Hari 1

267 11 5
                                    

"Arghhh!! Bisa bisanya mereka mengurungku disini!!"
Lelaki itu menggeram kesal, ia mengacak ngacak rambutnya frustasi, ajaib, rambutnya tidak kusut - maklum, rambut pangeran - malah, rambutnya yang panjang sepunggung, terlihat sempurna seperti biasa.

"Hey, sudahlah, kau sudah mengamuk 5 hari 5 malam! Apakah kau tidak lelah marah marah terus?"
Seseorang muncul dibelakangnya, lelaki dengan mata biru laut itu menoleh marah, menatap orang didepannya dengan sinis.

Yang dipelototi malah acuh tak acuh, ya, dialah Ngglanggeran. Bosan dikacangin sama bocah didepannya, - Inget ya, Ngglanggeran itu jauh lebih tua dari Tanpa Mahkota - Ia memilih kembali memasak dengan saudaranya, meninggalkan si pangeran galau sendirian.

"Masih mencoba bicara dengannya?"
Ngglanggeram bertanya, menyadari muka bete saudaranya, meski dia noleh pun engga.

"Ya, anak itu baperan sekali! Jadi, hari ini mau masak apa?"
Ngglanggeram menjawab santai, masih ga noleh, sementara saudaranya makin bete akibat ga diperhatiin sama kembarannya, yang hanya diketawain sama Ngglanggeram. 

Sementara itu sama Si Tanpa Mahkota....

Mata biru lautnya liar melirik sana sini, kemarahannya semakin menjadi jadi mendengar suara si kembar bercanda diseberang sana, seolah dia bukan siapa siapa, bukan orang yang berbahaya bagi mereka. Rambut panjangnya terurai, bersinar indah dibawah terpaan matahari. Wajah tampannya terlihat gelisah dan tak tenang, hanya soal waktu ia akan melepaskan pukulan ke pohon terdekat.

"Apakah kau lapar?"
Suara itu mengejutkannya, suara Ngglanggeran, ia mengambang beberapa meter dari Tanpa Mahkota, tangannya memegang sepiring nasi goreng.

"Aku tidak pernah lapar, kau sudah tau itu!"
Ia menjawab ketus, membuang muka.

"Ayolah, jangan begitu! Makan saja! Aku tau kau lapar!"
Aduh, entah berapa banyak nyali yang dimiliki Ngglanggeran, dia duduk disamping Tanpa Mahkota dengan santai, dan menyodorkan piring itu kearahnya.

"Kenapa kau harus begitu dingin dengan kami? Kau tau kami tidak akan menyakitimu kan?"
Ngglanggeran memulai percakapan. Yang ditanya malah diam saja, - ga tau tata Krama emang ya ni pangeran galau! - malas menunggunya menjawab, Ngglanggeran melanjutkan bicara sendiri.

"Kau tau? Aku teringat dengan salah seorang teman kami, dia juga dingin sepertimu, bahkan, Ngglanggeram dengan kesabarannya yang setara dengan dalamnya lautan saja sampai kesal menunggu dia menjawab, yah, sayangnya kami tidak bisa bertemu dengannya lagi, entah dia masih hidup atau sudah mati"
Ngglanggeran tersenyum pahit, matanya menatap sungai didepan mereka. Auranya dari dulu seperti sanggup membuat orang nyaman, karena itulah yang dirasakan Tanpa Mahkota.

"Kenapa kau dipanggil 'Si Tanpa Mahkota?' Sungguh, aku tidak pernah mengerti dengan panggilan itu, terdengar bengis tidak, terdengar keren juga tidak"
Ia melirik Tanpa Mahkota sekilas, tatapannya terlihat tulus. Sampai berhasil melelehkan Tanpa Mahkota.

"Aku harusnya berkuasa atas klan bulan, mungkin bahkan seluruh klan di dunia ini, tetapi, adik tiriku, si bedebah itu, dia merebut tahtaku, merebut mahkotaku"
Si Tanpa Mahkota menjawab, masih tak membalas tatapan Ngglanggeran.

"Wow! Jarang sekali kau bicara baik baik begitu!"
Ngglanggeran tertawa kecil, sementara si Tanpa Mahkota menatapnya dengan tatapan cape setengah mati. Tapi, harus ia akui - meski gengsi setinggi matahari - tawa Ngglanggeran terdengar menyenangkan dan menenangkan, tidak seperti tawa psikopatnya, yang bukannya bikin senang malah bikin gila.

"Kenapa sih kau suka sekali mengajakku bicara? Ga ada kerjaan lain?"
Si Tanpa Mahkota - ok author mulai cape nulis ini mulu, kita panggil Ra aja - bertanya sinis, sementara Ngglanggeran tidak terlihat terganggu oleh intonasi kurang ajar Ra.

"Menurutmu apa lagi yang bisa ku kerjakan diruangan ini? Selain memasak, membangun ulang ruangan ini, dan bicara dengan kembaranku, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan, benar kan?"
Dia menyeringai sabar, Ra tercengang, benar juga, mereka terkurung disini selama, entahlah sudah berapa lama, tanpa akses apapun dengan dunia luar, tanpa apapun untuk dilakukan, dan mereka masih ramah sekali dengan pendatang. Skakmat, dia tidak bisa lagi memasang topeng sinisnya.

"Ngglanggeran! Lihat sini! Ada kucing Oren!!"
Terdengar teriakan saudara kembarnya dari seberang ruangan, mengagetkan keduanya. Kalau Ra kaget, itu karena alasan panggilan itu sepele sekali, masalah kucing Oren, sementara, kalau Ngglanggeran, kaget karena dia SUKAAAAAA sekali dengan kucing.

"KUCING?! SEBENTAR!!"
Si empunya nama langsung terbang meninggalkan Ra yang tercengang dengan muka pusing setengah mati disebelahnya, sekarang, bodo amat mau ada topan akibat Ra kek, mau dia menghina makanannya kek, bodo amat! Yang penting dia liat kucing orennya!!

"Ihh!! LUCUKK!!!!"
Terdengar pekikan bahagia Ngglanggeran, disusul tawa kembarnya, Ra, yang ditinggal sendirian, memilih makan diam diam. Begitu begitu, dia sudah menunggu momen yang tepat supaya dia bisa makan, soalnya, ya mau segengsi apapun dia, dia harus jujur, makanannya Ngglanggeran itu UENAKKKK POLL.

Sisa hari dihabiskan dengan Ra yang gamon di tengah hutan sambil makan apel, sementara si kembar main sama kucing oyen. Sesekali ia disamperin Ngglanggeran yang nawarin makan dengan senang hati meski selalu dicaci maki sama Ra. Atau Ngglanggeram yang dateng cuma buat ngancem Ra - dengan nada suara lembut tapi mirip psikopat, yang berhasil bikin si pangeran bergidik ngeri - supaya dia ga kasar kasar amat sama adeknya.

Malamnya..

"Masuk ke bangunan setengah bola itu, jangan keluar, jangan lawan kami."
Ngglanggeram menasehati Ra, meski lebih mirip dengan titah mutlak seorang raja, yang tentu saja ga dianggap sama Ra. Sementara kembarnya malah nyiapin segunung snack supaya Ra ga kelaparan tengah malam.

Malam dipenuhi Auman ceros, mereka memporak porandakan Bor-O-Bdur, semuanya hancur, semuanya tak bersisa, kecuali bangunan setengah bola itu tentu saja. Apakah Ra ada di dalam situ? Tentu tidak! Dia nyantai di sebidang tanah pas dibawah ceros, tiduran sambil mainin bunga dandelion bak orang galau ditengah malam. Bagaimana kok dia ga diinjak sampe dijadiin pangeran geprek sama Ceros? Dia masang tameng transparan, yang entah bagaimana tahan sampai pagi, dan ga di-notice sama Ceros.

Subuh datang, asap mengepul dimana mana, seluruh ruangan Bor-O-Bdur hancur lebur akibat diamuk Ceros, gunung gunung terbelah, hutan terbakar dan masih banyak lagi. Satu menit sebelum pagi, ceros mengaum kencang, kedua ceros ganas itu kemudian berubah kembali menjadi 2 orang petarung Klan Aldebaran yang ramah dan hobi masak.

"Huft! Akhirnya kita kembali normal!"
Ngglanggeram menghela nafas, maklum, dia kecapean setelah mengamuk semalaman sebagai Ceros - meski cuma 1 jam - dia kemudian mulai mengambang, menarik kembarannya yang begong ga jelas.

"Itu bukannya Tanpa Mahkota?"
Ngglanggeran bertanya polos, menunjukkan sepetak tanah yang tampak bersih dari amukan ceros.

"Oh iya, EH APA?!!"
Ngglanggeram berteriak secara ga sengaja, dia sendiri kaget melihatnya sedang tidur di situ, terlihat tidak terganggu sama sekali.

"Mungkin lain kali, kita kunci saja dia di bangunan itu!"
Ngglanggeran memberi usul, masih tak terlalu nangkep perkataan kembarannya yang dari tadi nyerocos panjang lebar.

"Boleh juga!"

A.N

Hello!! Hope u all like this first chapter! Ini kejadiannya sekitar seminggu setelah Ra dimasukin ke Bor-O-Bdur ya! Mungkin kalian ada request chapter selanjutnya? Kalo iya bisa di komen yaa <3

Keseharian di Bor-O-Bdur Where stories live. Discover now