Hari ini mereka akan ke rumah sakit tempat orang tua Arkan dirawat. Setelah menonton film bersama, Serena mendapat telpon dari rumah sakit bahwa orang tua Arkan sudah sadar.
Mereka menikah di Jepang, negara tempat orang tua Arkan dirawat. Dan acaranya pun sangat terlewat mewah tidak seperti pernikahan yang diadakan secara mendadak. Saat Arkan bertanya berapa biaya pernikahan mereka Serena berkata pernikahan mereka menghabiskan biaya sekitar 15M, Arkan yang mendengar itu hanya bisa tercengang. Boros sekali!
Namun Serena berkata tidak apa-apa karena ini adalah pernikahan satu kali seumur hidup.
Tamu yang diundang pun tidak main banyaknya, dan setelah Arkan mendengar pangkat mereka Arkan tidak bisa untuk tidak menahan kegugupannya, dan karena itu Arkan semakin dibuat penasaran sebenarnya siapa Serena sampai bisa mengeluarkan uang sebesar itu dengan santai dan bisa mengundang orang-orang berpengaruh.
"Arkan."
"Ah! Iya?" Arkan mengerjapkan matanya, menoleh menatap Serena.
"Jangan melamun." Tegur Serena.
"Iya. Eum.. ada air gak?" Tanya Arkan.
"Tidak ada." Jawab Serena.
Serena memberhentikan mobilnya di depan minimarket.
"Ada lagi yang kamu butuh?" Tanya Serena sebelum keluar.
"Camilan.. boleh?" Tanya Arkan ragu.
Serena terkekeh kecil.
"Tentu boleh." Ujar Serena kemudian keluar berniat membeli air dan camilan untuk Arkan.
Ting
Pandangan Arkan beralih menatap ponsel yang menyala menampilkan pesan masuk, mengerjap sebentar.
"Ah! Ponselnya Serena." Batin Arkan.
Arkan teringat Serena menitipkan ponselnya tadi. Arkan mengangkat bahunya mencoba tidak peduli, toh itu bukan haknya walau mereka sudah menikah tetap saja mereka punya privasi masing-masing.
Drtt drrtt
Netranya kembali menatap ponsel milik Serena yang kini bergetar pertanda telpon masuk. Nomor tidak dikenal, Arkan menatap siluet Serena yang sedang membayar di kasir.
"Angkat, nggak, angkat, nggak, angkat.." Arkan langsung menekan tombol hijau, terdengar hembusan nafas di seberang telpon.
Arkan mengernyit heran.
"Halo?"
Tidak terdengar suara apapun hanya hembusan nafas seseorang yang membuat Arkan merinding.
Tut
"Gak jelas." Arkan mematikan telpon sepihak, merasa tidak ada gunanya mengangkat telpon tadi.
Cklek
"Kenapa?" Tanya Serena setelah masuk menyadari raut wajah Arkan tampak masam.
Serena membuka tutup botol air sebelum kemudian ia berikan ke Arkan.
"Makasih.."
Serena mengangguk, menatap Arkan yang sedang meneguk air dengan rakus.
"Jadi?" Tanya Serena kembali.
"Tadi.. ada pesan masuk di hp kamu, tapi aku gak lihat kok! Terus gak lama ada telpon masuk aku angkat karena takutnya penting, tapi pas diangkat dia malah gak ngomong apa-apa cuma nafas doang, gak jelas banget." Cerita Arkan.
"Siapa?" Tanya Serena raut wajahnya tampak dingin membuat Arkan heran.
"Gak ada namanya cuma nomer doang." Jawab Arkan.
"Lain kali kalau ada yang menelpon dan tidak ada namanya tidak usah diangkat." Peringat Serena.
Arkan hanya mengangguk menurut. Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit.
***
"Ayah! Bunda!"
Arkan menghambur ke pelukan sang bunda, menyembunyikan wajahnya di leher sang bunda.
Katlyn— bunda Arkan menangis penuh haru, ia mengeratkan pelukannya. Ia sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk kembali melihat satu-satunya putra yang begitu ia sayangi dan banggakan.
"Hiks.. terimakasih Tuhan.."
Sang ayah tersenyum melihat kedua malaikatnya saling berpelukan, netranya beralih memandang Serena yang juga sedang menatap sepasang ibu dan anak yang sedang berpelukan.
"Ah! apa nona disini berniat untuk menagih uangnya? Maaf saya sedang tidak ada uang, nona bisa menambah bun—" Ucapan sang ayah terpotong oleh Arkan.
"A- anu ayah gini.. hutangnya udah lunas." Jelas Arkan gugup, ia bingung harus menjelaskan bagaimana kepada kedua orang tuanya tentang pernikahannya dengan Serena.
Gani— ayah Arkan mengernyit bingung. "Bagaimana bisa kamu melunasi hutang sebesar itu Arkan?" Selidik Gani.
"Kami nikah.." Cicit Arkan.
"Apa?" Tanya Gani kembali memastikan, apa telinganya ada yang bermasalah setelah kecelakaan itu?
"Aku.. sama Serena nikah.." Ulang Arkan.
Katlyn dan Gani saling berpandangan kemudian dengan kompak menatap Serena yang tersenyum tipis.
"APAA!?!?"
Setelah menjelaskan semuanya Arkan menunduk takut terhadap tanggapan orang tuanya.
"Nona—"
"Panggil saya Serena saja, bagaimanapun saya sekarang adalah menantu anda." Serena tersenyum tipis.
"Ah.. kalau begitu panggil saja saya ayah sama seperti Arkan. Jadi.. apa alasan nak Serena menikahi Arkan? Dilihat dari manapun putra saya ini tidak ada apa-apanya dengan pria-pria yang mengejar nak Serena selama ini."
"Ayah!" Protes Arkan, ia menggembungkan pipinya kesal.
"Tidak ada alasan khusus, hanya saja saya mencintai putra ayah." Serena memberikan senyum tipis, menatap Gani dengan mata penuh keyakinan.
TBC.
Sorry ngaret :(
I think this part feels very forced.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Wife
Teen FictionArkan kira Serena akan bersikap dingin kepadanya namun berkebalikan dari dugaan Arkan ternyata Serena memperlakukannya dengan baik dan lembut, pernikahan yang ia kira akan monoton ternyata malah menjadi pernikahan yang begitu membahagiakan baginya. ...