O1. ANAK BUNGSU

377 34 9
                                    

Sepanjang memasuki usia sekolah dasar, Nicky selalu membayangkan bagaimana rasanya memiliki adik.

Hal itu mulai terjadi karena rasa iri yang timbul setiap ibu atau ayah dari temannya datang mengambil rapor dengan membawa anak mereka yang lebih kecil. Tidak hanya itu, beberapa dari temannya juga kerap memamerkan dengan gembira saat adik bayi mereka lahir. Satu per satu teman Nicky mulai jadi seorang kakak, dan Nicky jadi salah satu yang tidak.

Yelena, anak perempuan yang berada di angkatan yang sama dengannya mengernyit ketika Nicky berkeluh kesah tentang keinginan kuat memiliki seorang adik. Mereka berdua tengah makan es krim di taman sekolah sejak jam istirahat tiba.

"Bukannya Nicky udah punya banyak kakak?" tanyanya.

"Gak sama! Kan, aku maunya adik."

"Sama aja, kok," si gadis kecil menghela napas, dia bisa berkata begitu karena punya kakak dan juga adik, "sama-sama saudara."

Nicky merengek, "Tapi kalau adik kan bisa diajak main, Elen."

"Emang, kakaknya Nicky gak pernah main sama Nicky?"

"Sering. Tapi, mereka usil. Aku gak mau diusilin, dong!"

Wajah anak kecil berkuncir dua itu berubah datar, "Kamu mau punya adik biar bisa usil ke dia juga, ya?"

"Gak gitu, ihhh."

Mami tersenyum maklum pada Nicky yang menghambur padanya saat ia menjemput tiga anak bungsunya pulang sekolah. Bocah itu menangis dengan suara melengking yang memekakkan telinga dan menarik perhatian orang di sekitar gerbang.

Karena Nicky memang cengeng, pikir mami si bungsu hanya ketakutan melihat belalang sembah atau kumbang seperti biasa.

"Ael, Deo. Ini adek kenapa?" tanya mami lembut.

Anak-anak itu menggeleng dengan binar polos. Sejak bel berbunyi dan keduanya menyambangi kelas Nicky untuk mengajaknya pulang, adik mereka sudah berputar-putar di lantai kelas seperti kain pel. Ciri khasnya ketika si bocah kelas satu benar-benar tantrum.

"Ael gak tahu, Mami," Rafael menggeleng polos.

"Deo juga," dan Amadeo yang ada dalam gandengan kakaknya mengiyakan.

Karena tidak mendapat petunjuk, akhirnya mami menanyai si cengeng, "Adek, Adek kenapa? Ada yang nakalin?"

Mata sipit Nicky berlihat bengkak saat mendongak dan menatap Bella, "HIKS—srot—MAU ADEEEKKK."

Ohhh, mau adik.

Eh?

APA? MAU ADIK?

Mami reflek kelimpungan, "Ehhh, kok tiba-tiba mau punya adek?"

"Temen-temen Iky semuanya punya adek, kok Iky gak punya?" suara bocah itu tersendat-sendat, berselingan dengan bunyi ingus.

"Tapi kan Iky udah punya kakak, banyak lagi. Sama enaknya loh, kayak punya adek. Iya kan, Koko? Mas?"

Rafael dan Amadeo mengangguk lalu tersenyum bak malaikat kecil saat mami mengelus kepala mereka. Namun saat tatapan keduanya bertemu dengan mata Nicky, senyuman lugu itu langsung berubah menjadi seringai antagonis. Samar dalam otak Nicky teringat pada celananya yang sering ditarik sampai melorot dan dirinya yang pernah dimasukkan ke dalam kardus seperti paket online shop oleh semua kakaknya.

"HUWAAAA, POKOKNYA MAU ADEK! IKY GAK MAU JADI ADEK, MAUNYA JADI ABANG!"

Tapi, itu sih sudah bertahun-tahun lalu. Sekarang, Nicky sudah 19 dan sedang memasuki tahun pertamanya kuliah. Dulu, mungkin dia sangat getol untuk merengek meminta seorang adik. Tapi ketika lambat laun tumbuh besar dan menyadari betapa enaknya memegang tahta sebagai anak bungsu di keluarga besarnya—terutama karena selalu dituruti kemauannya bahkan yang di luar nalar sekalipun—akhirnya Nicky melupakan keinginan itu dan menikmati masa kejayaannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUGAR RUSH | Heeseung ft. EN-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang