Hari 2

134 7 5
                                    

"Hoi! Ngapain kau tidur disini?"
Ngglanggeran memanggil Ra yang lagi santai santai aja tidur di sebidang tanah, tidak peduli dengan sekitarnya yang tadi berantakan akibat amukan ceros.

"Aku tidak tidur"
Ra mendengus, mata birunya terbuka tipis, menatap Ngglanggeran dengan dingin, yang balas ditatap oleh Ngglanggeram yang ga terima saudaranya dipelototin.

"Bagaimana kalau kau terinjak Ceros tadi malam? Atau kalau kau masuk angin?"
Ngglanggeran melanjutkan memborbardirnya dengan pertanyaan, mengabaikan kontes tatap menatap lawan bicaranya dengan kembarannya.

"Buktinya aku tidak kenapa kenapa"
Ra menjawab kasar, kembali menutup mata.

"Sudahlah, tidak ada gunanya menasehatinya, lebih baik kita membangun ulang Bor-O-Bdur saja, Ayo!"
Ngglanggeram menarik kembarannya, melayang meninggalkan Ra.

                           ***

Sinar matahari menyinari wajah tampan lelaki yang sedang tidur di atas rerumputan, rambut panjangnya terurai indah, angin semilir menerpa wajahnya. Meski matanya tertutup, dia masih dapat melihat sekitarnya dengan jelas. Dia melihat dengan jelas, sesosok lelaki berambut sepunggung, diikat rapi, dengan mata hijau kekuningan, memegang sepiring roti lapis.

"Aku tau kau tidak tidur, ayo sarapan"
Ngglanggeram memanggilnya dengan lembut, dia duduk didepan Ra yang masih "tidur".

"Kemana kembaranmu itu? Bukankah biasanya dia yang menawariku makan?"
Ra bertanya, suaranya yang biasanya berwibawa dan kasar terdengar lebih halus dan tenang.

"Kau merindukannya?"
Ngglanggeram tertawa menggoda, yang dibalas dengan wajah Ra yang memerah akibat salah ngomong.

"Tidak, aku hanya bertanya"
Ra yang mukanya masih mirip tomat itupun menjawab dengan suara rendah, dengan nada sejudes mungkin.

"Hahaha, dia ngambek denganmu, dia lagi mencak mencak ngomel ga suka ke kucingnya diseberang sana, jadilah, aku yang menawarimu makan"
Ngglanggeram tersenyum geli, membayangkan adik kembarnya yang lagi ngomel ngomel didengerin kucing. Sementara Ra cuma ber-oh ria sembari mengambil sandwich yang disodorkan ngglanggeram itu.

"Aku yakin Ngglanggeran sudah pernah cerita tentang teman kami yang sikap dinginnya mirip denganmu?"
Ngglanggeram bertanya ramah, yang dibalas anggukan sekenanya khas Ra.

"Dia bilang "bahkan Ngglanggeram dengan kesabarannya yang setara dengan dalamnya lautan saja sampai kesal menunggu dia menjawab", tapi aku tidak percaya kau bisa sesabar itu"
Ra mendengus pelan, tidak berani menatap Ngglanggeram yang kemungkinan sekarang sudah menatapnya dengan lembut tapi ala psikopat.

"Hahaha, kau benar, Ngglanggeran hanya melebih-lebihkan saja, aku memang tidak sesabar itu, tapi aku juga tidak sepemarah itu"
Ajaib! Ngglanggeram ternyata tidak mengeluarkan tatapan mautnya, Ra yang dari tadi siaga 1 pun mendesah lega.

"Kalian tidak dendam denganku? Bukankah aku sudah mengkhianati kalian?"
Ra bertanya ragu ragu, menjejalkan sandwichnya ke mulut. Menghindari eye-contact dengan Ngglanggeram.

"Tidak juga, itu membuat kami terkurung dengan aman disini, meski memang agak menyakitkan, lagipula itu sudah takdir"
Ngglanggeram tersenyum kecut, dibalas dengan anggukan kecil dari Ra.

"Kau sendiri? Sepertinya kau menyimpan banyak dendam, mau cerita denganku?"
Ngglanggeram bertanya halus, berpindah duduk disampingnya.

"Aku tidak terbiasa bercerita dengan orang lain"
Ra membuang muka kasar, dibalas dengan Ngglanggeram yang menyentuh pundaknya lembut.

"Tidak apa apa, kami juga"
Ngglanggeram dengan sabar menenangkan Ra, sama seperti saudaranya, auranya juga sangat menenangkan dan menyenangkan.

"Aku.. dikhianati adik dan ibu tiriku, mereka menghasut ayahku yang pesakitan itu untuk menjadikan adik tiriku itu sebagai raja, andai saja.. andai Ibuku masih hidup saat itu.."
Ra menghela nafas, Ngglanggeram disebelahnya mengangguk paham.

Keseharian di Bor-O-Bdur Where stories live. Discover now