5

2.4K 242 46
                                    

Hidupku sebagai salah satu anggota keluarga dari orang terkaya di negara ini bukanlah sesuatu yang mudah. Aku terlahir dari rahim ibu pelacur milik ayahku yang saat ini.

Aku hanya gadis kecil berusia kurang dari sepuluh tahun saat menyaksikan kejahatan dan kematian pertama yang membekas dan tertanam jelas didalam otakku.

"Kita akan tinggal dirumah besar ayahmu."

Impian itu hanya awang-awang, nyatanya yang didapatkan jauh dibawah ekspektasi. Realita menyakitkan dibumbui kecemburuan, ibuku hanya menjadi wanita asing yang terlantar didalam sangkar emas.

"Hanya sebentar lagi, ayahmu pasti lebih memilihku karena dia selalu menunggu seorang putri sepertimu. Jangan lupa untuk merayu kakakmu agar berada di sisimu, ya sayangku?"

Awal mula obsesi gila dan akting anak polos yang saling bertabrakan. Kakak yang usianya jauh lebih tua dariku mulai menjelajahi tubuhku. Orang gila yang kupanggil dengan suara yang sengaja kuimut-imutkan mulai menyentuh tubuhku dengan dalih memanjakanku.

Dari kecil dilatih untuk menarik simpati dan kasih sayang, aku berhasil mengamankan posisiku. Berbanding terbalik dengan ibuku yang merana dan layu.

"Aku punya kejutan untukmu adikku tersayang."

Saat itu aku terlalu takut untuk menolak ajakan kakakku. Aku berjalan disampingnya dengan pergelangan tanganku dicekal erat menuju gudang belakang tempat aku dan ibuku tinggal.

Disana aku bisa mendengar grasak-grusuk juga erangan kesakitan. Ibuku di setubuhi oleh lima orang pria didepanku. Tubuhnya dipukul dan dilukai selama persetubuhan. Wajahnya dibuat hancur, aku mencoba berteriak dan menggapainya tapi gagal. Cengkraman kakak pada rambutku membuatku melihat proses itu dengan jelas.

"Nikmati tontonannya, adikku tersayang. Pelacur itu bukan lagi ibumu. Kau hanya milikku, milik kakakmu ini."

Tubuhku membeku dalam ketakutan, aku bisa melihat bagaimana saat-saat terakhir ibuku. Bagaimana pria-pria itu melukai dan menghabisi ibuku. Bagaimana kakakku tersenyum dan melemparkan pematik api ketubuh ibuku yang sudah disirami bensin. Hingga saat ini pun, aku selalu mengingat bau hangus tubuh ibuku.

.
.
.

Mataku mengerjap pelan, mataku terasa buram dan kepalaku terasa pusing. Tidur dalam kondisi takut dan khawatir hanya membuatku semakin melemah. Aku segera berdiri dan mengambil beberapa vitamin dan obat dari dalam tas, menelannya sekaligus dan terduduk sebentar.

Pertemuan dengan kakak membuat semua upayaku untuk kembali sehat gagal begitu saja. Orang sinting yang membuatku mencari seribu cara agar bisa lepas dari neraka yang disebut rumah. Kemewahan yang dibayar dengan kebahagiaan dan kebebasanku.

"Masa bodoh..."

Aku segera berdiri dan bersiap-siap mengingat akan ada pertemuan para istri pejabat dan orang-orang kaya di hall khusus. Berbicara dan berinteraksi dengan orang lain tidak pernah menjadi hal yang aku sukai sejak kematian ibu.

Kring!

Bunyi bel kamar terdengar kedalam, aku menegakkan kepalaku untuk melihat siapa yang masuk. Tanganku yang lain menyembunyikan obat-obatan kembali kedalam tas plastik kecil.

"(Y/n), kau sudah bangun?"

Reo dengan santai berjalan masuk kedalam, membuatku sedikit gugup dan menelan ludah kasar.

"Kau punya mata, menurutmu kalau aku masih tertidur apa aku bisa menjawab panggilanmu?"

Aku mencoba angkuh dan menjawab dengan sarkas padanya. Dia hanya tertawa kecil dan duduk diatas sofa single disudut kamar.

"Tidak perlu semarah itu," Reo dengan tenang duduk dan menyilangkan kakinya. Menatapku dari atas kebawah dengan pandangan yang cukup membuatku risih.

"Ada apa kau kesini?"

Reo menatap penuh kearah setiap pergerakan ku dan terkekeh pelan. "Memangnya tidak boleh melihat istri sendiri?"

Aku mencebik pelan dan menutup laci meja, berjalan mengambil baju didalam lemari lalu masuk kedalam kamar mandi. Mengabaikan keberadaan Reo yang masih ada dikamarku. Mandi dibawah guyuran air hangat mampu membuat tubuhku rileks dan tenang.

.
.
.

Normal pov.

Reo Mikage, melihat istrinya masuk kedalam kamar mandi dalam keadaan tenang. Berdiri dan berjalan menuju laci meja yang tadi ditutup oleh (y/n). Tangan lentik Reo menarik kait pengunci dan membukanya, melihat beberapa macam obat-obatan didalam sana. Tangannya merobek sedikit bagian ujung obat-obatan itu, memasukkannya kedalam saku lalu kembali mengunci laci lemari dengan rapat. Sisa obat dibuang begitu saja kelaut lewat jendela.

Tubuh Reo dibawa kembali duduk diatas sofa. Melepaskan celana serta baju. Juga pakaian dalam yang kini berada diatas sofa. Reo berjalan menuju pintu kamar mandi, membukanya dan melihat tubuh telanjang istrinya yang terkejut dengan keberadaan Reo yang bugil dihadapannya.

"Aku juga belum mandi, ayo mandi bersama. Istriku."

Tentu saja, (y/n) tidak menerima begitu saja. Beberapa tolakan wanita itu lontarkan pada Reo.

"Aku tidak mau! Keluar sana! Dasar mesum!"

Reo hanya tertawa dan masuk kedalam siraman shower, menutup matanya dan tersenyum dengan tangannya melingkar di pinggang (y/n).

"Jangan malu-malu, aku sudah melihat tubuhmu sebelumnya. Begitupun kau, kenapa harus kejam begitu pada suamimu ini?" Reo meletakkan dagunya diceruk leher (y/n). Menjalankan jemarinya disepanjang perut dan pinggang wanita itu. Sesekali menggoda dengan hampir menyentuh puting.

"Sabun apa yang kau gunakan? Kenapa kulitmu bisa seharum dan selembut ini? Beritahu aku!" Tuntut Reo bertanya tepat ditelinga wanita itu. Tangan Reo terus turun hingga menyentuh lipatan intim (y/n) yang langsung dihadiahi cubitan dan cebikan kesal.

Reo mendusel riang, meski mendapatkan beberapa penolakan Reo semakin berani meremas paha (y/n). Tidak masalah, bukan? Toh (y/n) adalah istrinya. Dia bebas melakukan apapun pada wanita itu.

Reo menghabiskan waktu menjahili (y/n) semalaman.

.
.
.

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

San: iya dikit, tahu kok 🗿 soalnya mager belakangan ini 🤧

.
.
.

.
.
.

06 Oktober 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

✤ Wife [M. Reo x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang