2

2.8K 408 7
                                    

Manik mata mengerjap cepat tatkala cahaya matahari menelusuri permukaan kulit wajah. Hangat, tubuhnya sedikit bergerak mencari cara agar bisa duduk dari kondisi tidur. Hembusan nafas berat terasa ditengkuk, sebuah tangan melingkar erat di pinggangnya.

Menghela nafas berat, (y/n) mencoba bergeser sedikit ke ujung kasur sembari melepas lengan Reo. Kakinya berpijak pada pualam dingin, sedikit terhuyung karena rasa sakit di pangkal paha. Perutnya terasa sesak dan penuh, wanita itu dengan cepat memasuki toilet dikamarnya. Memuntahkan segala hal yang masuk ke dalam tubuhnya semalam. Membersihkan dan terus membersihkan tubuh hingga menimbulkan rona merah di atas kulit.

Suara air yang mengalir dari toilet mengusik tidur pemilik surai ungu. Manik matanya mengerjap melihat sekitar. Ini masih dirumahnya, tapi dikamar siapa? Pikirnya bingung.

Reo membuka selimut, mendapati bercak merah yang tertinggal di atas alas kasur. Ah, sial. Apa dia baru saja melakukan malam pertama? Reo tidak percaya dengan penglihatannya. Tangannya meraba noda itu dan menciumi aromanya.

Darah asli, Reo menghembuskan nafas berat sembari menatap ke arah toilet. Sepertinya (y/n) tengah membersihkan diri dari sisa kegiatan keduanya semalam.

Tangan Reo mengusap rambut miliknya kasar lalu mengambil baju-baju miliknya yang tersebar dilantai. Langkah berat meninggalkan kamar sang istri, kembali ke kamarnya sendiri dan memutuskan untuk lanjut tidur. Mencoba abaikan pada malam pertama keduanya dan memilih terlelap karena kelelahan.

(Y/n), yang kini berbalut handuk mengintip dari dalam toilet. Mencoba mencari apakah Reo masih ada didalam kamarnya atau sudah pergi. Melihat pintu kamarnya yang sedikit terbuka, (y/n) sadar kalau Reo sudah meninggalkan kamarnya.

Langkah kaki pelan milik (y/n) memasuki ruang pakaian. Mengambil sepasang pakaian dalam dan sebuah baju kaus dengan celana selutut. Wanita itu menghela nafas melihat kasurnya yang kini berantakan. Tangannya menarik alas kasur yang kotor dan selimut, meletakkannya didalam keranjang kotor agar bisa diambil pelayan nantinya.

(Y/n) memoles sedikit bedak demi menutupi bercak merah yang dibuat Reo. Rasanya sedikit sakit karena beberapa ada yang berubah menjadi keunguan.

Wajah wanita itu terlihat letih. Tangannya mencengkram erat tepian meja rias. Tubuhnya sedikit menunduk, mencari obat yang dia siapkan untuk kondisi saat ini. Tiga pil obat ditelan bersamaan dengan air bening dari dalam gelas. Tubuhnya menunduk dan jatuh ke lantai. Mencoba menahan mulut agar tidak memuntahkan kembali obat-obat yang dia telan.

"Maaf..." Bisiknya pelan. Air mata sedikit menggenang diujung penglihatan. "Maafkan aku..."

Tubuhnya menyender ke tepi kasur, kepalanya pusing dan sejenak membuat (y/n) ingin tidur. Menggeleng pelan, efek obatnya mulai terasa. Bulir keringat mulai bermunculan di dahi. Erangan pelan keluar dari mulutnya. Sedikit tertunduk, wanita itu tidak menyerah dengan rasa sakit.

Tok tok tok.

"Nyonya muda."

Sebuah panggilan dari seberang pintu membuat (y/n) kembali memfokuskan mata. Wanita itu mencoba berdiri meski sulit, langkah kakinya yang gontai dengan lengan yang berupaya membuka pintu kamarnya yang tadi dia kunci sebelum mengambil baju di ruang pakaian.

"Ya?"

Pelayan muda yang sama dengan selama terlihat gugup, "itu... Saya ingin mengambil pakaian dan kain kotor, Nyonya muda."

(Y/n) sedikit menggeser tubuhnya, membiarkan si pelayan sedikit terkesiap melihat kasur (y/n) yang berantakan dengan alas dan selimut berada di keranjang kain kotor.

"Panggilkan pelayan lain untuk mengganti sprei kasurku dan selimut baru." Ucap (y/n) pelan. Tangannya mengambil sweater dari dalam lemari dan sebuah karet rambut. "Aku akan pergi keluar, tidak perlu membuatkan makan pagi atau siang untukku."

(Y/n) berlalu meninggalkan si pelayan muda dengan seribu pertanyaan tatkala kedua matanya memandang bercak merah pada alas kasur dan selimut (y/n). Wajah pelayan itu sedikit memerah, kedua tangannya tertangkup didepan wajah. Matanya ikut berbinar melihat punggung Nyonya mudanya.

Si pelayan baru saja membawa serta bukti malam pertama (y/n) dengan Reo. Bersiap untuk memberitahu Tuan dan Nyonya Mikage yang kini berada di luar kota dengan berita bagus ini.

.
.
.

Airpods terpasang apik di kedua telinga. (Y/n) membiarkan langkah kaki miliknya membawa tubuh kemana pun yang dia mau. Berjalan-jalan di pusat kota tanpa memikirkan status atau derajat membuat (y/n) sejenak terbuai untuk kabur selamanya dari kediaman Mikage. Tidak ada pengawasan atau apapun, (y/n) hanya berjalan kemana pun yang dia mau tanpa ada yang bisa menghentikannya.

Menatap beberapa burung gereja yang mengais tanah padat taman demi secuil makanan, (y/n) terkekeh pelan melihat perjuangan seekor burung kecil ditengah padatnya taman.

Tangannya mengeluarkan sepotong roti melon, mencuil sedikit lalu dilemparkan kearah si burung. Sedikit belas kasihan dari (y/n) atas sebuah upaya. (Y/n) duduk di bangku taman, mengabaikan beberapa orang yang melintas membicarakannya. Sinar mentari sudah tepat berada diatas kepala. Membuat anginnya mulai terasa sedikit panas.

Mungkin beberapa saat lagi akan ada yang menjemputnya.

Benar, seperti dulu. Tidak ada satupun tempat yang bisa dia datangi untuk menghilang.

Dan benar saja, satu orang berpakaian jas rapi dengan dua pelayan mengekor dibelakang. Ketiganya menundukkan kepala ke arah (y/n), mengabaikan tatapan ingin tahun orang-orang disekitar.

"Sudah waktunya untuk pulang," Ucap pria yang berdiri paling depan. Orang-orang dari Mikage sama saja. "Tuan muda menunggu anda di dalam mobil."

(Y/n) melepas ikatan rambutnya. Membiarkan rambut yang panjangnya hanya sedikit melewati bahu itu berkibar pelan mengikuti arah angin serta pergerakan (y/n).

"Aku mengerti."

(Y/n) masuk mengabaikan tatapan datar Reo. Memangku tangan ke jendela tanpa peduli pada Reo yang duduk diseberang.

Limousin turun ke jalan, membawa serta apa-apa yang ada didalamnya kedalam padatnya kendaraan berlalu lalang.

"Ehem!"

Reo terlihat mencoba menarik perhatian (y/n). Tampaknya ada sesuatu yang cukup serius yang hendak dia ucapkan. "Mengenai semalam–"

"Lupakan." Potong (y/n). "Saat itu anda tengah mabuk, saya harap anda tidak merasa terganggu hanya dengan satu malam itu."

Bibir Reo sedikit bergetar, tidak menyangka jika (y/n) memintanya melupakan kejadian semalam. Padahal dia berniat minta maaf karena berlaku kasar dan mengambil mahkota wanita itu tanpa izin.

"Baiklah." Reo kini ikut memandang keluar jendela tanpa ada niatan membuka kembali pembicaraan diantara keduanya.

Kendaraan yang berlalu lalang tampaknya lebih menarik daripada berbincang antar suami istri. Reo menghela nafas dalam, sepertinya akan sulit berkomunikasi hingga tua dengan sang istri. Meski membenci pernikahan ini, tadinya Reo berniat untuk mencoba mengakrabkan diri mengingat dia akan tinggal selamanya dengan (y/n) hingga tua nanti. Tapi ini sulit, (y/n) seolah-olah menekan dirinya sendiri untuk tetap berada dalam tembok kesendirian.

Reo menatap (y/n) dari sudut matanya. AC yang menggelitik pelan wajah (y/n) sedikit membuat Reo terpaku. Setidaknya meski tidak memiliki rasa, dia harus bersyukur (y/n) berparas indah bukan?

"Tidak buruk."

.
.
.

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

14/04/2023

✤ Wife [M. Reo x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang