Pak Heri ditugaskan sebagai pimpinan unit sebuah bank BUMD di sebuah kabupaten. untuk itu maka ia harus berpisah dengan Istrinya yang bekerja sebagai guru dan pengusaha di kota. Pak Heri menyewa sebuah kamar paviliun yang dihuni oleh seorang wanita tua yang anak-anaknya pada ke kota semua.
Pada hari pertama ia bertugas, banyak sekali kesan yang dapat di terimanya dari para bawahannya di kantor. Pak Heri pulang pergi ke kantor selalu menumpang bendi (delman) yang dimiliki oleh tetangganya yang bernama Udin, kebetulan Udin telah kenal baik dengan Mak Minah pemilik rumah yang ditempati Pak Heri.
Udin seorang duda yang berumur kurang lebih 45 tahun, cerai dan tidak memiliki anak. Jarak rumah Udin dan Pak Heri memang jauh sebab di desa itu antara rumah dibatasi oleh kebun kelapa. Karena terlalu sering mengantar jemput Pak Heri, maka secara lambat laun ada perasaan suka Udin terhadap Pak Heri namun segala keinginan itu di buang jauh-jauh oleh Udin karena ia tahu Pak Heri telah mempunyai istri dan setiap minggu istri Yeni selalu datang atau Pak Heri yang menjenguknya, tingkah suami istri itu selalu membuat Udin tidak enak hati, namun ia harus pasrah bagaimanapun sebagai suami istri layaklah mereka berkumpul dan bermesraan untuk mengisi saat kebersamaan.
Udin setiap hari selalu melihat sosok kegagahan tubuh Pak Heri tapi bagaimana caranya menaklukannya, sedang birahinya selalu minta dituntaskan saat bersama Pak Heri diatas bendinya. Kemudian timbullah pikiran licik Udin dengan meminta pertolongan seorang dukun, ia berkeinginan agar Pak Heri mau dengannya dan terjerumus kedalam dunia gay alias homo. Atas bantuan dukun itu, Udin merasa puas dan mulailah ia mencoba pelet pemberian dukunnya.
Siang saat Pak Heri menumpang bendi, Udin melihat selangkangan Pak Heri yang sekal dan menonjol keras itu, kejadian itu membuat birahi Udin naik dan kejantanannya berdiri saat itu ia mengenakan celana katun yang longgar sehingga kejantanannya yang menonjol terlihat oleh Pak Heri, Udin malu dan berusaha membuang muka, sedang Pak Heri merasa tidak enak hati dan menutupkan selangkangan dengan tas kantornya, wajahnya bersemu merah ia merasakan bahwa batang kemaluan Udin itu memang besar dan panjang tidak seperti milik dirinya.
Ia tahu pasti kalau bercinta Udin akan dapat memberikan keperkasaan dan kepuasan kepada wanita yang tidur dengan dirinya, memang saat akhir-akhir ini frekwensi hubungan seks Pak Heri dengan istrinya agak berkurang dan istrinya cepat selesai dan selalu mengeluh, telah 2 tahun menikah belum ada tanda-tanda istrinya hamil semakin membuat ia uring-uringan dan kepuasan yang dia harapkan dari istrinya tidak dapat Pak Heri nikmati.
Sedang kalau ia melihat sosok Udin tidaklah sebanding dengannya karena status sosial dan intelektualnya jauh dibawahnya ditambah tak terpikirkan oleh Pak Heri untuk menjadi gay, sangat awam bagi Pak Heri dengan dunia gay, namun semua itu dibiarkannya karena Pak Heri butuh bantuan Udin mengantar jemput, ditambah Udin memang baik terhadapnya.
Kalau dilihat sosok Pak Heri, ia seorang pria baya berusia 47 tahun dan ia telah bekerja di bank itu kurang lebih 4 tahun, ia menikah dengan Bu sely, belun dikaruniai anak, Pak Heri rajin pergy ke gym, wajahnya keliatan fresh, berkarismatik, di tumbuhi dengan kumis yang lebat sehingga memancarkan pria maskulin yang tegas dan intelektual. kulit putih bersih dan memiliki rambut yang sedikit beruban sehingga membuat para lelaki homo ingin dekat dengannya dan menjamah kejantanan dan kegagahan yang yang ia miliki.
Dengan berbekal pelet yang diberikan gurunya, Udin mendatangi rumah Pak Heri. Malam itu gerimis dan Udin mengetuk pintu rumah Pak Heri. Kebetulan yang membukakan pintu adalah Pak Heri yang saat itu sedang membaca koran.
“Eee.. Bang Udin tumben ada apa Bang?” tanya Pak Heri.
“Ooo.. saya ingin nonton acara bola sebab saya tidak punya televisi apa boleh Pak Heri?” jawab Udin.
“Ooo.. boleh.. masuklah.. Bang.. langsung aja ke ruang tengah, saya juga mau nonton nih..” Pak Heri menerangkan sambil ia menutup pintu. Diluar hujan mulai lebat.
“Sebentar ya Bang?” Pak Heri ke belakang, membuatkan minum untuk Udin. Udin duduk diruangan itu sambil melihat televisi.