Clue 9.Jakarta yang dicintai.
"Audirga, terima kasih sudah membuat Jakarta gue lebih bahagia."
--Surat yang tak pernah sampai,
dari Theala
Hmm,Mulainya dari mana ya?
Bingung banget gue, hahaha. Maklum ya, gue gak biasa nulis surat sepanjang ini.
Gue kurang suka untuk memulai sesuatu dengan sapaan "Hai"
Fun fact, "Hai" adalah kata pembuka yang selalu ditutup dengan "Duluan ya", atau yang lebih buruk... ya pergi aja, gak ada tanda apa-apa selain kabar menghilangnya seseorang di hidup kita.
Tapi sepertinya membuka surat ini dengan kata "Hai" sangat cocok buat gue ya. Secara gue selalu ninggalin lo duluan, Ga.
Apa lo masih gak nyaman pulang ke rumah, Ga?
Apa lo masih milih sendirian di apartemen, dan kalau lo udah gak kuat sama kesendirian itu, lo akan pergi ke luar mencari sesuatu yang bisa bikin hati lo lebih nyaman?
Semoga lo bisa menemukannya.
Apapun itu. Tempat yang bisa membuat lo nyaman dan gak merasa sendirian lagi.
I am the bad one here, right?
Gue ngaku dan gak akan denial lagi kok. Mungkin setelah sekian lama, gue harus mengatakan ini dengan lapang dada... kalau gue udah jahat banget ninggalin lo sendirian begitu aja sekalipun gue tau mungkin gue satu-satunya orang yang saat itu lo punya.
Gue selalu membuat orang lain berpikir lo adalah pihak yang paling menakutkan dalam hidup gue di saat kenyataan... mungkin lo juga satu-satunya orang yang gue punya.
Ga, jadi seseorang yang selalu ditinggal itu sangat melelahkan.
Jadi untuk menghindari itu, gue selalu mengingatkan diri gue untuk lebih dulu meninggalkan.
Di bayangan gue, suatu saat akan datang masanya lo melambaikan tangan, pamit lebih dulu tanpa memberi kesempatan untuk gue mengatakan apapun supaya bisa menahan kepergian lo.
It was so tormenting because, to imagine being left out by the only person I could talk to is the pain I would never want to feel again.
Dari sekian banyak orang yang mengenal gue, lo orang yang paling tau seberat apa hati gue untuk menginjakkan kaki dan pulang ke rumah.
Gue yang selalu dikenal harus cepat-cepat pulang sehingga gak pernah punya waktu untuk bergaul di kampus.
Gue yang selalu terlihat lebih nyaman berada di dalam rumah ketimbang dunia luar yang selalu gue benci eksistensinya.
Dan gue yang selalu ingin menjaga dua orang yang tinggal di rumah kesepian ini..
Adalah gue yang sama yang selalu bisa bernapas lebih lega ketika berada jauh dari rumah ini.
Karena lo yang selalu membawa gue pergi dari sana, Ga.. Secara gak langsung, lo ada orang yang membuat gue juga bisa bernapas.
Kenapa rumah selalu membuat kita gak nyaman, Ga?
Kenapa berada jauh dari mereka membuat kita bisa menghela napas panjang dan berkata, "Haaah, akhirnya gue bebas."
Ga, sisi paling egois dalam diri gue adalah terlalu takut ditinggal lo, sehingga gue memilih untuk meninggalkan lebih dulu. Di beberapa waktu keberadaan lo adalah hadiah terbaik yang pernah Tuhan kasih ke gue, tapi di beberapa waktu lain keberadaan lo adalah bentuk ketakutan menyeramkan yang bisa menghancurkan gue lagi.
After we were apart, I wonder what we would be like if life was kinder to us.
Gue berandai-andai akan jadi apa kita kalau saat lo masih kecil, Om Lariel gak pernah pukul lo dan menyalahkan lo atas mimpi-mimpinya yang gak tercapai.
Gue berandai-andai akan jadi apa kita kalau saat gue masih kecil, Papa gak meninggalkan gue, Mama dan Tendra karena perempuan lain.
Gue berimajinasi di pertemuan pertama kita, gue bisa jadi seseorang yang lebih ramah dan terbuka pada lo, dan gak pernah melakukan segala sesuatu yang menyakiti hati lo. Dan gue juga berimajinasi, lo bisa menjadi seseorang yang lebih percaya diri untuk mengutarakan semua yang ada di dalam hati.
Sampai detik ini, ketika ada yang bertanya, "How was living in Jakarta back then?"
Gue selalu menjawab, "Seru."
Karena lo yang membuat bagian dalam hidup gue itu jadi menyenangkan.
Sebelum mengenal lo, yang gue lihat dari Jakarta adalah cermin.
Pantulan akan diri gue sendiri.
Karena gak ada yang sungguh-sungguh menyukai Jakarta. Semua orang datang ke sana karena punya tujuan. Sukses, membanggakan keluarga dan tempat asal mereka, mengubah nasib, dan lain sebagainya. Gak ada yang benar-benar mencintai Jakarta, so I could relate so much to it.
I don't feel everybody around loves me with honesty. Gue selalu mereka... Ada sesuatu dari gue yang ingin mereka ambil.
Bukan gue yang mereka cintai... Tapi tujuan hidup mereka yang mengharuskan ada gue di dalamnya.
But guess what?
You love Jakarta so much, Audirga.
And I really adore you for it.
Gue benar-benar sangat mengagumi keluasan hati lo untuk terus berusaha mencintai sesuatu yang dipenuhi kekurangan sekalipun lo punya banyak alasan untuk tinggal di tempat lain.
Dan karena lo, cara pandang gue tentang Jakarta berubah.
Audirga, terima kasih udah membuat Jakarta gue jadi menyenangkan.
Kalau waktu bisa diulang lagi, semoga hari itu gue gak perlu menunggu lo di rooftop gedung Teknik Mesin. Semoga gue bisa melihat lo di tempat tinggi lain di mana lo bisa bersinar terang seperti Dirga yang selalu orang lain kenal. Semoga lo bisa pulang ke rumah dengan senyum cengengesan nyebelin di bibir lo dan gak harus tinggal di apartemen dingin yang berantakan.
Dan kalau waktu bisa diulang lagi, semoga gue bisa lebih banyak bicara soal kebaikan-kebaikan yang pernah lo buat untuk gue. Semoga hati gue gak sekeras ini. Semoga.... Gue bisa membuka kata sapaan gue dengan sebuah "Hai," yang selamanya.
Seperti sepasang sandal yang lo kasih ke gue waktu kedua kaki gue terluka karena high heels,
Pijaklah bumi ini dengan nyaman, Ga.
Terus berjalan.
Terus.... Berjalan....
KAMU SEDANG MEMBACA
Loversation
Romantik(SUDAH TERBIT) Semoga semua orang punya teman bicara. Agar hidupnya bisa bertambah, satu juta hari lamanya. Lanjutan dari Nonversation.