Bab 3

3.9K 242 3
                                    

Happy reading, moga suka.

Cerita ini sudah tamat di Karyakarsa ya, cari saja di bagian seri Forbidden Desire

Atau di Playstore

Luv,

Carmen

__________________________________________

Saat makan malam mereka selesai dan ibunya menunjukkan gaun yang tadi dikatakannya, Lana langsung kecewa. Gaun crinoline pink terang yang ditunjukkan ibunya itu sama sekali tidak menyerupai gaun malam formal. Dan modelnya setidaknya telah ketinggalan jaman beberapa dekade.

“Mom… di… di mana kau mendapatkan gaun ini?”

“Ini adalah gaun yang kukenakan di malam pesta prom, ketika aku seumuran denganmu. Aku senang sekali bisa melihatmu mengenakannya. Mungkin sedikit longgar di tubuhmu, tapi bukankah itu lebih baik? Aku tidak akan setuju bila kau mengenakan gaun yang terlalu ketat.”

Wanita itu tersenyum dan meninggalkan kamar Lana sementara Lana terhenyak bingung.

Oke, ia memang bukan gadis yang modis tapi ia tidak akan mengenakan gaun ini ke acara peresmian teater. Lana ingin tampil sebaik-baiknya untuk memberi kesan pada guru pianonya itu. Bagi Lana, pria dengan status seperti Mr. Powell pasti menginginkan seorang wanita cantik di sampingnya dan walaupun ia tahu ia tidak lebih seperti anak kecil bagi pria itu, Lana memiliki perasaan bahwa pria itu sering kali menatapnya lebih lama dari seharusnya.

Lana mendesah pelan lalu berbaring di ranjang sambil memikirkan pria itu. Dia mungkin tidak tahu bahwa Lana menyadarinya, bahwa setiap kali ada kesempatan, mata pria itu selalu menelusuri tubuhnya, kakinya, pinggang Lana, bahkan dadanya dan itu tejadi lebih dari sekali. Ia mendesah. Tapi seperti apapun, mereka adalah guru dan murid dan sepertinya Mr. Powell bertekad menjaga batas itu karena dia selalu berpura-pura bersikap dingin dan profesional setiap kali Lana mencoba mendekat. 

Di malam yang sama juga, ia memilih musik yang akan dimainkannya. Ia menjatuhkan pilihan pada Nocturne, bukan musik paling sulit yang pernah dimainkannya tapi musik itu spesial bagi Lana. Setiap kali memainkannya, ia selalu merasa ada aura yang memancar dari tubuhnya, ia begitu percaya diri, musik itu memberikannya energi dan harapan dan ia berharap hal itu juga akan sampai kepada para penontonnya nanti.

Dan yang terpenting, Mr. Powell tidak membantah pilihannya.

Saat ia selesai berlatih pada Kamis malam, seseorang mengetuk pintu studio.

“Masuklah,” ujar Mr. Powell kemudian.

Seorang anak remaja, beberapa tahun lebih tua dari Lana, menyapa mereka.

“Halo Lana, kau sudah selesai?”

“Oscar! Ya, ya, tunggu sebentar.” Ia bergegas bersiap. “Bye, Mr. Powell. Sampai jumpa besok. Jemput aku jam…”

“Enam, oke? Acara makan malam mulai jam tujuh.”

Lana menyimpan senyum saat melihat cara pria itu memandang Oscar.

“Oke, jam enam. Aku akan pergi membeli gaun sekarang. Sampai jumpa besok.”

Setelah Oscar mengucap salam, mereka kemudian meninggalkan studio. Sementara itu, Daniel memarahi dirinya sendiri karena bersikap tolol. Bukan urusannya bila Lana ingin keluar dengan siapa saja. Walaupun ibu gadis itu menegaskan bahwa Lana tidak boleh berpacaran, Daniel juga tidak boleh ikut campur. Ia harus berhenti menyiksa diri seperti ini. Marah dan kesal, ia menuangkan segelas minuman dan meminumnya sambil menunggu muridnya yang berikut datang.

Sleeping with My Hot Teacher (Forbidden Desire)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang