Baru kali ini ada pemuda yang menggerogoti pikiran Aruna, gadis yang akan menginjak umur 18 tahun itu masih setia duduk di bangku kelasnya, padahal kelas itu berakhir sekitar se-jam yang lalu. Gadis itu tak memiliki pekerjaan sore ini, dan memilih menikmati ketenangan barang sebentar yang tak selalu ia dapatkan.
"Dia stalker payah," umpat Aruna di tengah-tengah pemikirannya yang semakin menjalar, memikirkan entah sejak kapan dia bertemu pemuda itu tapi tidak mengenalinya. Mereka sekelas selama 2 tahun, lalu bekerja bersama selama 2 bulan, tetapi pemuda itu sama sekali tak berkata apapun selama itu. Baru hari ini dia bermain teka-teki bersama Aruna.
Brakh!
Pintu kelas terbuka dengan keras, menampakkan seorang siswa dengan pakaiannya yang berantakan, dengan dasi yang tak beraturan, rambutnya pun seperti itu, apalagi aura yang ia keluarkan, jangan lupa baunya. Aneh saja, seorang siswa yang datang ke kelasnya, dengan mengeluarkan bau rokok.
Aruna dan siswa itu hanya bertatapan sekilas, siswa itu mengambil sesuatu di loker yang terletak tepat di belakang tempat duduk Aruna. Kemudian menghempaskan penutup lokernya itu dengan keras, sampai Aruna terlonjak. Gadis itu hanya mengumpat pelan dalam hatinya, melihat siswa itu hilang di balik pintu. Tanpa menutupnya.
Aruna menghela nafas, ia mengambil tas yang dilekatkan di depannya, berniat untuk pulang dan menjemput pekerjaannya yang tengah menunggu. Setelah berada di luar kelas, Aruna berbalik dan menutup pintu. Tak seperti yang dilakukan oleh siswa sebelumnya.
"Permisi,"
Aruna berbalik, melihat ada lagi seorang siswa jakung yang berdiri tepat di depannya.
"Apa baru aja ada cowok yang masuk ke sini?" Katanya, Aruna mengangguk.
"Saya tidak tahu dia pergi kemana," ucap Aruna.
Alis siswa itu berkerut, ia mungkin tak mengharapkan jawaban itu dari Aruna, yang bahkan tak ia pertanyakan. "Gue nggak nanya itu, lo lihat dia ngambil sesuatu? Handphone atau semacamnya?" Tanyanya lagi.
"Saya lihat, dia mengambil handphone di loker."
Segera siswa itu tersenyum dan menarik tangan Aruna, entah kemana. Gerakan spontan itu membuat Aruna menghentikan langkahnya yang mengikuti siswa yang menariknya.
"Kamu mau bawa saya kemana? Saya tidak ada urusan dengan kamu." Katanya.
"Lo ketua kelas kan? Sekarang lo harus bantuin gue. Gue lagi kecolongan sama cecenguk itu, jadi sekarang lo harus bantuin gue." Tegasnya kembali meraih tangan Aruna.
****
"Buat apa gue ngambil barang orang di loker gue sendiri?" Pekik siswa yang baru saja dituduh mencuri oleh Aruna dan siswa sebelumnya yang menarik si ketua kelas— Aruna untuk bertanggung jawab memberikan keadilan.
Aruna masih tak menjawab, dan percaya dengan keputusannya akan membawa siswa itu ke wali kelas mereka. Aruna memang selalu berlaku tegas pada tanggung jawab yang diberikan padanya, setidaknya itu yang bisa membuatnya hidup dengan baik—mungkin. Itu juga salah satu alasan dan potensi yang dilihat oleh pak Harry hingga memilih Aruna, gadis pendiam sekaligus cuek itu menjadi ketua kelas.
"Dia tadi ngambil handphone gue goblok! Jadi gue ngambil balik di lokernya, kalau lo nggak percaya, periksa aja wallpapernya, itu foto gue." Katanya mencoba menyakinkan Aruna.
Aruna mulai gelagapan setelah melihat wallpaper handphone yang kini berada di tangannya, benar apa yang dikatakan siswa itu. Ada wajahnya di sana. Aruna sedikit merutuki dirinya yang tak berfikir, biasanya dia tak se-lalai ini. Itu pasti karena pikirannya akibat El yang mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Relationshit Life
Bí ẩn / Giật gânJANGAN LUPA VOTE [Mengandung bawang!!] 'Setiap anak yang lahir di dunia ini tidak bersalah' hanya kolase sederhana untuk orang-orang yang hidup di dunia yang biasa. Namun bagi anak yang dibesarkan dengan ambisi orangtuanya, mereka diberikan takdir u...