seperti cangkang telur yang jauh dari dunia luar. Meskipun kota ini terlihat payah, kota ini adalah kampung halamannya.

ORACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang